Chereads / Cinta Sepanjang Tiga Masa / Chapter 44 - Cintanya Mengalir ke Meja Hijau

Chapter 44 - Cintanya Mengalir ke Meja Hijau

Pagi hari di Gedung Kehakiman masih berlanjut berlangsungnya sidang pengadilan kasus terkait bapaknya Lera.

Pak Hakim : "Bagaimana kondisi bapak saat ini, tidak sedang terganggu kesehatan bapak?"

Bapaknya Lera : "Sehat pak!"

Pak Hakim : "Siapa panggilan akrab bapak?"

Bapaknya Lera : "Pak Jona!"

Pak Hakim : "Saudara Jona... berapa lama anda mengenal Fiko?"

Pak Jona : "Sejak Lera kelas III!"

"Pak Hakim : "Bagaimana anda mengenal Fiko? Saat ngantar Lera ke sekolah, atau apa yang lain?"

Pak Jona : "Saat Fiko main ke rumah saya!"

Pak Hakim : "Seberapa sering Fiko main ke rumah anda?"

Pak Jona : "Saya tidak tau persis, karena saat ke rumah selalu saat saya masih di luar rumah!"

Pak Hakim : "Anda seorang wiraswasta?"

Pak Jona : "Hanya bila ingin ada kegiatan. Bila tidak ya di rumah saja!"

Pak Hakim : "Anda punya gaji pensiunan?"

Pak Jona : "Tidak!"

Pak Hakim : "Lalu, bagaimana anda memenuhi kebutuhan sehari-hari? Anda harus bayar pajak listrik, bayar SATPAM, bayar sekolah Lera, dan anda memiliki tiga mobil serta 2 motor... Dan keluarga anda setiap hari butuh makan. Dari mana biaya untuk itu semua?"

Pak Jona : "Kerja pak!"

Pak Hakim : "Anda tadi bilang kerja hanya kalau ingin ada kegiatan!"

Pak Hakim beserta Jaksa mengerutkan dahi.

Pak Hakim : "Saudara Jona... mohon anda bicara yang sesungguhnya demi lancarnya sidang ini?"

Pak Jona : "Iya pak!"

Pak Hakim : "Baik, saya ulangi. Dari mana anda bisa membayar semua kebutuhan itu?"

Pak Jona : "Dari Saldo Rekening saya di Bank!"

Pak Hakim : "Bagaimana mungkin anda memiliki Saldo Rekening, sementara anda bekerja dengan santai?"

Pak Jona : "Mmm, tabungan yang dulu-dulu pak!"

Pak Hakim : "Satu lagi. Saudara Jona... Dari mana anda memiliki pistol?"

Pak Jona : "Peninggalan orang tua!"

Pak Hakim : "Apakah orang tua anda masih ada?"

Pak Jona : "Sudah meninggal!"

Pak Hakim : "Saudara Jona, masih ingat... sudah berapa tahun orang tua anda meninggal?"

Pak Jona : "Dua puluh tujuh tahun silam!"

Pak Hakim : "Bagaimana mungkin saya percaya bahwa itu adalah barang peninggalan orang tua anda. Karena menurut catatan yang ada, pistol itu diproduksi enam tahun yang lalu oleh militer negara kita.

Selanjutnya...

Pak Hakim : "Apakah anda pensiunan polisi?"

Pak Jona : "Bukan pak, saya orang swasta!"

Pak Hakim : "Saudara Jona... dalam sidang ini, anda telah memberikan Dua Pernyataan palsu. Karena pernyataan itu terkait dengan senjata api yang anda larikan dari kedinasan polisi, maka untuk mempertanggung jawabkan sikap anda ini, sidang anda akan dimigrasi pada sidang militer!"

Setelah itu pak Hakim kètök palu, dan pak Jona langsung dibawa petugas yang sudah standby di sana.

Pak Jona masuk tahanan sementara, dan esoknya dibawa pihak kepolisian untuk diserahkan pada Pengadilan Militer.

Kemudian hari itu sidang untuk Lera dilanjut pada esok harinya.

Ketika Fiko sudah tiba di rumah...

"Kamu ini ada aja ceritanya... ibu ini sampai dheg-dheg'an dibuatnya!" ujar ibu Fiko tiba-tiba.

"Udahlah bu, gak usah terlalu banyak berpikir yang bukan-bukan. Percayalah, Fiko ini tidak pernah mengganggu orang lain. Jadi kalau nyatanya sampai terjadi seperti hari ini tadi, itu Fiko yang diganggu bu. Ibu bisa tanya pada teman-temanku, bagaimana saya kalau di luar rumah!" Fiko ngómèl.

"Iya, ibu percaya sama ksmu Nak. Ibu cuma bicara, bahwa ibu ini tadi dheg-dheg'an, karena memang tidak pernah mengalami di persidangan begitu!" ungkap ibu Fiko.

Tak lama kemudian...

"Thók thók thók!" seseorang mengetuk pintu depan.

"Aah, petugas mana lagi nih?!" canda Fiko.

"Huuuss, jangan berkata begitu... Ibu masih trauma!" sahut ibunya.

Lalu Fiko melihat ke ruang depan, lalu...

"Buuu, ternyata petugas panggung nih yang datang, hehehe!" teriak Fiko bercanda.

"Eeh, Robi... Ramli. Berdua saja nih?!" sapa ibunya Fiko.

"Iya bu. Tadinya mau ke sini sendirian. Di jalan ketemu Ramli dan menanyakan kabar Fiko... ya udah saya ajak sekalian!" ungkap Robi.

"Bagaimana Dik hasil sidang tadi pagi?" tanya Robi membuka obrolan.

