Chereads / Dicerai, aku jadi ipar si Pelakor / Chapter 4 - Support Sahabat

Chapter 4 - Support Sahabat

Kita ini sahabat sejak sekolah, kalau kamu ada masalah, kenapa kamu nggak cerita ke kita-kita?."

Diva menggenggam tangan Riana meyakinkan.

" Iya, meski mungkin kita tidak membantu banyak, setidaknya kamu berbagi beban batin." Sambung Luna juga.

Di masa SMA-nya, Riana dikenal sebagai F4, friends four. Empat sahabat sejati yang tak terpisahkan. Itu terbukti, meski telah memiliki kehidupan masing-masing sekarang, ke empatnya masih terhubung satu sama lainnya.

Luna yang kebetulan menjadi sepupu iparnya. Dia saat ini menjadi Wartawan.

Diva anak seorang jaksa, dia sendiri menjadi pengacara hebat sekarang.

Yunfa, menikah dan tinggal di Singapore.

Riana mengangguk. Dia benar-benar lupa tentang mereka. Kalau saja dia menghubungi mereka saja tanpa harus menemui ibunya, dia tidak perlu diingatkan tentang pernikahannya dengan Johan yang menohok ulu hati.

" Johan selingkuh." Riana akhirnya memuntahkan kemelut hatinya.

" Wanita itu bernama Wena, teman sekantornya. Dia memiliki posisi tinggi di perusahaan Johan dan memiliki kerabat dengan CEO juga. Dia menjanjikan jenjang karir untuk Johan kalau mereka bersama." Kedua sahabatnya mendengar dengan seksama.

" Mereka sudah jalan selama enam bulan dan tidur bersama."

Riana tidak menahannya, dia menangis dan tergugu pilu.

" Aku nggak nyangka kesetiaan mas Johan serapuh itu. Pernikahan kami baru lima tahun, namun dia sudah berkhianat. Aku selalu mempercayainya, melayaninya, menempatkan segalanya diatas kepentingannya.

Luna mengusap punggung Riana.

" Aku tidak tahu salahku dimana?, kurangku dimana?."

" Aisshh..... semua orang punya kekurangan, dia juga. Tapi kamu tidak menuntut apapun darinya. Itu artinya, memang dia yang tak bisa menjaga hati." Hibur Diva.

" Benar!." Luna menimpali. " Tidak bisa menjaga hati, mata dan kelaminnya."

" Ihh.... kamu ini." Diva membelalakkan matanya kearah Luna agar tidak sembarangan bicara.

" Kamu benar, dia tidak bisa menjaga kelaminnya. Selama beberapa bulan ini, aku telah berbagi kotoran dengan mereka. Menjijikkan!!."Sahut Riana.

" Jangan dengerin Luna. Dia mah dari dulu gitu, suka asal ngomong." Ujar Diva lagi.

" Ihh... orang aku benar, kok." Bantah Luna. " Satunya murahan yang lainnya gampangan. Kloplah mereka tuh. Dua -dua enggak ada harga diri. Murahan!. "

" Terima kasi kalian sudah datang." Riana memaksakan senyumnya.

" Biasa aja." Luna mengerling." Emang udah seharusnya saling support dong. Kita kan, best Friends forever!." Seru Luna tersenyum cerah tak lupa berpose dengan dua jari, peace.

" Eh... ingat umur, Bu. Anda udah bukan ABG lagi. Sok-sokan Best Friends forever." Tegur Diva.

" Eehhh... jangan salah, ya. Umur boleh tua tapi jiwa masih muda. Iya, kan, RI?." Luna mencari dukungan dari Riana.

" Tua mah tua aja. Nggak usah pake pembelaan jiwa muda." Diva mencibir.

" Gini nih, kalau kerjaannya tiap hari ketemu orang-orang bermasalah Mulu. Otak juga ikut tua." Balas Luna sembari meledek.

" Yee ... daripada kamu tiap hari kelayapan ngurusin gosip artis nggak jelas."

" Sorry ya. Aku udah lama pindah kebagian ekonomi dan politik."

" Yunfa nelpon, nih." Celetuk Riana menghentikan kedua sahabatnya dari aksi saling ledek.

Dilayar, terlihat wanita berambut sebahu melambai.

" Apa kabar kalian?." Sapanya dengan senyum lebar.

" Baik." Jawab Diva.

" Setidaknya, kami semua masih hidup." Balas Luna.

"Jangan berantem terus kalian, itu hanya akan bikin Riana makin pusing."

Riana bisa menebak kalau Yunfa sudah tahu masalahnya.

" Ri, jangan terlalu sedih. Tenangkan pikiranmu, timbang baik buruknya sebelum mengambil keputusan." Nasehatnya pada Riana.

