Hari sudah mulai menjelang siang. Beberapa menit yang lalu masih terdengar suara baku tembak antara bapak polisi dan bapaknya Lera.
Kini terlihat bapaknya Lera yang baku hantam dengan petugas polisi. Bapaknya Lera terlihat sangat lincah dalam beradu jotos, sehingga membuat petugas polisi agak kuwalahan meringkus.
"Dhaag...blug!" seorang Polisi berhasil dirobohkan dengan tendangan bapaknya Lera.
Setelah berhasil menendang seorang polisi hingga terjungkal, lalu...
"Plaaak... !" sebuah popor senapan laras panjang mengenai leher belakang bapaknya Lera...
Kemudian, dalam keadaan yang sedikit sempoyongan, bapaknya Lera terlihat masih berusaha memberikan serangan balasan.
Akan tetapi, bagaimanapun juga tangkasnya bapaknya Lera, karena kondisi dia yang barusan selesai sakit, serta jumlah polisi yang cukup kuat untuk mengepungnya, akhirnya berbalik kini bapaknya Lera yang kelabakan menghadapi serangan dari sekelilingnya.
"Hweeess!" pukulan bapaknya Lera melesat kuat dan cepat, namun sayang tidak mengenai sasaran, sehingga kemudian...
"Blaaahgg...!" serangan balik dari tendangan petugas polisi mengena, bapaknya Lera tersungkur dan berguling-guling di tanah.
Lalu bapaknya Lera segera berdiri lagi namun kemudian...
"Duaarrrr, duaaarr...!" dua tembakan dari polisi yang lain nyasar di paha dan betis bapaknya Lera.
Melihat bapaknya Lera tersungkur dan mengerang kesakitan sembari berusaha berdiri, seorang petugas polisi dengan sigapnya segera melompat, menyergap dan memborgol tangan bapaknya Lera.
Ibunya Lera datang dan langsung memegang lengan suaminya dan menarik serta berteriak keras:
"Lepaskan suamiku!"
"Maaf, kami harus membawanya ke kantor!" kata salah satu petugas sambil menyingkirkan ibunya Lera.
Tiga mobil polisi mulai bergerak menuju kantor dengan membawa serta bapaknya Lera.
Tangisan keras dari Lera dan ibunya pun terdengar di sana, namun tiada satupun orang yang berani datang mendekat. Banyak terlihat orang datang, namun hanya di luar pagar rumah sambil melihat dan saling berkata-kata satu sama lain.
Di saat yang sama, Fiko dan teman-teman groupnya sedang kumpul di rumah Ramli.
"Jadi bagaimana hasil pertemuan dengan pak Herdi tadi?" tanya salah satu teman Fiko.
"Job tetap diteruskan, namun diperbarui Kontraknya, di antaranya; Tanggal dimulainya awal bulan depan, dan tempatnya di hotel pak Herdi!" jawab Fiko.
"Ooh, begitu?!" sahut Ramli.
"Iya. Jadi akan dimulai bulan akan datang ini. Dan kemungkinan besar kita tidak lagi di Hotel pak Steven, tapi di hotel pak Herdi!" ungkap Fiko.
"Waah, pak Steven bisa kecewa dong!" sahut Ramli.
"Itu salah satu yang sedang dinegosiasi pak Herdi. Alasan pak Herdi Kontrak yang pertama dulu itu belum habis, lantas diminta pak Benny pindah kontrak di tempat pak Steven!" tambah Fiko kemudian.
"Tapi menurutku lebih enak dan nyaman di sini kok, kita tetap bisa pulang setiap hari, hehehe!" kata Robi tertawa.
"Iya!" kata Fiko dengan nada datar.
"Hehehe, kenapa Fiko mendadak lemas?!" canda Ramli.
"Aku mendadak kepikiran Lera si biang kerusuhan masal, hhhfff!" Fiko menghela nafas.
"Kalau aku, sudah tak buang orang kayak gitu. Tidak bisa dipelihara lama-lama lagi!" ucap Ramli gemas.
"Hmm hmm!" Fiko hanya diam tersenyum.
Kemudian...
"Udah aah, bicara yang lain saja lah!" ucap Fiko.
"Tapi Fiko... menurutku ada baiknya gak usah dihiraukan dulu dia sekitar waktu dekat-dekat ini, mengingat masalah yang dibawa bapaknya Lera sempat membuat hubungan kerja antara kita dan hotel nyaris putus!" ungkap Robi.
"Kan aku juga sudah tidak pernah ketemu lagi dengannya sejak kita terima Job di Hotel pak Herdi yang pertama dulu itu!" ujar Fiko.
Tidak lama setelah itu mereka bubar dan kembali pulang.
*Tiga hari berikutnya...
Seseorang datang ke rumah Fiko:
"Selamat pagi bu!" sapa seorang lelaki berseragam coklat pada ibu Fiko yang sedang menyapu halaman rumah.
"Iya, pagi pak. Cari siapa ya pak?" tanya ibu Fiko agak khawatir.
"Saya dari kejaksaan bu, cuma mau menyampaikan Surat ini buat mas Fiko!" ujar lelaki tersebut.
"Surat buat Fiko? Dari kejaksaan?" ibu Fiko mengerutkan dahi.
"Sebentar pak ya, saya panggil anak saya dulu!" kata ibu Fiko.
Kemudian...
"Fikooo!" teriak ibu Fiko memanggil anaknya.
