Ini hari libur, namun Johan telah berada di lobi hotel sepanjang hari. Dia mengamati siapapun yang lalu lalang sampai menangkap sosok yang telah dicarinya. Riana mengenakan setelan santai. Hanya kaos dan rok selutut. Sepatu kets menyempurnakan penampilan mudanya. Sangat jarang dia melihat istrinya berpakaian seperti ini. Johan tahu, dia sangat menyukai Riana dalam outfit ini. Hanya saja, dia agak tidak rela melihat banyak pria mencuri pandang ke arah istrinya.
" Riana, kamu disini." Johan cepat menghampiri wanita itu yang jelas kaget melihat kehadirannya.
Johan mengerahkan semua upaya dan sumberdayanya untuk melacak keberadaan sang istri. Akhirnya kerja kerasnya membuahkan hasil.
" Aku stress dirumah melihat pengkhianat." Sembur Riana ketus.
" Riana, mari kita bicara." Johan memelas.
" Bicara apalagi? mau membicarakan gaya yang kalian pakai di ranjang?." Tanya Riana denga sarkas.
" Riana..." Johan menekan suaranya.
Riana menghempaskan napas yang menyesakkannya.
" Baiklah, mari kita bicara." Riana mengalah. Kemarin dia mendapat pencerahan dari Rima. Mengalah untuk menang. Dia tetap akan menceraikan Johan, namun dia tidak bisa melakukannya dengan paksa. Johan orang yang keras hati dan keras kepala, sekali dia memutuskan seperti itu, dia tidak bergeming pada keputusannya. Lagipula, merekalah, Johan dan Wena yang berkhianat dan bersalah padanya. Kenapa tidak membiarkan mereka memberinya kompensasi.
" Kembali ke rumah dulu." Suara Johan melunak. Dia harus memahami kenapa istrinya berada di hotel, itu untuk menenangkan pikiran. Dia sudah menyelidikinya, tidak pernah ada pria yang memasuki kamar Riana. Johan selalu tahu kalau istrinya wanita yang menjunjung tinggi martabat dan kehormatannya. Alasan itu juga yang membuatnya sangat menghargai dan mencintai wanita ini dan tidak ingin menceraikannya. Tidak mudah dizaman ini mendapat wanita yang menjaga dirinya dari pergaulan bebas.
Meski dia tergoda oleh Wena, itu hanya untuk kesenangan, di hatinya dia menyimpan Riana dengan baik. Dia hanya akan menduduki tempat sebagai istri sah atau istri pertama yang terhormat. Untuk Wena, mungkin dia akan menjadi istri siri atau istri muda yang dimainkan.
Keduanya kembali ke rumah dengan harmonis.
Johan berperilaku baik, dia memanggang kue kesukaan istrinya, brownies coklat yang manis. Riana selalu menyukai kue, terutama berbahan coklat.
" Riana, aku benar-benar ingin kamu memahami sedikit saja dan membiarkanku menikahi Wena. Aku tidak akan menganiaya kamu. Aku akan adil." Johan menyeret kursi, duduk di dekat Riana yang acuh menikmati kuenya.
" Kompensasi apa yang akan kamu berikan padaku?." Riana melirik pria yang telah menjadi suaminya selama lima tahun, belum terlalu lama namun hatinya telah goyah. Riana merasakan muak dalam hatinya.
" Apapun yang kamu inginkan." Johan memberinya senyum.
" Kamu terlihat sangat murah hati dan mau melakukan apa saja demi menikah dengannya." Riana mencibir. Hatinya terlilit kecemburuan.
" Bukan begitu, jangan salah paham." Johan cepat menyela. Dia tidak bisa membuat Riana berpikir tentang niatnya.
" Riana, kamu harus tahu, aku sangat mencintaimu. Aku tidak ingin cerai karena tidak bisa tanpamu. Dia hanya akan menjadi pendukung karirku." Johan membujuk.
Kalau Riana menuruti amarah yang meledak dalam dirinya, dia akan menampar Johan dan mencaci makinya. Setelah berzina berkali-kali, pria otak kotor ini masih berani bicara cinta padanya. Dia mual dan jijik mendengarnya. Setiap kata yang didengar seakan membuatnya tuli. Namun, dia harus tenang. Dia akan bersandiwara sampai rencana terwujud.
