Chereads / Cinta Sepanjang Tiga Masa / Chapter 33 - Sabotase Siasat

Chapter 33 - Sabotase Siasat

Saking kagètnya, pak Herdi keluar hanya diam sambil memandangi orang yang mencengkeram bajunya.

"Jangan main belakang ya! Mau buat rencana apa lagi kamu sekarang, hah!" orang tersebut membentak pak Herdi.

"Rupanya Fiko dan teman-temannya menyewa orang ini untuk menghakimi aku!" pikir pak Herdi dalam hati.

Pak Herdi berusaha kendalikan emosi dan tenangkan pikiran sesaat, dan kemudian:

"Maaf, anda ini siapa tiba-tiba kasar terhadap saya seperti ini? Lihat dan tanya dulu dong, bisa jadi anda salah orang!" ucap pak Herdi.

Lelaki tersebut tidak menggubris sama sekali ucapan pak Herdi, sedangkan tangannya masih tetap memegangi baju pak Herdi.

Sementara itu tangan satunya mengambil Hp di sakunya, dan melakukan panggilan, entah kepada siapa.

"Mau panggil siapa lagi orang ini! Bisa mampus aku bila dia panggil temannya untuk menghajarku di sini. Bagaimana juga bila ada karyawan hotel yang melihatku?!" pikiran pak Herdi gak karuan.

Beberapa saat kemudian...

"Thing thung thing thung!" suara Hp pak Herdi berdering.

"Angkat telepon mu!" bentak lelaki itu sembari lepaskan genggaman pada baju pak Herdi.

"Lihat, siapa itu yang hubungi kamu?!" kata lelaki itu lagi.

"Mana mungkin aku salah orang, hah!" lanjut lelaki itu mencengkeram lagi baju pak Herdi sambil mendorong, sehingga badan pak Herdi tersandarkan pada mobilnya.

"Rupanya itu Hp Fiko. Tapi kenapa Hp Fiko bisa dipegang orang ini? Pasti si Fiko sewa orang ini, lalu menjebakku dengan telepone ini!" gerutu pak Herdi dalam hati.

"Masuk mobil... cepat!" bentak lelaki itu seraya mendorong badan pak Herdi masuk.

Lalu lelaki itu mengikuti masuk, serta meminta pak Herdi kemudikan mobil dengan mengikuti perintah darinya.

Kemudian lelaki itu menempelkan pucuk sebuah senjata api di leher pak Herdi, sambil katanya:

"Jangan mencoba melawan!"

Lalu pak Herdi jalankan mobilnya serta ikuti petunjuk arah dari lelaki itu.

Di saat yang sama di tempat lain...

"Bagaimana ini acara kita pak, sampai saat ini pak Herdi belum juga datang!" gerutu Fiko pada pak Steven di meja makan.

"Sebenarnya apa yang akan dibicarakan pak Steven terkait kasus kita ini pak?" celetuk salah satu teman Fiko.

"Baiklah, walaupun pak Herdi belum datang, karena kita juga sudah terlanjur kumpul di sini lama, kita buka saja obrolan kita!" ujar pak Steven.

"Saat di Hotel saya, sebelum kalian cek-out, sebenarnya pak Benny juga sudah telepon saya, beliau juga mengatakan bahwa Fiko Band hari itu akan cek-out kamar, karena Kontrak Job di'CANSEL!" cerita pak Steven.

"Lalu apa pak alasan beliau?" tanya Fiko.

"Beliau bilang ada seseorang yang menelepon nya, dan meminta untuk CANSEL Kontrak JOB kalian, serta mengancam bila tidak menuruti permintaan itu, maka perusahaan pak Benny akan dibuat hancur. Saya pikir, ancaman itulah yang membuat pak Benny takut dan kemudian panik dalam mengambil keputusan!" ungkap pak Steven.

"Kenapa pak Benny bisa jadi begitu takut hingga secepat itu melakukan perintah si penelpon tanpa menimbang lebih dulu?" celetuk Robi.

"Iya pak, menurutku... mestinya pak Benny saat itu tidak perlu menjadi takut. Apalagi penelpon itu belum dikenalnya. Sebenarnya beliau bisa menghubungi polisi dan melaporkan adanya ancaman!" sambung teman Fiko.

"Lantas apa yang dimaksud pak Steven bilang mau menolong kami?" kata Fiko.

"Saya ingin sarankan pada kalian untuk tidak meninggalkan Tanggung Jawab Kontrak JOB di Hotel tersebut!" ujar pak Steven.

"Lantas mengapa pak Steven tidak katakan hal itu saat melihat kami mau cek-out?" kata Fiko.

"Terus terang... saat itu saya bingung juga, karena beliau mengancam; bila saya menahan kalian agar tetap di sana, resiko saya adalah diberhentikan kerja!" ungkap pak Steven.

"Kenapa diberhentikan?" tanya Fiko.

