Chereads / Dicerai, aku jadi ipar si Pelakor / Chapter 6 - Teman Senasib

Chapter 6 - Teman Senasib

Riana keluar dari kamar, ruang tengah telah kosong. Sebenarnya, jauh di hatinya berharap kalau Johan akan tetap di ruang tengah dan menghentikannya saat dia membawa koper ya keluar. Namun, kenyataan sangat pahit. Pria itu tidak ada, dia memilih pergi ke kamar tamu. Samar-samar, Riana mendengar air jatuh, berarti Johan tengah mandi.

Sikap Johan ini membulatkan niatnya. Dia dengan cekatan meninggalkan rumahnya. Kali ini, Riana tidak menggunakan mobilnya. Dia memesan gocar menuju hotel yang telah di pesan Diva khusus untuknya.

" Aku lagi di hotel." Jawab Riana saat Diva menelpon.

" Luna udah pulang?." Tanya Diva.

" Ah... iya. Ada kerjaan katanya."

" Kalau begitu, kamu baik-baik disana, ya." Diva bermaksud menutup telponnya.

" Halo, Div." Sergah Riana cepat. " Aku ingin bercerai, bisakah kamu membantuku?."

" Bercerai?!." Diva nyaris berteriak, suaminya yang tengah membaca di sofa lain mengerutkan dahinya.

" Sudah kamu pikir baik-baik?."

Riana tanpa sadar mengangguk.

" Ya."

" Mari kita bicarakan besok. Tenangkan pikiranmu." Diva merasa dia juga harus menenangkan diri dulu sebelum mendiskusikan hal serius ini besok.

" Baik, sampai jumpa besok." Kata Riana dengan tenang. Namun, Diva tahu, semakin tenang gerakan Riana semakin rumit masalah yang dihadapinya. Tanpa menunggu, dia segera menelpon Luna yang sama kagetnya dengannya.

" Kalau aku berada di posisi Riana, aku juga langsung cerai. Siapa yang mau diselingkuhi begitu? mana mereka udah sering ng*t*t lagi kan bawa penyakit." Oceh Luna.

" Kamu ini, malah ynag dipikirin bagian ngeresnya aja." Diva mengomelinya sebelum menutup telpon. Dia juga menghubungi Yunda kemudian menghubungi seseorang untuk membantu Riana menangani kasusnya.

Sesuai janjinya, Diva datang menemui Riana, Kali ini dia membawa temannya.

" Kenalin, ini Rima. Pengacara juga." Diva mengenalkannya pada Riana.

" Ini teman yang kuceritakan. Riana." Kata Diva pada Rima.

Kedua wanita itu saling berjabat tangan.

" Kalian duduk dulu. Biar kupesan minuman." Kata Riana pada keduanya.

" Kalian mau apa?."

" Aku teh tawar." Sahut Rima.

" Samain aja denganmu." Kata Diva juga.

Riana menghubungi pelayan hotel memesan minuman untuk mereka.

" Sini!." Diva menarik Riana duduk disampingnya.

" Tadinya aku yang ingin mendampingimu tapi aku ingat Rima, dia sudah berpengalaman dalam kasus perceraian, terlebih kalau korbannya wanita yang diselingkuhi." Ujar Diva dengan senyum samar.

" Dia selalu memenangkan persidangan dalam memberi kliennya hak sebagai mantan istri yang terzalimi. Entah itu hak asuh maupun harta Gono gini."

" Kamu terlalu menyanjung. Aku hanya melakukan tugasku." Rima memberi senyum samar.

" Siapapun bagiku tidak masalah. Aku hanya ingin bercerai secara damai dengan Johan." Memandang kedua pengacara itu bergantian.

" Aku tidak punya anak jadi tidak perlu mengurus hak asuh." Ucap Riana.

" Mengenai harta Gono gini, kami baru saja melunasi rumah kami setahun lalu dan itu atas namaku. Mobilku saat ini, itu sebenarnya dibelikan Johan untukku sebelum kami menikah."

" Karena tidak ada kasus khusus, kurasa akan lebih mudah menanganinya."

Riana menggeleng, membantah pernyataan Rima.

" Johan sepertinya tidak ingin bercerai."

" Apa dia bertobat dan putus dari selingkuhannya?."

Selidik Diva.

"Tidak." Riana tertawa kecil getir.

" Terus apa maunya?."

" Poligami."

" Ha... ha... ha...!!!." Diva tertawa aneh sembari menepuk-nepuk dadanya.

" Aku mendengarnya saja benar-benar emosi." Ucapnya dengan geram.

" Disinilah keegoisan pria yang dibalut dengan alasan Sunnah." Rima mencibir.