" Mahar apa yang kamu berikan padanya?."
" Ah ... itu, aku belum Memikirkannya."
Riana berkata dengan acuh.
" Saat kamu berencana menikahinya, kamu harusnya sudah menyiapkan konsep pernikahan kalian."
" Belum berpikir sampai disitu. Kalau kamu tidak mengatakan ini, aku juga lupa."
Riana mencibir. Dia tidak percaya, mereka belum mendiskusikan pernikahann mereka sebelum dia meminta ijinnya. Pada kenyataannya, Johan dan Wena memang belum mendiskusikan tentang pernikahan secara detail. Lebih tepatnya, sebelum ketahuan, Johan tidak berpikir untuk menikahi Wena dan tidak perna mengira kalau permintaan agresif Riana untuk bercerai memicu sikap agresif Wena untuk dinikahi. Sedang, promosi jabatan makin dekat. Dia hanya bisa mengambil jalan tengah, membujuk Riana untuk dimadu dan melakukan pernikahan sederhana untuk Wena.
Johan tidak tahu kalau keputusannya itu paling menyakiti Riana.
" Mahar untuk Wena, aku juga ingin. Anggap itu kompesasiku."
" Tentu." Jawab Johan. Riana tidak menyembunyikan tatapan menghinanya yang membuat Johan salah tingkah.
" Aku tidak mau dia menginjakkan kaki di rumah ini, sebelum dan sesudah kalian menikah. Terserah kalian mau berbuat apa, jangan di rumah ini dan jangan memberi tahuku. Aku tidak mau tahu urusan kalian."
Johan mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Riana dengan perasaan campur aduk. Wanitanya mulai mengasingkan dirinya.
" Aku akan lebih banyak menghabiskan waktu denganmu." Johan berjanji.
" Hhe...!." Riana mendengus sinis." Jangan menjanjikan sesuatu yang tidak bisa kamu tepati."
" Aku...."
" Wena..." Riana cepat memotong ucapan Johan.
" Anak orang kaya, bukan? dia mau melakukan apa saja untuk bersamamu?." Johan tidak menjawab.
" Bukankah dia juga harus memberiku kompensasi? dia mengambil suamiku dan aku murah hati memberikannya untuknya. Dia harus tahu balas Budi, dong." Riana bicara blak-blakan sekarang. Dia tidak ingin menahan diri lagi. Suaminya pria murahan dan selingkuhnya wanita gatal. Pasangan serasi. Lalu, jual saja suami brengsek seperti ini kebetulan ada wanita gatal yang mau membelinya.
Johan merasa kalau perkataan Riana ini tidak benar, entah dimana, namun dia tidak membantah.
" Suruh dia memberiku sejumlah uang, kurasa itu tidak ada artinya baginya."
Johan tahu, Riana bukanlah wanita matre. Permintaannya ini mungkin bentuk pelampiasan atas kemarahannya. Johan juga merasa itu ada benarnya. Dia dan Wena bersalah pada istrinya ini, memberinya kompensasi adalah benar.
" Setelah kalian menikah, aku akan punya banyak waktu luang karena tidak mengurusmu 24 jam, 30 hari dalam sebulan. Aku akan membuat beberapa usaha kecil untuk aku kelolah, dan kafe yang dikelolah oleh adikmu akan kuambil alih agar aku sibuk dan tidak punya waktu bersedih dikhianati suami."
Johan menelaah satu persatu permintaan Riana.
" Kamu mengurusnya dan jangan sampai dia membuat keributan di kafe. Kamu tahu akibatnya kalau dia membuat masalah."
Adik Johan sangat egois, saat Riana dan Johan menikah, dia selalu minta bantuan ekonomi pada Riana sampai Johan membuat kafe dan untuk dia kelolah dengan syarat, laba harus mereka bagi dua. Riana tahu, gadis licik itu telah mengkorupsi penghasilan kafe, tapi dia tidak terlalu peduli selain itu juga masih adik Johan walaupun hanya dari garis ibu.
Dengan berbagai kata manis dan janji, Johan berhasil membuat Wena mengeluarkan kartu kreditnya dan membuat kafe baru untuk adiknya sehingga kafe lama diberikan untuk Riana tanpa kendala. Kartu kredit itu juga diserahkan pada Riana tanpa curiga dan beban.