" Kenapa masih mencarinya? Kamu berselingkuh dengan wanita lain, dan masih punya muka mencari istrimu?!." Suara makian nyonya Ria, ibu Riana terdengar jelas di telinga Johan yang menghubungi ibu mertuanya setelah Riana tidak pulang selama dua hari dua malam.
" Kamu menikahinya dan membawanya ke rumahmu dengan wajah cantik, body bagus, senyum bahagia. Kemarin anak saya datang dengan penampilan kucel, mata bengkak dan pucat. Kamu masih bilang, kamu takut dia terluka? Dia lebih dari terluka karena kamu." Johan hanya diam-diam menerima kata-kata makian ibu mertuanya.
" Tidak perlu mencarinya lagi. Kamu cukup kemasi barangnya, ceraikan dia. Riana masih muda dan tidak punya anak. Masih banyak pria diluar sana yang mau menerimanya bahkan lebih bisa diandalkan daripada kamu." Kata-kata ini menyayat hati Johan.
Dia tiba-tiba teringat mimpinya, dimana dia melihat Riana menyeret kopernya menemui pria lain dan pergi tanpa menoleh sedikitpun.
" Kamu sama selingkuhanmu saja. Biarkan Riana kucarikan jodoh. Masih banyak pria muda dan kaya yang siap menjadi suami baru Riana. Tentu saja bisa diandalkan. Tidak sepertimu yang pelit, untuk meminjamkan uang kakak ipar saja tidak mau. Tidak perna membelikan barang apapun untuk Adik iparmu."
Johan hanya memutar matanya mendengar penuturan mertuanya. Andai dia tahu, Rianalah yang tidak mau kalau Johan membantu saudaranya.
" Nanti mereka kebiasaan." Katanya waktu itu.
Johan juga tidak habis pikir, mertuanya selalu meminta bantuan Riana untuk membantu kakak dan adiknya, tapi kalau Riana membutuhkan, ibunya tutup mata dan telinga.
" Bu, aku tutup dulu." Kata Johan cepat. Tidak tahan dengan sifat " pengeretan" mertuanya. Dia juga tidak sudih istri jadi sapi perah dikeluarganya.
" Hei .. kamu ceraikan dia, ya...."
Johan cepat memutuskan panggilannya.
Saat ini, Riana sedang emosi, pikirannya labil, Johan takut dia menuruti kata ibunya untuk bercerai darinya dan dinikahkan dengan pria lain yang bisa memberikan keuntungan untuk kakak dan adiknya saja, sedang Riana hanya akan menjadi alat.
Dia tidak bisa melepas Riana, tidak bisa tanpa melihat dan mendengarnya namun tak juga bisa menolak godaan Wena. Johan tak ingin memilih. Bukankah seorang pria bisa berpoligami? kenapa harus membuat pilihan yang merugikan dan membuatnya nanti menyesal. Wena sangat menyukai dan menginginkannya, Tak akan ada masalah syarat apapun pasti dia setuju.
Hanya keputusan Riana yang membuat Johan risau. Rianalah yang dikhianati. Johan jugalah yang tidak setia. Riana punya alasan untuk meminta cerai darinya.
Dia sudah menghubungi teman, kerabat dan keluarga yang dekat dengan Riana. Tidak ada hasil. Pekerjaannya di kantor terbengkalai. Johan bisa menebak kalau keberadaan Riana kemungkinan diketahui para sahabatnya, namun, jangankan bersimpati padanya yang kesana kemari mencari Riana, mereka terang-terangan menunjukkan sikap bermusuhan. Jelas mereka tahu perselingkuhannya. Kalau Riana terus berada diluar, dimana keluarga dan sahabatnya dengan leluasa mempengaruhinya untuk bercerai, dia takut itu.
Dia memandangi nomor ponsel Luna, sahabat sekaligus ipar sepupu kakak Riana. Setidaknya, orang ini pasti tahu keberadaan Riana. Namun dia menutup rapat mulutnya kecuali memakinya sebagai pria brengsek.
Diujung gelisanya, satu kelebat sosok memasuki halaman rumah. Paduan kasual dengan ransel kecil dipunggungnya, rambutnya di potong sebahu membuat Riana terlihat lebih muda dan modis. Seketika Johan mengingat masa-masa kuliah dulu, seperti inilah penampilan Riana.
Johan merasa, perhatiannya Sekali lagi tersedot olehnya.