" Padahal, rasul tidak pernah mencontohkan perpoligami di dahului dulu dengan perzinahan." Riana hanya bisa diam mendengar perkataan Rima. Dalam hatinya sangat membenarkan itu. Bagaimanapun, dia juga seorang muslimah yang tahu dan patuh akan aturan agamanya. Namun, dia tidak menerima perzinahan seperti Islam mengharamkan zina dan memasukkannya dalam dosa besar.

" Kenapa aku merasa dia terdengar mirip seseorang." Diva melihat kearah Rima yang mengecap minumannya.

" Jangan melihatku. Aku tahu yang kamu maksud si Albar, kan?."

" Bingo!."

" Siapa Albar?."

Riana agak penasaran arah pembicaraan dua orang di depannya ini.

" Dia mantan suamiku." Jawab Rima dengan canggung.

" Jadi...."

" Jadi, kalian ini teman senasib beda cerita." Sahut Diva cepat.

" Karena itu juga dia sangat ahli mengurus perkara perceraian terutama yang diselingkuhi atau mendapat Kdrt."

" Aku tidak selama membela wanita karena tidak selamanya dalam perceraian, wanita menjadi korban. Banyak kasus juga dimana seorang istri dan ibu yang menelantarkan suami dan anaknya demi pria lain."

" Aku mengerti kenapa Diva sangat merekomendasikanmu." Kata Riana menggoda sahabatnya.

" Itu juga karena dialah pemilik hotel ini."

Kali ini Riana membelalakkan matanya.

" Apa ini kakak ipar?." Diva mengangguk.

" Huss... sembarangan aja, ini milik kakakmu." Ujar Rima cepat.

" Aku emang udah jadi menantu keluarga Himawan. Hanya sebatas itu, jangan bicara yang tidak-tidak, nanti disalahartikan."

" Siapa yang berani?." Kata Diva percaya diri.

" Eh .. aku harus balik kantor, nih. Ada klien menungguku." ujar Diva.

" Pernikahan pertamaku jalan tujuh tahun sebelum dia bertemu wanita idaman lain di luar. Tadinya dengan alasan tidak punya anak, jadi dia mau poligami itu juga karena ketahuan aja." Rima mulai bercerita setelah kepergian Diva.

" Kukatakan kalau aku sedang hamil dan tak ingin dia nikah lagi. Tetap aja ngotot. Aku milih mundur dan minta cerai, awalnya dia tidak setuju, butuh beberapa bulan sebelum dia sepakat bercerai."

" Dia akhirnya setuju cerai, berarti sejak awal dia tidak benar-benar serius bertahan."

Rima hanya tertawa kecil.

" Apa kamu berpikir Johan juga begitu?."

" Harus begitu, kan?."

" Mungkin, mereka masih memiliki sedikit ketulusan." Rima menyesap minumannya.

" Tapi, aku menggunakan selingkuhan untuk menceraikanku."

Rima melihat kebingungan Dimata Riana.

" Aku memanas - manasinya." Bisik Rima.

" Keegoisan terbesar wanita, tidak ingin berbagi hal yang berarti dalam hidupnya, terlebih prianya. Karena kita sama-sama wanita, tentu titik lemah kita pada dasarnya sama, kan?."

Riana mengangguk, antara paham dan tidak maksud Rima.

" Ini hampir jam makan siang." Rima melihat jam digital di meja kecil.

" Jangan makan di hotel lagi. Mari keluar mencari suasana baru."

" Apa kakak ipar tidak mencarimu?."

Rima menggeleng." Seseorang sedang mengganggunya sekarang."

" Siapa? apakah....

" Jangan berpikir yang tidak-tidak." Dia tertawa kecil .

Rima tahu kalau Diva akan makan siang bersama kakaknya. Tentu untuk bekerja sama dengan pria itu."

" Walaupun suamiku saat ini sangat kikuk dan pendiam, cintanya sangat hangat." Rima memuji suaminya tanpa sungkan

. " Selain itu aku memiliki pengawas yang jauh lebih ketat dan ganas sekarang. Suamiku tidak berani melanggarnya." Senyum Rima mengembang sepanjang waktu. Rima mengingat wajah cemberut Diva bila ada rumor beredar di sekitar kakaknya. Sebagai pengusaha muda yang menjanjikan, tidak dapat dihindari gesekan ambigu yang dilakukan beberapa orang dengan sengaja untuk menangkap dan memenangkannya. Namun, keluarga suaminya telah dilatih dan dikembangkan sangat ketat oleh orangtua yang memiliki rasa cinta sejati untuk berbaur dalam lingkungan abu-abu seperti itu.

" Sekarang kamu sudah punya istri, jangan sampai ada perselingkuhan walaupun itu hanya rumor." Rima mendengar omelan ibu mertuanya saat itu.

Sebuah pernyataan dari seorang ibu yang menempatkan dirinya pada posisi sang menantu.