Chereads / Cinta Sepanjang Tiga Masa / Chapter 20 - Rantai-rantai Asmara

Chapter 20 - Rantai-rantai Asmara

Saat Agam terbangun dengan sedikit oleng karena agak pening, seorang guru laki-laki mendatanginya, lalu:

"Lagi-lagi kamu, setiap ada keributan, selalu kamu yang terlibat. Ayo ikut ke kantor!" bapak guru tersebut kebawa Agam ke kantor.

Sementara itu, security sekolahan mengurus pemuda yang tergeletak dekat parkiran.

"Siapa dia ini?" tanya security pada anak-anak di situ.

"Dia ini temannya Agam pak!" jawab salah seorang murid.

Dengan sedikit takut Fiko mendekati Wida, kemudian:

"Wid, anak itu lemas tidak bergerak. Aku khawatir kalau dia mati!" bisik Fiko.

"Memang dia lemas, tapi tidak mati... hanya pingsan. Dia terbentur dan langsung tergeletak seperti itu karena tadi dia dalam keadaan mabuk minuman keras!" jelas Wida.

"Berarti masih hidup kan?!" Fiko masih khawatir.

Sementara bapak security mengurus dan berusaha cari info tentang pemuda bermotor itu pada murid-murid yang masih bergerombol di situ, Wida mendekati bapak security, lalu:

"Maaf pak, sebaiknya bapak hubungi polisi saja, agar nanti polisi yang melanjutkan prosesnya!" ucap Wida.

"Tapi kamu kan juga termasuk ikutan yang bikin onar di sini!" pak security sedikit membentak.

"Lho, bapak jangan buru-buru bentak begitu ya!" Wida balas ngotot.

"Kamu ini sudah bikin onar, malah berani ngotot lagi. Saya ini security di sini, jadi punya hak menuntutmu juga atas keonaran di lingkungan sekolah ini!" tegas bapak security.

"Bila bapak menuntut dia, maka saya juga akan menuntut bapak, karena membiarkan keonaran terjadi, alias tidak mencegah!" ucap Fiko tiba-tiba.

"Hei, anak kecil, hati-hati ya bila kamu bicara!" bapak security melotot pada Fiko.

"Justru karena saya sudah berhati-hati maka bisa saja bapak nanti yang akan terjebak karena telah melindungi kriminal oleh pihak luar sekolah di wilayah lingkungan sekolahan ini!" Fiko menunjuk muka bapak security.

Bapak security tersinggung pernyataan Fiko, dan maju menonjok Fiko. Namun tangan Wida bergerak lebih cepat, dan dengan sigap menahan tangan bapak security itu. Kemudian:

"Saya menyaksikan sendiri, bahwa tadi itu saat terjadi pemukulan terhadap Fiko, bapak sudah ada di sini sebelumnya. Lantas mengapa bapak tetap diam sehingga pemukulan bisa terjadi?!" tegas Wida.

"Jangan sembarangan bicara ya!" bentak bapak security.

"Saya ada di depan, di seberang sana pak, sehingga saya melihat langsung!" ucap Wida.

Lalu...

"Dan bahkan sebelum murid-murid pada keluar, saya juga lihat pemuda ini tadi sempat menarik-narik gas motor beberapa kali, dan saat itupun bapak juga ada di sini. Kalau memang bapak adalah security di sini, harusnya hal itu bapak hentikan!" Wida balas ngotot.

Sejenak bapak security terdiam sambil matanya menatap sinis terhadap Wida dan Fiko.

"Fiko, kamu ke sini sebentar!" seorang guru memanggil.

Sesaat kemudian Fiko bersama Agam dan disidang di kantor.

"Belum lama yang lalu antara kalian sudah berdamai. Kenapa sih sekarang berantem lagi?" tanya sang guru.

"Kenapa?" lanjut sang guru.

"Agam... Fiko. Ayo jawab... kenapa?" tanya sang guru.

"Kalau saya tidak punya masalah pak!" ucap Fiko.

"Kalau tidak ada, mengapa ini bisa terjadi?" tanya sang guru.

"Agam, bicaralah, jangan diam!" tegas pak guru.

"Saya tidak memukul Fiko pak!" ucap Agam.

"Benarkah begitu Fiko?" tanya sang guru.

"Dia memang tidak memukulku, namun nyaris mencelakai saya pak!" jelas Fiko.

"Mencelakai bagaimana maksudmu?" tanya sang guru.

"Dia tadi membawa kayu dan memukulkannya ke saya!" ungkap Fiko.