" Sayang... kamu pulang." Sapaan hangat Johan dibalas tatapan dingin Riana yang berjalan lurus memasuki rumah dan langsung ke lantai dua.
Johan segera meminta asisten rumah tangga menyiapkan masakan kesukaan Riana.
Makan malam berjalan dengan damai dan harmonis. Riana tidak mengamuk lagi dan Johan memilih untuk tidak membicarakan apapun yang bisa memancing emosi Riana lagi.
" Mari bicara." Suara dan cara bicara Riana seakan terasing.
Johan mengikuti Riana ke ruang tamu.
" Kamu ingin bersama Wena, kan?."
Tanya Riana hati-hati. Dia berusaha tegar, apapun nanti yang keluar dari mulut suaminya.
" Ya." Jantung Johan berdetak kencang.
" Bagaimana kalau aku tidak setuju?."
" Riana...."
" Bagaimana kalau aku tidak setuju, kamu tetap akan mau bersamanya?." Riana mengulang lagi pertanyaannya.
" Riana, pria dibolehkan berpoligami. Kenapa kamu menyulitkan ku?." Johan menatap istrinya.
" Kamu tetap akan bersama dia atau tidak."
" Aku tetap bersamanya." Johan menggeretakkan giginya menjawab pertanyaan itu.
Riana mengepal tangannya dan menahan air mata yang akan tumpah. Johan tahu kemelut hati istrinya, namun, dia harus tegas di depan Riana. Selama ini dia merasa terlalu memanjakan istrinya itu sehingga dia bisa berontak sesuka hati.
" Kalau begitu, mari kita berpisah." Ucap Riana dengn tenang. Joohan tak percaya kata-kata itu keluar dari bibir Riana, wanita yang dia yakini sangat mencintainya. Dia marah!
" Riana... jangan berlebihan. Aku sudah menoleransimu selama ini. Apa kamu pikir aku takut pada ancamanmu?."
Kata -kata Johan jelas mengoyak-ngoyak hati Riana.
" Karena kamu tidak takut, mari kita lakukan. Berpisah!." Riana bangkit.
Johan tidak mengejar Riana. Dia terlalu syok melihat kepercayaan diri Riana berpisah darinya. Hal yang tidak pernah terlintas dalam benaknya.
Melihat suaminya kekeh bersama selingkuhannya bahkan berani menaikkan nadanya saat bicara padanya, Riana yakin, suaminya telah berubah. Cintanya sudah luntur dan janji suci itu ternoda. Tidak ada lagi yang perlu dipertahankan.
Malam itu juga, Riana mengemasi pakaiannya. Dia tidak Sudi satu atap dengan orang yang telah mengkhianatinya.
Di tempat lain, Johan tidak bergeser sedikitpun. Kata-kata berpisah yang diucapkan Riana bagai suara genderang perang yang ditabuh.
Berjam-jam Johan mematung diruangan itu, dia tidak mendengar apapun, bahkan tidak mendengar gerakan besar Riana yang bahkan telah pergi. Johan berpikir kalau orang -orang-orang mungkin berubah atau perlu berubah, seperti istri yang biasanya lembut dan santun tiba-tiba menjadi sangat beringas, ganas dan dingin. Setiap gerakan dan kata-kata Riana menakutinya.
Atau berubah seperti doa yang tak lagi menjunjung tinggi kesetiaan dan hidup dalam tatanan yang konstan yang membuatnya sedikit bosan. Dia juga memiliki impian yang ingin dia capai. Ada ambisi yang ingin dia penuhi. Setia hanyalah mengekangnya. Selama aku tidak mengurangi cintaku padamu, janji pernikahan tetap dipenuhi, bukan? Poligami juga bukanlah hal haram, itu dibolehkan! Kenapa kita hidup monoton kalau kita bisa hidup fleksibel, banyak pilihan di depan kita yang bisa kita pilih untuk menyempurnakan kehidupan bahagia kita. Hal-hal ini terus berputar diatas kepalanya. Saat dia sadar, Riana sudah raib dari rumah. Johan gelagapan dan kalut. Tak lagi ada pikiran -pikiran kacau menggantung di kepalanya. Tergantikan pikiran panik. Kemana Riana pergi? Kenapa dia tega meninggalkanku? Satu hal yang dia tidak tanyakan pada dirinya, bagaimana kalau Riana tiba-tiba menghilang selamanya dari hidupnya?.