Lalu Fiko bercerita mengenai prosesi sidang tadi pagi.

"Waah, wah, waaah, jadi... bapaknya Lera itu saat pensiun masih membawa senjata api to?!" tanya Ramli.

"Ternyata begitu!" sahut Fiko.

"Harusnya seorang Polisi maupun militer yang lain, saat pensiun itu semua senjata api yang dibawanya saat masih dinas dikembalikan lho!" ujar Robi.

"Iya, maka dari itu sidang untuk dia dimigrasi ke sidang militer!" kata Fiko.

"Mampuuus lah kamu penjahat tua!" ucap Ramli seraya memukulkan genggaman tangan nya ke telapak tangan satunya.

"Hehehe, kenapa kamu mendadak berapi-api begitu?!" kata Fiko.

"Kesel aku sama dia. Gara-gara dia JOB kita jadi kocar-kacir!" kata Ramli.

"Tapi dia sekarang kan sudah resmi jadi tahanan militer, gak usah merasa terlalu jengkel begitu, karena sudah pasti dia akan merasakan bagaimana tinggal di penjara!" besok disidang lagi.

"Lantas untuk Lera bagaiman?" tanya Ramli.

"Yang untuk Lera, sidang hari ini belum final. Besok akan dilanjutkan lagi!" jelas Fiko.

"Aku jadi pingin lihat jalannya sidang!" celetuk Robi.

"Boleh kok Rob. Ini kan sidang terbuka!" ucap Fiko.

"Ramli, besok kita lihat yuuk?!" ajak Robi.

"Ya, aku juga pingin lihat!" sahut Ramli.

Esok harinya...

Pagi-pagi tampak Fiko dan ibunya sudah bersiap-siap hendak berangkat ke tempat sidang.

"Bagaimana Fiko, sudah siap?" tanya ibu Fiko.

"Sudah bu. Yuuk kita berangkat!" kata Fiko.

Pagi itu Fiko maupun ibunya tampak lebih tenang dibanding saat ke persidangan yang pertama.

Setiba di depan gedung persidangan, Fiko melihat Robi dan Ramli sudah ada di sana.

Beberapa saat kemudian Fiko, ibunya, serta Robi dan Ramli menjalani cek oleh petugas penjaga pintu masuk ruang sidang. Semua barang bawaan termasuk pakaian yang sedang dikenakan mereka saat itu di'cek seluruhnya sebelum mereka memasuki ruang sidang.

Tak lama setelah mereka di dalam, persidangan pun sudah siap-siap dimulai. Hakim ketua serta Jaksa mulai menempati kursi masing-masing.

Pak Hakim : "Selamat pagi!"

Setelah itu prosesi sidang dimulai.

Pak Hakim meminta Lera duduk di depan. Kemudian beberapa pertanyaan diarahkan pada Lera.

Dan sekitar setengah jam berlangsung, satu pertanyaan dari Pak Hakim mem buat Lera kelabakan dan merasa terjebak.

Pak Hakim : "Lera, bagaimana bapak anda bisa tau bahwa Fiko sedang ada Kontrak Job dengan Hotel Ds, dan juga semua nama para pegawai penting di hotel tersebut, sekaligus Nomor telepone mereka anya dalam waktu yang sangat singkat?"

Lera : "Dari Fiko pak!"

Pak Hakim : "Lera kemarin bicara bahwa tidak pernah ketemu maupun telepone dengan Fiko. Jafi bagaimana mungkin anda bicara itu semua dari Fiko?!"

Lera : "Dari Hp'nya Fiko pak!"

Pak Hakim : "Bagaimana bisa dapat dari Hp'nya Fiko? Fiko saat itu kan di luar kota, sedangkan kamu tidak ada bersama Fiko!"

Lera : "Hp'nya kan dipaketkan kepada saya pak!"

Pak Hakim : "Mmm, begitu!"

Lalu...

Pak Hakim : "Saudara Fiko... benarkah Hp anda kirimkan pada Lera?"

Fiko : " Benar pak!"

Pak Hakim : " Kenapa anda kirimkan Hp anda? Bukankah Hp'mu juga berisi data-data penting pribadimu?!"

Fiko : "Saya saat itu tidakbmikir tentang data pribadi pak. Saya tersinggung dan sangat jengkel karena dia datang ke rumah saya, lalu marah-marah pada ibu saya, dan sempat ngungkit-ngungkit bahwa Hp itu pemberian dia!"

Pak Hakim : "Lera, benarkah Hp Fiko itu pemberian dari mu?"

Lera : "Benar pak!"

Pak Hakim : "Kenapa anda mengungkit hal itu pada ibunya?"

Lera : "Saya jengkel karena tidak mau telepone, dan kalau ditelpon tidak pernah diangkat!"

Terdengar seluruh audiens tertawa...

"Uuuuh....!"

Prosesi hari itu berjalan cukup lancar, dan di tengah-tengah jalannya persidangan ada satu hal yang mengejutkan Fiko dan temannya, saat Jaksa membacakan satu tuntutan lagi, bahwa Lera telah membayar seseorang untuk menganiaya Fiko.

Lebih terkejut lagi, ketika disebutkan pelaku bernama Agam.

Pak Hakim : "Saudari Lera... benarkah seorang yang bernama Agam melakukan penusukan terhadap Fiko adalah atas perintah anda?"

Sambil menangis Lera menjawab...

"Maaf pak... ituu.... (terhenti)

Pak Hakim : "Tolong bicara jangan sambil nangis. Lanjutkan... Itu apa?"

Lera : "Itu benar pak!"

"Huuuhh,... preman wanita!" Audiens menyoraki lagi.

*)bersambung___