Chereads / Cinta Sepanjang Tiga Masa / Chapter 15 - Kerasnya Hati

Chapter 15 - Kerasnya Hati

"Saya juga sangat berharap dia akan dapatkan pelajaran tentang kehidupan bersahabat setelah ini!" ujar Ratis.

"Omong-Omong, apa kamu yakin dia mendadak jadi pendiam ini karena kamu cuèkin?" tanya Angel.

"Kalau aku... bisa mempercayai hal itu. Karena setauku, selama kelas satu dulu hingga sekarang, dia sulit percaya dengan kebanyakan teman, ke manapun selalu bersama Ratis!" ungkap Fiko.

"Itu betul. Hanya sayangnya, dia akrab denganku ternyata tidak tulus menjalin persahabatan, dan itu saya mengerti setelah saya dekat dengan Fiko!" ungkap Ratis.

"Ooh, pantesan dia menjadi sedih dicuèkin Ratis, karena dia rasa tidak ada teman lainnya lagi untuk berbagi cerita!" ucap Angel.

"Itu salah satunya. Selain dari itu, dia juga sedih karena bapaknya saat ini sedang sakit parah!" kata Ratis.

"Bagaimana kamu tau itu?" tanya Fiko.

"Saat aku masih sakit dan belum masuk sekolah, dia memberiku sepucuk surat yang ditulisnya. Dan isinya: minta maaf, sekaligus memberi kabar bahwa bapaknya sedang sakit parah!" cerita Ratis.

"Lalu apa tanggapanmu?" tanya Fiko.

"Aku ikut prihatin, semoga segera sembuh!" itu saja yang aku sampaikan.

"Hhmm, semoga lekas membaik kondisinya!" ucap Fiko.

Suatu hari Lera tidak kelihatan di kelas. Beberapa teman bertanya-tanya:

"Tumbèn si Sombong jam segini belum kelihatan. Masa terlambat sih?!" kata teman lainnya.

"Rat, jangan-jangan Lera tidak datang ke sekolah ada hubungannya dengan bapaknya yang sakit?!" bisik Fiko.

"Bisa jadi begitu, karena waktu kasih kabar ke saya sakitnya tu parah!" ucap Ratis.

"Apa kamu gak ada pikiran menengoknya?" tanya Fiko.

"Pasti ada, karena aku gak mau ada omongan di belakang bahwa saya curangi dia!" ujar Ratis.

"Curang? Maksudmu?" Fiko mengerutkan dahi.

"Aku punya hutang sama Lera Uang SPP beberapa bulan!" Ratis merunduk.

"Kenapa bisa terjadi begitu sama dia?" tanya Fiko kemudian.

"Suatu saat kebutuhan di rumah sedang banyak, dan di saat yang bersamaan ibuku sakit yang butuh biaya banyak juga. Dan di sisi lain, sekolah bertepatan waktunya bayar SPP!" cerita Ratis.

"Lalu kamu meminjam uang pada dia?!" sahut Fiko.

"Tidak, aku tidak meminjam uang!" ucap Ratis seraya menunduk sedih.

"Terus... apa?" Fiko penasaran.

"Saat itu teman dekatku baru dia saja. Begini ceritanya!" kata Ratis.

*Selanjutnya cerita dari Ratis:

LERA : "Rat, kalungmu bagus sekali. Boleh aku lihat?"

RATIS : "Nih!"

LERA : "Hehehe, sepertinya lebih cocok di leherku daripada di lehermu!"

"Nah, saat itu bersamaan bell sekolah berbunyi, kalung tidak dilepas, hingga pulang masih dipakainya!" kata Ratis.

"Saya bersedih karena sudah ada rencana saya jual untuk tebus obatnya ibuku!" lanjut Ratis.

"Apa alasannya dia menahan kalung itu?" tanya Fiko.

"Karena kalung milik dia hilang, dan dia takut dimarahi bapaknya, sehingga kalung itu untuk menipu bapaknya agar diketahui bahwa dia masih memiliki kalung itu!" jelas Ratis.

"Harusnya dia yang punya hutang kamu dong! Tapi mengapa kamu bilang bahwa kamu punya hutang dia!?" lanjut tanya Fiko.

"Lera ingin kumpulkan uang sakunya, berharap bila terkumpul bisa beli kalung baru, kemudian kalungku dikembalikan. Namun saat dia tau saya dipanggil di kantor karena SPP yang nunggak banyak, dia melunasi SPP ku, sehingga aku tetap bisa masuk sekolah!" jabar Ratis.

"Tapi kalau SPP itu tidak senilai dengan kalungmu yang lebih banyak, itu artinya dia yang punya hutang... bukan kamu!" ujar Fiko.

"Berarti kamu harus menghadap bapaknya dan ceritakan tentang kalung itu!" ujar Fiko.

"Sudah saya coba, tapi Lera mengancam akan katakan bahwa saya telah mencuri kalungnya. Karena saya takut bapaknya yang kejam serta sayang Lera itu, saya memilih diam!" ujar Ratis.

