Pagi hari itu di Lobby hotel tempat pak Herdi bekerja sebagai F&B Manager, kondisi tampak agak tegang.
"Pak Herdi, apa yang telah terjadi?" tanya pak Benny sambil mengerutkan dahi.
Lalu...
"Saya sudah bilang, kalian ke sana... keluar, kenapa ikutan duduk di sini!" ucap pak Benny melotot pada Fiko dan Robi.
"Maaf pak Benny, saya yang meminta mereka ikut ke sini, perkenankan saya bercerita sebentar!" sela pak Herdi.
"Apa maksud pak Herdi meminta mereka ikut duduk di sini?" tanya pak Benny.
"Iya pak, ini saya mau jelaskan!" kata pak Herdi.
"Sebentar, sepertinya tentang mereka ini tidak penting. Saya mau tau, apa yang barusan menimpa pak Herdi, sehingga pak Herdi jadi seperti ini?" tanya pak Benny lagi sembari tunjuk kaki pak Herdi yang terbalut gypsum.
"Ini ada hubungannya dengan mereka ini pak, oleh karenanya saya minta mereka tetap di sini untuk dipahami pak Benny cerita sesungguhnya!" ungkap pak Herdi.
"Jadi benar kan sangkaku... mereka ini membawa masalah di perusahaanku. Dan bisa mungkin akan merusak usahaku di sini!" kata pak Benny sinis melirik Fiko.
"Sebentar pak!" kata pak Herdi.
Pak Benny menoleh pada pak Herdi, kemudian...
"Menurut pengamatan saya, Fiko tidak akan mungkin membawa masalah pak. Apalagi sampai merusak perusahaan bapak!" ungkap pak Herdi.
"Bagaimana mungkin pak Herdi bisa berkata seperti itu? Dasarnya apa?" pak Benny kerutkan dahi.
"Saya berkata begini, dasarnya adalah kenyataan yang saya lihat pak. Dan bapak perlu tahu, nyawa saya nyaris melayang karena berusaha melibatkan diri dalam kasus di'CANSEL nya Kontrak Job Fiko Band ini!" ungkap pak Herdi.
"Sebentar, pak Herdi mengaku melibatkan diri dalam kasus tersebut, dapat upah berapa dari mereka ini? Tinggal bilang saja gaji kerja di sini kurang... pasti saya naikkan pak!" pak Benny menatap sinis pada pak Herdi.
"Maaf pak, saya melakukan ini sama sekali tidak ada pamrih untuk upah, hal itu benar-benar tidak ada di pikiran saya pak. Mohon pak Benny mau mengerti, kaki saya retak bukan karena semata kecelakaan, namun juga demi pak Benny!" ungkap pak Herdi.
"Sejak kapan pak Herdi berani mengorbankan keselamatan sendiri demi saya!?" ujar pak Benny.
"Pak, tolong bersabar sedikit saja, saya ingin menjabarkan sesuatu di balik Cansel Kontrak Job mereka ini!" sela pak Herdi.
"Apa yang diketahui pak Herdi?" kata pak Benny agak pelan.
"Coba pak Benny analisa dengan logika, mungkinkah seseorang akan berhasil mengacaukan perusahaan pak Benny yang sudah besar dan sudah berdiri bertahun-tahun ini hanya karena pak Benny tidak mengabulkan permintaan untuk meng'CANSEL Kontrak Job group musik?" ujar pak Herdi.
"Saya meyakini... justru pak Benny mengalami kerugian besar saat mengabulkan permintaan orang tersebut!" ujar pak Herdi lagi.
"Kenapa malah saya yang akan mengalami kerugian?" tanya pak Benny.
"PERTAMA... karena pak Benny belum mengenal orang itu, bahkan ketemu pun juga belum pernah. Setidaknya pak menimbang lebih dulu, kalau dia itu orang baik-baik harusnya menemui pak Benny, bukan lewat telephone seperti itu!" ungkap pak Herdi.
"Mmm, itu bisa juga!" sahut pak Benny.
"Dan seandainya itu diperkarakan atau dilaporkan, itu bisa masuk pasal ancaman, dan kalau terjadi sesuatu yang buruk, itu bisa kena pasal tindakan kriminal yang direncana!" ujar pak Herdi.
"Iya, betul. Lantas...!" kata-kata pak Benny terpotong...
"Yang ke-DUA... pak Benny melakukan Cansel Kontrak Job disertai ancaman. Padahal beberapa Pasal Perjanjian yang ada pada Agreement itu dilindungi hukum, dan pasal-pasal itu akan menjerat pak Steven ke sanksi hukum, karena beliau yang tanda tangan di Surat tersebut!" ujar pak Herdi.
"Bagaimana bisa pak Steven terjerat?" kata pak Benny.
"Bila Fiko Band menuntut, hal itu bisa terjadi!" ujar pak Herdi.
"Dan yang TERAKHIR... bila pak Steven terjerat ke sanksi hukum, seandainya beliau keberatan, pasti beliau menuntut balik dan melaporkan bahwa pak Steven melakukannya oleh karena ada tekanan berbentuk ancaman dari pak Benny!" lanjut pak Herdi.