"Hhmm, ada apa Agam kok kamu sampai menggunakan kayu memukul Fiko? Kalau terjadi sesuatu yang fatal pada diri Fiko bagaimana?" ujar sang guru.

Sementara sidang terhadap Fiko dan Agam masih berlangsung, di saat yang sama, Wida sedang memanas terhadap bapak security.

"Silahkan pak kalau mau laporkan ke polisi, saya masih di sini menunggu hingga polisi datang!" kata Wida menantang.

Bapak security tampak diam tidak menanggapi ocehan Wida. Sesaat kemudian:

"Kalau bapak tidak juga lapor polisi, maka saya yang akan lapor pak!" ucap Wida tiba-tiba.

"Kenapa malah kamu yang melapor? Saya ingatkan, kamu itu orang luar di sekolah ini, jadi jangan ikut campur urusan yang adalah wewenangku di sini, saya'lah yang berwenang di sini!" tegas bapak security.

"Karena saya tidak terima teman dipukul tanpa ada masalah apa-apa, sementara security ada di tempat yang sama dan saat yang sama pula, maka saya juga punya hak untuk melapor kasus ini!" kata Wida.

Setelah bicara demikian, Wida meninggalkan bapak security dan kembali ke warung di depan sekolah.

"Wah, keren mas'é tadi. Sama seperti di film-film itu lho, hehehe!" kata bapak tukang bakso.

"Hehe, bisa aja bapak ini. Saya berpikir, berarti pemuda yang bawa motor tadi itu ke sini sudah ada rencana sebelumnya!" ungkap Wida.

"Kenapa bisa berpendapat begitu mas?" tanya bapak tukang bakso.

"Karena begitu melihat Fiko, dia langsung menyerang. Sehingga terlalu menyolok bahwa target sasarannya memang Fiko!" jawab Wida.

"Dan yang jadi pertanyaan, kenapa Agam bukannya membela Fiko atau melerai, tapi malah ikut menyerang Fiko! Hhhmm, janggal tampaknya!" ujar Wida kemudian.

"Apa, jangan-jangan pemuda bermotor tadi itu...!" kata-kata bapak tukang bakso terhenti, dan...

"Pasti suruhannya Agam!" sahut Wida cepat.

"Mmm, saya juga sedang berpikir begitu!" lanjut bapak tukang bakso.

"Untung tadi mas'é pas di sini!" ucap bapak tukang bakso.

Beberapa menit berikutnya...

"Wida!" sapa Lera sembari masuk warung.

"Eeh, Lera. Kirain sudah pulang?" tanya Wida.

"Belum. Saya dari tadi duduk di pojok kantin, takut dan gak tega juga lihat Fiko dipukuli tadi!" jawab Lera.

"Untung tadi Wida masih di sini. Kalau tidak ada Wida pasti akan jadi sangat buruk bagi Fiko!" ucap Lera.

"Mmm, tadi mendadak perut kerongkongan, gara-gara kamu cerita makan dan bersamaan bau bakso. Jadi, begitu kamu dan Fiko masuk, saya langsung masuk juga, tapi ke warung, hehehee!" Wida tertawa.

"Kita pesan minum di sini yuuk, sambil nunggu Fiko keluar!" ajak Lera.

"Iya, ini aku berniat nunggu Fiko juga. Khawatir kalau Agam di depan guru-guru pura-pura damai, begitu keluar nyerang Fiko dari belakang!" ujar Wida.

Mereka berdua pesan minum di warung bakso, dan lanjut dengan ngobrol.

"Boleh aku tanya sesuatu?" kata Wida.

"Tanya apa itu?" Lera balik bertanya.

"Apakah Agam itu pernah pacaran denganmu?" tanya Wida.

"Saya tidak pernah pacaran dengannya. Bahkan untuk duduk atau jalan aja tidak pernah bareng!" jelas Lera.

"Emang ada apa Wid, kok tanya tentang itu?" tanya Lera kemudian.

""Saya sedang berpikir, apakah otak kerusuhan ini adalah Agam?" ungkap Wida.

"Emangnya kamu melihat ada kejanggalan apa?" tanya Lera lagi.

"Saat kejadian, Agam bukannya melerai, namun ikutan nyerang Fiko! Lalu yang ke-dua, Satpam ada sejak sebelum bell, begitu ada pemukulan, Satpam nya diam saja!" ungkap Wida.

"Lalu hubungannya apa dengan pertanyaan mu tadi?" tanya Lera.

"Kemungkinan pemicu keributan ini adalah cemburu!" ucap Wida.

"Mmm, bisa juga begitu!" sahut Lera.

*)bersambung ___