"Tapi kamu kan sedang ada kebutuhan yang sangat penting!?" ucap Fiko.

"Tidak apa-apa, biarkan saja sampai dia sadar dan mau kembalikan kalung itu. Lagipula sekarang ibuku sudah sehat, kita pikirkan yang lain saja, masih banyak hal yang perlu kita pikirkan selain itu!" Ratis tersenyum.

Fiko terdiam sesaat, begitu juga Ratis. Dan kala itu...

"Fiko berpikiran seperti itu, seolah dia terpancing emosinya terhadap Lera, namun dia menanyakan untuk nengok? Salut, dia berhati baik!" kata Ratis dalam hati.

Dua hari berikutnya Lera belum kelihatan datang ke sekolah. Kemudian Fiko bersama dengan Ratis dan juga Angel berniat bertandang ke rumah Lera.

Dan setiba di sana, tampak rumah Lera yang mewah, terasnya jauh dari pintu gerbang. Dan untuk masuk ke sana mereka harus melewati seorang Satpam yang berjaga di samping pintu gerbang.

Ketika sudah di dalam...

"Awas, jika kamu berani bicara di sini tentang kalung di leherku, Satpam di gerbang rumah ini akan menyeretmu ke kantor polisi hari ini juga!" bisik Lera pada Ratis.

Ratis hanya diam, seolah tidak apa-apa. Namun Fiko yang melirik mata Lera ketika berbisik pada Ratis, sedang menaruh curiga.

"Kenapa belum berangkat ke sekolah?" tanya Angel pada Lera.

"Saya harus sering dekat bapakku, karena bapakku sebentar-sebentar menanyakan saya!" jawab Lera.

"Sekarang bagaimana kondisi bapakmu?" tanya Fiko.

Lera hanya melirik sinis terhadap Fiko. Lalu...

"Maaf bila saya salah bertanya!" ucap Fiko yang kemudian berdiam.

"Jelas salah! Emangnya kamu ini siapa kok nanya-nanya... sok peduli saja! Paling juga kamu menertawakan bila sudah tau!" ucap Lera ketus dan sinis.

Angel yang adalah sahabat karib Fiko, terbelalak matanya karena terkejut mendengar ucapan Lera terhadap Fiko seperti itu. Kemudian :

"Kami bertiga ke sini ingin memastikan keadaan saja, karena belum juga melihat kamu datang ke sekolah. Dan untuk keadaan bapak kamu, kami bertiga menyampaikan ikut prihatin, semoga lekas sehat kembali!" ungkap Angel.

"Terima kasih!" sahut Lera singkat.

"Lantas sekarang bapakmu di mana? Apakah masih di Rumah Sakit?" tanya Ratis.

"Sudah di rumah sejak kemarin, oleh dokter diperbolehkan pulang!" jawab Lera datar.

"Jadi... sudah sehat?!" tanya Ratis lagi.

"Belum, cuma sudah bisa dilanjut dengan obat jalan!" jelas Lera.

"Sampai kan salam kami buat bapakmu, sekali lagi; semoga lekas pulih kesehatannya!" kata Fiko.

Lera tidak menjawab, hanya melihat Fiko dengan melirik. Spontan Angel yang duduknya dekat dengan Fiko, kakinya menyentuh kaki Fiko sambil melihat muka Fiko. Kemudian...

"Maaf Lera, saya senang sudah bertemu kamu, sekarang saya mau pamit pulang dulu!" kata Angel.

"Saya pamit juga ya!" sambung Fiko.

"Silahkan!" jawab Lera singkat dan ketus.

"Lho, kalau begitu aku juga ikut pulang. Ya udah, pamit dulu ya Ler!" tambah Ratis.

"Kok kamu ikutan pulang sih?" tanya Lera sembari pegang pundak Ratis.

"Kan aku kesini nya bareng mereka. Ya pulang bareng juga dong!" tegas Ratis.

"Kamu tinggal di sini dulu, kan nanti bisa diantar sopirku!" ujar Lera.

Ratis tidak menanggapi, lalu:

"Oh iya, ini Uang SPP sekolah aku kembalikan. Ini sudah aku siapin sejak kemarin, kirain kamu datang ke sekolah!" ungkap Ratis.

"Kok kamu begitu sih, Rat?!" kata Lera agak merengek.

"Harus begitu, karena mengembalikan adalah kewajiban saya. Terima kasih kamu sudah menolongku untuk SPP!" ucap Ratis sembari menjabat tangan Lera.

"Kenapa sih bila kamu di sini dulu?!" pinta Lera seraya memegangi lengan Ratis.

"Lain kali saja, sekarang saya harus pulang bareng mereka!" jawab Ratis sembari lepaskan tangan Lera.

Lalu Fiko dan Angel berjalan menuju gerbang rumah yang agak jauh dari teras. Sementara Ratis berjalan belakangan karena Lera berusaha mencegahnya pulang.

*)bersambung ___