Kenapa Ghania dibuat sekaget ini?
Dia menarik nafasnya, lagi-lagi menyentuh kedua tangannya untuk mencari ketenangan. Dan malah mendapati tangannya yang mulai berkeringat.
Kenapa dia datang ke acara ini?
Di saat dia sendiri tidak pernah pergi ke pesta, lebih spesifik lagi pesta dari bangsawan kelas atas sekelas Adinata.
Ghania menghembuskan nafasnya keras-keras. Berakhir berdiri menunggu di pojok dinding, tepat di samping pintu utama lobby mansion besar Adinata.
Ramai, berisik dan terlalu padat.
Matanya sakit, sampai berair dan harus dia gosok beberapa kali. Ternyata kata sang supir itu kenyataan. Bahwa semua bangsawan pada dasarnya ingin mencolok. Dan kehadirannya yang memakai terusan putih polos membuatnya tidak dihiraukan sama sekali.
Ah atau... tidak.
Matanya bisa mendapati seorang perempuan dengan leather jacket hitam dengan midi dress putih, rambut pendek peraknya cocok dengan wajahnya yang... tampan.
Serius.
Ghania tidak bisa menentukan dia cantik atau tampan. Wajahnya seperti tergabung. Didukung dengan model rambutnya juga.
Seakan sadar diperhatikan, dia menoleh. Tepat. Mereka bertatapan sebelum dia tersenyum, mendekat.
"Eh? He?" Gadis itu mencicit dengan kalimat berantakan.
Bertanya pada diri sendiri, panik bermain dengan tangannya lalu membenarkan posisi berdirinya beberapa kali.
"Hai!" Sapanya tersenyum, sudah berada tepat di hadapan Ghania.
"Ah, hai?" jawab Ghania tersenyum kaku, memegang bahunya bingung.
"Kakak sangat penurut," celetuknya sambil berbalik, berdiri di samping Ghania menatap ke lantai atas.
"Hm?"
"Aku Wendy. Aku juga diundang dengan dress code putih oleh Kak Rinjani! Tapi dia sendiri belum keluar dari kamarnya dan memulai pesta ini..."
"A... Hai, Wendy. Aku Ghania. Apa kamu juga datang sendiri?"
Dia mengangguk semangat, "ya. Itu sebabnya aku memakai jaket, hihihi. Apa kakak berasal dari daerah Dukedom Gen?"
"Iya? Bagaimana... kamu bisa tahu?"
"Entahlah. Aku hanya merasakan keterikatan kita. Aku juga berasal dari sana loh! Kalau seandainya kita bertemu lagi, aku akan memberitahu asal keluargaku. Bagaimana?"
Ghania mengangguk sambil tersenyum. Kali ini merasa tenang.
Mungkin karena pembawaan ceria dari perempuan itu. Suaranya renyah dan sangat cocok untuk wajahnya.
"Duchess dari Sejuta Kehidupan, Adinata, memasuki ruangan!"
Kehadiran wanita pemilik pesta membuat suasana makin riuh, sebagai tanda bahwa pesta akhirnya dimulai.
Dan Ghania tidak bisa menahan dirinya sendiri dari menanyakan maksud sang Duchess mengundang mereka berdua.
Matanya bisa melihat sang Duchess menyapa para bangsawan, yang lucunya tadi membicarakan sang Duchess, kini mereka tengah fokus menjilat wanita muda itu.
Setelan yang sang Duchess pakai adalah dress Putih. Dress putih itu punya model tanpa lengan sedada, dan ditimpa lagi dengan jubah putih tersampir di bahunya dengan sebuah tali panjang di depan leher.
Itu terlihat sangat flamboyan alih-alih tenggelam di antara lautan bangsawan dengan pakaian dengan warna mencolok.
Ghania juga menemukan seorang perempuan, rambut hitam panjangnya mengingatkannya kepada keluarga Duke, dia memakai dress silky putih sambil menyapa beberapa bangsawan yang terlihat jelas segan.
"Itu Putri Helena."
Ghania membelalak. Tidak percaya bahwa matanya melihat langsung seorang putri yang memimpin wilayah Tonoku.
"Ah, jadi kakak baru pertama kali lihat ya? Santai saja. Mereka akan menghampiri kita sebentar lagi, jadi persiapkan diri kakak."
Benar apa kata Wendy. Beberapa menit setelah Ghania dengan panik mengambil jus yang ada di nampan, dua orang itu sudah ada di hadapan keduanya.
"Lain kali jangan mengambil sembarang minum di pesta," cicit Wendy memberi tahu Ghania yang langsung dia angguki saja.
Habisnya dia panik.
Keduanya sama-sama membungkuk, menyapa dua orang penting kerajaan itu.