"Menurutku itu hanya bentuk usaha pak Benny agar bebas dari ancaman terhadapnya. Karena orang yang mengancam itu akan terus selidiki untuk memastikan apakah Band'mu benar berhenti ataukah lanjut jalankan Kontrak JOB'nya, begitu!" ungkap pak Steven.

"Terus menurut pak Steven bagaimana solusinya? Karena saya juga telah diancam akan mendapat masalah besar!" ungkap Fiko.

"Mengapa beliau mengancam kamu juga?" tanya pak Steven.

"Karena posisi beliau juga ada dalam ancaman bahwa beliau akan dituntut di pengadilan, dengan tuduhan Telah Melindungi Oknum Buronan yang berkedok JOB di luar kota!" jawab Fiko.

Setelah Fiko berkata demikian, sejenak semua diam, dan tampak tegang berpikir.

*Sementara itu di tempat berbeda...

"Belok ke sini ya pak?" tanya pak Herdi pada lelaki di sampingnya.

Pak Herdi yang sedang mengemudi dengan ketakutan dan otak sedang dipenuhi berbagai pertanyaan, mendadak dikejutkan:

"Hei, kenapa lewat sini? Ikuti saya bila ingin selamat!" bentak lelaki di sampingnya.

"Saya belok sini karena tadi di sana jalan macet pak!" jawab pak Herdi agak gemetaran.

"Baik. AWAS !!... timah panas ini akan menembus lehermu bila nekad ganti arah!" bisik lelaki di sampingnya.

Pak Herdi tidak menjawab, hanya melirik lelaki itu serta gemetaran tangannya, dan keringat pun mulai menggelembung di beberapa bagian mukanya.

*Sementara itu di tempat Fiko...

"Bagaimana bila pak Steven coba sekali lagi hubungi telepon pak Herdi?" kata Fiko mengusulkan.

"Tidak apa-apa, baik juga begitu. Tunggu sebentar ya, saya coba hubungi beliau!" ujar pak Steven.

Kemudian pak Steven mengambil Hp'nya lalu menghubungi pak Herdi.

*Sesaat kemudian di tempat pak Herdi...

Mendadak lelaki yang duduk di samping pak Herdi melotot sambil berkerut dahi, lalu:

"Siapa menelponmu? Berikan... mana Hp itu!" bentak lelaki itu.

"Biar saya yang terima pak!" jawab pak Herdi.

"Jangan bantah, cepat berikan!" bentak lelaki itu sembari mendorongkan pucuk senjata apinya makin kuat.

Pak Herdi terlihat nyengir mulutnya dan makin ketakutan.

Lalu tangan lelaki itu mengambil paksa Hp pak Herdi yang berada di saku pinggangnya, serta menerima telepon panggilan masuk itu. Selanjutnya...

"Hallo, selamat sore!" kata lelaki itu di telepon.

Pak Steven terkejut dan merasa asing mendengar suara di telepon itu. Saat telepon dalam keadaan masih terhubung, pak Steven menutup lubang speaker Hp dengan ujung jarinya, lalu berbisik pada Fiko:

"Gawat, ada yang tidak beres. Karena... ini bukan suaranya pak Herdi!" bisik pak Steven sambil melotot matanya.

Setelah itu pak Steven lanjutkan...

"Maaf, pak Herdi lagi di mana?" tanya pak Steven.

"Saya sedang di rumah. Bagaimana pak?" tanya balik lelaki itu.

"Maaf, ditutup sebentar pak, ini ada tamu datang. Nanti saya menghubungi lagi ya!" kata pak Steven sembari memutus teleponnya.

Lalu....

"Fiko, saya ada firasat buruk dengan pak Herdi. Karena ini bukan suaranya pak Herdi. Apalagi saat saya coba bertanya posisi, dijawabnya sedang di rumah!" ungkap pak Steven.

"Iya pak, itu terasa janggal. Karena beliau ada janji ketemuan sama kita!" Fiko menambahkan.

"Lantas apa yang kita lakukan sekarang ini pak?" tanya Fiko.

"Mmm....!" pak Steven bingung menjawabnya serta memegangi kepala.

Kemudian...

"Sebaiknya saya coba hubungi lagi!" lanjut pak Steven.

"Mmm, kalau pak Steven tidak keberatan, nanti di'Loudspeaker pak, saya mau ikut dengar langsung suaranya!" kata Fiko.

"Oh iya, boleh!" jawab pak Steven sembari membuka Nomor kontak.

Sementara itu pak Herdi sambil menyetir, berpikir mencari cara untuk bebaskan diri dari lelaki bersenjata yang duduk di sampingnya itu.

Sedangkan pak Steven mulai menghubungi Nomor pak Herdi. Dan ketika telepone sudah tersambung:

"Halo!" sapa pak Steven di telepone.

"Bagaimana pak?" balas suara di telepone.

Setelah mendengar suara balasan tersebut, mendadak terdengar sangat jelas di telepone pak Steven:

"Braaak!" ....

*)bersambung ___