Sebentar kemudian Fiko datang, dan...
"Ada apa ya bu?" tanya Fiko.
"Tolong jujur sama ibu... kamu punya masalah apa lagi sih?" tanya ibunya.
"Masalah apa sih bu? Gak ada masalah apa-apa tu?" jawab Fiko.
"Bapak ini datang untuk menyampaikan Surat dari Kejaksaan buat kamu. Lantas bagaimana mungkin bila kamu tidak ada masalah?!" kata ibunya Fiko.
"Jujur bu, Fiko tidak punya masalah apa-apa kok!" tegas Fiko dengan wajah sedih.
Di saat itu kemudian...
"Maaf bu, sebaiknya ibu terima Surat ini dulu, saya juga harus selesaikan kerjaan yang lain juga!" kata petugas kejaksaan.
Lalu ibunya Fiko terima Surat itu, dan langsung membukanya. Setelah membuka dan membaca...
"Hahh?!" sang ibu terkejut.
Lalu...
"Fiko, lihat! Surat ini berisi Panggilan buat kamu untuk hadir pada sidang besok pagi. Seperti ini kamu masih saja bilang tidak ada masalah?!" kata ibu Fiko.
"Fikooo!" sang ibu menangis sambil merangkul anaknya.
Terlihat Fiko juga ikut menangis haru bercampur bingung.
"Ada apa ya? Akan dihukumkah aku ini? Kesalahan apa yang aku perbuat? Atau jangan-jangan.... Lera membuat masalah lagi nih! Aku mendadak jadi membenci anak itu, benar kata temanku... orang seperti dia tidak usah dipelihara terlalu lama!" pikiran Fiko sudah melayang ke mana-mana.
Sebentar kemudian petugas kejaksaan berpamitan pulang. Terlihat juga ada petugas polisi yang mengawalnya.
Ketika orang tersebut sudah pergi bersama mobil dari kejaksaan, Fiko dan ibunya segera masuk rumah.
Oleh karena rasa khawatir ibu Fiko yang berlebihan, tampaknya di dalam rumah masih terdengar lagi perdebatan antara Fiko dan ibunya perihal Surat Panggilan Sidang tadi.
Esok paginya...
Fiko dengan ditemani ibunya berangkat ke pengadilan negeri, sekitar 15 menit perjalanan dengan angkutan umum.
Setibanya di dalam ruang sidang, Fiko sesaat sempat terkejut ketika melihat di Lera bersama ibunya sudah ada di dalam ruangan sidang.
Setelah beberapa saat, sidang pun dimulai. Pak Hakim meminta Lera duduk pada kursi yang tersedia di depan yang lurus berhadapan dengan pak Hakim.
Lalu...
"Firasatku sepertinya benar nih, Lera berulah lagi!" kata Fiko dalam hati.
*Sidang dimulai...
"Selamat pagi saudari Lera!" sapa pak Hakim.
"Selamat pagi pak Hakim!" balas Lera.
"Anda merasa sehat pagi ini?" pak Hakim.
"Iya pak, sehat!" jawab Lera agak gemetaran.
"Anda bisa lebih santai? Lebih tenang lagi! Supaya sidang berjalan lancar!" pak Hakim.
"Bisa pak!" jawab Lera.
"Baik. Bisa saya mulai ya?" pak Hakim.
Setelah beberapa pertanyaan dari pak Hakim terjawab, sidangpun dilanjut hingga pada...
Pak Hakim : "Apakah hubungan anda dan Fiko?"
Lera : "Teman sekolah pak!"
Pak Hakim : "Apakah di antara kalian berpacaran juga?"
Lera : "Iya pak!"
Pak Hakim : "Saudara Fiko, benarkah yang dikatakan Lera?"
Fiko : "Benar pak!"
Pak Hakim : "Lera... sejak kapan kalian berpacaran?"
Lera : "Mulai SMA Semester Akhir pak!"
Pak Hakim : "Apakah selama pacaran kalian sering ada masalah?"
Lera : "Tidak pernah pak!"
Pak Hakim : "Fiko... benarkah kalian tidak pernah ada masalah?"
Fiko : "Benar pak!"
Pak Hakim : "Baik, berarti di antara kalian cukup harmonis. Sekarang, Lera... Kalau kalian ada hubungan pacar, pasti ada hari-hari tertentu kalian ketemuan, atau biasanya yang laki apèl yang perempuan. Pertanyaan saya, Dalam satu bulan terakhir ini, berapa kali kalian bertemu dalam satu Minggu?"
Lera : "Selama satu bulan terakhir saya tidak pernah ketemuan!"
Pak Hakim : "Fiko... benarkah anda tidak pernah bertemu selama satu bulan terakhir?"
Fiko : "Benar pak!"
Pak Hakim : "Lera... selama tidak bertemu dengan Fiko, apakah anda tidak ingin mengetahui kabarnya?"
Lera : " Ingin pak, saya berulangkali telepone!"
Pak Hakim : " Apakah Fiko langsung angkat telepone dan jawab setiap kali anda menelpone?"
Lera : "Tidak pernah pak!"
Pak Hakim : " Apakah anda diam saja menunggu hingga Fiko menelponmu, ataukah anda marah ketika Fiko tidak menjawab telepone anda?"
Lera : " Saya diamkan saja pak!"
Pak Hakim : "Diam menunggu?"
Lera : "Iya!"
Pak Hakim : "Wuaoow, setia juga ya!"
*)bersambung___