"Kalian datang dengan dresscode yang tepat. Hel, apa Miselia sudah menghubungi?" Wanita di samping Rinjanji mengangguk.
"he?" cicitnya tidak mengerti kenapa dua orang di hadapannya terlihat dekat dan sangat santai.
"Wendy, arahkan Ghania menuju ke hotelku. Miselia berada di sana. Jangan lupakan untuk memberikan barang yang dia minta kemarin."
Lalu, Ghania dibuat kaget lagi dengan Wendy yang terlihat akrab dengan sang Putri yang kini menarik resleting jacket hitam milik gadis itu yang hanya mengangguk patuh.
"Mana mungkin aku melupakan tas mahalnya? Aku bisa-bisa pulang tersisa badan," sahut Wendy dengan serius memegang tangan Ghania yang makin kaget.
"Bagus kalau kamu mengerti. Kami akan menghandle ini."
Apa yang tengah mereka bicarakan sih?
Ghania yang masih bingung dibawa keluar oleh Wendy, di sana ternyata sudah ada mobil hitam yang menunggu mereka.
"Bawa ke hotel milik Putri Helena. Kami akan check in."
Sang supir menyalakan mesin dan menuju tempat yang ternyata terlihat tidak terlalu jauh dari tempat pesta.
"Apa tuan sudah tahu?" Pertanyaan itu terdengar seperti basa-basi di telinga Ghania.
Tapi dia juga penasaran Tuan yang mana yang supir itu masuk. Dia juga belum tahu asal keluarga perempuan di sampingnya itu.
"Kakak tidak perlu tahu ini," kilah Wendy. Perempuan itu membuang muka, mencicit kecil mengatakan sesuatu yang tidak bisa Ghania dengan jelas.
"... kakak juga tidak peduli."
Di dalam perjalanan. Ghania memutar memori tadi pagi. Saat dia pergi ke club Voli Rajawali. Di hari biasa mereka latihan.
"Maaf. Tapi, aku akan keluar dari club!" Tegasnya membungkuk penuh hormat pada pelatih dan manager sebelumnya.
"Eh, kenapa?" tanya Cordelia.
Semua langsung menatap gadis itu dengan aneh.
Sosok Ghania yang selalu malu-malu sudah hilang beberapa bulan yang lalu, digantikan sosok Ghania yang penuh semangat dan bisa diandalkan. Ghania juga manis dan ternyata sangat baik dalam memimpin.
Lalu....
"Kenapa kamu mau keluar?"
Rambut hitamnya terlihat memanjang. Berbeda dengan rambut blonde Ghania yang tidak pernah terlihat menyentuh bahu atau lewat dari bawah telinganya.
Mata Ghania menghindari mereka, tangannya saling menyentuh sambil menarik nafas beberapa kali.
"Aku hanya tidak bisa lagi melakukan ini."
"Tentu ada alasan yang lebih spesifik dari ini, kan?"
Pemain dengan rambut hitam panjang itu selalu saja begitu. Berkata dengan blak-blakan dan tanpa saring. Tapi... Ghania pikir, dia keren bisa dengan leluasa mengatakan apa yang dia pikirkan.
"Memangnya kami ada salah ya, Nin? Apa jangan-jangan Pak Ayub negur kami lewat lo?" tanya pemain lain, dia punya tubuh lebih kecil dari pemain lain.
Posisinya Libero. Keras kepala tapi penuh semangat.
Yang pasti...
Ghania menghindari menatapnya.
"Nathan. Sudah... Calvin juga. Kita nggak bisa nahan Ghania kalau dia memang sudah tidak be—"
"Ma—maafkan aku! Sebenarnya..."
"Apa ada penggemar si diktator ini yang gangguin elo?"
Sambaran pertanyaan Kei seakan tepat sasaran. Membuat semua perhatian teralihkan pada si rambut hitam.
Ghania tidak berani mengangkat wajahnya.
Sebenarnya ini tidak ada hubungannya dengan anak voli putra Rajawali. Ini... cuman karena dia adalah si burung Kenari dan...
"ASTAGA GHANING! Sudah kami duga sebenarnya, makanya kamu juga kalau ada yang nggak beres jangan dipendam sendiri...."
Kali ini dia dimarahi oleh kakak kelasnya yang sudah lulus, perempuan yang dikatakan sebagai Ratu kecantikan seangkatan.
Cordelia.
Yah.
Dia pantas sih mendapatkannya.
Ghania tersenyum, rasanya menghangat untuk berpikir kalau ternyata club itu menerimanya.
"... Lo terus-terusan sok kuat, Wening."
"Berhentilah mengganggu Ghania dengan ekspresi menyeramkanmu, Calvin!"