" Apapun keputusan kamu nantinya, kami akan selalu support."

"Iya, nih. Kayaknya, Riana butuh pelesiran buat nenangin pikirannya. Kali aja ada promo gratis di kapal pesiar." Ujar Luna menggoda Yunfa yang suaminya memiliki bisnis kapal pesiar.

" Kenapa tunggu promo, aku bisa atur. Kapan dia mau pelesiran?." Ucap Yunfa serius

" Dua orang, ya?." Kata Luna terkikik.

" Kok dua orang?." Diva pura-pura tidak tahu maksud Luna.

" Satunya akulah."

" Kalau kamu mau ditraktir pelesiran, tunggu kamu sakit hati juga." Seloroh Yunfa.

" Gimana dia mau patah hati, pacar saja nggak punya apalagi suami." Diva meledek Luna lagi.

" Itu karena aku lagi nunggu calon suamiku berkarir dulu." Elak Luna.

Diva melempar Luna bantal.

" Siapa calon suamimu? jangan Ngadi-ngadi deh."

" Tampan dan energik, siapa lagi kalau bukan Suga."

" Suga siapa?." Diva melihat kearah Riana meminta petunjuk.

" Anggota BTS mungkin." Tebak Riana.

" Tuh, liat! Riana aja tahu, kamu nggak tahu apa-apa. Benar-benar terbelakang." Kata Luna penuh kemenangan.

" Sial! Beraninya kamu mengatakan aku terbelakang? Terbelakang apa maksudmu?." Diva mengejar Luna, ingin memukulnya. Luna cepat berkelit. Keduanya terlibat kejar-kejaran. Riana hanya menggeleng melihat tingkah polah dua sahabatnya. Yunfa di layar terlihat terkekeh menikmati pertunjukan mereka.

Riana merasa kalau kehadiran sahabat-sahabatnya sedikit mengurangi sakit hatinya. Bibirnya mulai tersenyum secara alami.

" Ri, kalau kamu mau menenangkan pikiran, hubungi aku saja. Entah kamu mau ikut di kapal pesiar suamiku atau tidak, tetap hubungi aku, ya."

Yunfa mewanti-wanti Riana.

" Aku akan mengatur perjalanan untukmu."

" Bagaimana denganku?." Luna kembali menawarkan diri.

" Ikutkan dia juga, Yun. Kali aja dia dapat ketemu jodoh di sana." Seloroh Diva.

" Tidak masalah, selama tidak mengganggu pekerjaannya." Kata Yunfa.

" Tidak apa-apa. Dia ini cuma wartawan yang suka bikin rumor sendiri apalagi kalau itu tentang artis."

" Lihat!." Luna mengadu lagi pada Riana.

" Mereka selalu membully-ku. Dari sekolah sampai sekarang kayak gini."

" Kami ini mengatakan yang sebenarnya, ya."

Perlahan, Riana mulai ikut berkelakar menimpali percakapan sahabatnya.

" Aku pulang, dulu." Melihat jam yang melingkar di tangannya, Diva pamit.

" Masih ada yang harus saya lakukan." Katanya lagi.

" Kalau kamu masih betah dan enggan pulang, kamu bisa menggunakan kamar ini." Pesan Diva sebelum pergi.

" Aku sudah bicara dengan manajernya."

" Enak ya, punya Abang pengusaha." Kata Luna. " Nanti kalau aku nikah, hotelnya bisa gratis nggak kalau bulan madu?." Dia mengerling genit.

" Ngomongin bulan madu. Nyari calon dulu, keburu tua." Diva malah meledeknya.

" Sudah, sana pulang!." Luna menyeret Diva keluar.

" Tinggal disini cuma bikin sakit kuping, kata-katamu nggak ada yang enak didengar."

" Aku baru lihat, adik pemilik hotel diseret tamu." Ucap Riana.

" Mana tamu gratis lagi." Sungut Diva menimpali.

" Beginilah dunia. siapa yang kuat dia berkuasa." Balas Luna sok puitis. Diva tak menyahut, hanya memukul kepala Luna dengan tas jinjing yang dibawahnya sebelum mengambil langkah seribu.

Yang mereka tidak tahu, saat Diva meninggalkan mereka, dia menelpon seseorang untuk menyelidiki Wena.

Kata orang bijak, kenali dirimu kemudian kenali musuhmu sebelum berperang dan akan mudah metaih kemenangan.

Wanita ini telah berani menjadi duri dalam daging di rumah tangga sahabatnya yang artinya dia berani melanggar batasnya. Kesedihan Riana akan menjadi sedihnya juga. Musuh Riana akan menjadi musuh dia juga.

Setelah mengetahui pelakor ini, dia akan memikirkan cara untuk menghadapinymenghadapinya.