"Ehhhm, lantas bagaimana bila orang itu membuat kekacauan dalam perusahaan saya?" tanya pak Benny.
"Tidak mungkin itu bisa terjadi pak. Kecuali pak Benny diam dan menuruti permintaan dia!" kata pak Herdi.
"Saran saya, pak Benny segera melaporkan kejadian ini pada pihak berwajib sebelum ada tindakan dari pihak yang mengancam pak Benny!" kata pak Herdi lagi.
"Isi laporan?" tanya pak Benny.
"Laporkan saja, bahwa ada teror ancaman dari seseorang lewat telepone!" kata pak Herdi.
"Saya takut bila orang itu semakin beringas dalam meneror setelah saya melapor!" ucap pak Benny.
"Jangan terlalu takut pak, karena saya pastikan laporan tidak hanya dari pak Benny saja, sehingga memungkinkan pihak berwajib segera meringkusnya!" kata pak Herdi.
"Maksud pak Herdi bagaimana; TIDAK HANYA DARI SAYA saja?" tanya pak Benny.
"Karena saya juga akan laporkan atas ancaman terhadap keselamatan saya dan ibu saya!" sela Fiko.
"Perlu pak Benny tau juga, bahwa sedikit saja jari bergerak, nyawa saya pasti melayang... itu harus saya tuntut pak!" ungkap pak Herdi.
"Jari bergerak?!" pak Benny bingung.
"Betul, saya telah disandra, dan selama dalam penyandraan, ujung pistol menempel terus di leher saya, dalam waktu bersamaan tangan saya mengemudi mobil saya!" ungkap pak Herdi.
"Segitu parahkah?" kata pak Benny.
"Saya serius pak. Kaki saya jadi begini ini, adalah akibat usaha saya supaya bebas dari orang itu juga!" tambah pak Herdi.
"Jadi... pak Herdi sudah pernah ketemu orang itu?" tanya pak Benny.
"Baru sekali pak, tapi kemudian kaki saya begini. Menurutku kita tidak bisa berdiam lama, tapi harus segera memperkarakan ini, kita laporkan pada yang berwajib!" ujar pak Herdi.
"Betul, saya setuju saran pak Herdi, mumpung dia belum sehat!" celetuk Fiko.
"Emangnya dia belum sehat karena apa?" tanya pak Benny.
"Dia sekarang sedang terbaring di Rumah Sakit setelah kecelakaan bersama pak Herdi?" ungkap Fiko.
"Kecelakaan bersama pak Herdi?!" pak Benny terkejut.
"Yang dikatakan Fiko benar!" sahut pak Herdi.
"Bagaimana pak Herdi ceritanya?" tanya pak Benny.
Kemudian pak Herdi bercerita saat dia disandera oleh orang tersebut di jalan dalam mobilnya hingga berakhir di Rumah Sakit.
"Lalu bagaimana sekarang, apa kita melaporkan orang itu hari ini?!" kata pak Benny.
"Saya setuju, dan siap!" sahut Fiko
"Saya juga setuju!" kata pak Herdi kemudian.
*Sementara itu di tempat berbeda...
"Bu, bagaimana ini... kok bapak diam terus seperti ini?" kata Lera melihat bapaknya yang belum sadarkan diri setelah kecelakaan bersama pak Herdi.
"Kita jangan berhenti berdoa Nak, semoga bapakmu cepat pulih kesadarannya, dan kita bisa mengurus terkait kejadian itu, bila bapakmu sudah bisa bercerita!" ujar ibunya Lera.
"Iya bu. Tapi bu, di hari kecelakaan itu apakah bapak tidak berpamitan sama ibu?" tanya Lera.
"Tidak, bahkan saat keluar rumah pun ibu tidak tau. Ibu baru tau bahwa ternyata bapakmu di luar, ya saat ada telepon dari pihak Rumah Sakit itu. Jadi ibu sama sekali tidak tau bapakmu pergi dengan siapa!" kata ibu Lera.
"Satpam rumah bagaimana bu?" tanya Lera.
"Satpam rumah memang tau perginya. Saat dilihatnya bapak tidak bawa mobil, si Satpam juga tanya, tapi kata bapak nanti ketemu temannya di luar, begitu!" ungkap ibu Lera.
Sebentar kemudian seorang dokter yang menangani bapak Lera masuk, lalu...
"Bagaimana dok kondisi bapak saya ini, apakah bisa pulih?" tanya Lera pada sang dokter.
"Bapak akan bisa kembali pulih, tapi memang agak lama sadarnya, karena ada beberapa titik jaringan otak yang bermasalah akibat benturan yang cukup keras, terutama pada jaringan otak besar, dan pada bagian pengatur keseimbangan!" jelas sang dokter.
"Mbak dan ibu jangan terlalu panik, sebaiknya tetap tenang supaya bisa fokus berdoa, kami team dokter tetap akan berusaha semaksimal mungkin untuk menangani bapak ini!" tambah sang dokter.
*)bersambung ___