*Tiga bulan sejak berpisah dengan teman-teman SMP Fiko masih belum mampu hilangkan bayang-bayang sosok Cory di pikirannya.
Fiko merasa masih seperti satu sekolah dengan Cory, sehingga tak jarang dia tanpa sadar masuk ruang kelas selalu tengok sana sini kalau-kalau Cory sudah ada di kelas.
"Aah, kenapa dia selalu muncul di pikiranku? Semoga dia hari ini baik-baik saja!" kata Fiko dalam hati.
Fiko melihat situasi di sekolah baru tersebut masih terasa asing, karena belum kenal satupun siswa di sana, termasuk semua guru yang ada.
Sifat pemalu yang ada pada diri Fiko membuatnya lama memiliki teman dekat.
Dan pada pertengahan tahun ajaran, Ratis yang adalah teman sekelasnya, tertarik ingin dekati Fiko.
"Fik, ke mana?" tanya Ratis melihat Fiko menuruni tangga ruang kelasnya.
"Main ke kantin!" jawab Fiko.
"Tunggu Fik, aku bareng!" kata Ratis.
Fiko berhenti di bordis tangga menunggu Ratis menuruni. Karena Ratis mengenakan rok Ratis cukup ketat, sehingga dia tidak bisa dengan cepat, dan Fiko pun mulai bergumam dalam hatinya:
"Uuh, lama banget!" Fiko sambil nengok ke atas melihat Ratis menuruni anak tangga.
Saat Fiko melihat ke atas, dia melihat Ratis senyum tanpa menyadari bahwa Fiko yang posisinya di bawah akan bisa melihat kakinya saat melangkah, terlebih lagi dengan rok mini nya di atas lutut.
"Yuuk!" kata Ratis saat nyampèk di bordis.
Mereka berdua jalan perlahan menyesuaikan gerak langkah Ratis. Entah karena takut jatuh alasan lain, Fiko mendadak kagèt serta deg-degan ketika dirasakan tangan Ratis menggandengnya.
Saat menuruni anak yang terakhir, tangan Ratis masih memegang lengan Fiko. Lalu:
"Dilihat teman gak enak!" kata Fiko sambil melepas tangan Ratis dari lengannya.
Ratis tertawa, lalu katanya:
"Gak usah malu, cuèk aja. Kita kan gak gangguin pacar orang lain!" Ratis tertawa.
Sampai di kantin...
"Fiko traktir aku ya, hehehee?" ucap Ratis.
"Mmm, kalau banyak uangku tidak cukup, karena aku bawa uang juga tidak banyak!" balas Fiko.
"Tidak mungkin lah banyak , orang aku cuma minum es teh dan satu gorengan ini sudah cukup!" jelas Ratis.
"Baiklah!" balas Fiko.
"Kalau aku dekat kamu, tidak ada yang cemburu kan, Fik?!" tanya Ratis tertawa sembari pegang lengan Fiko.
"Aah, siapa cemburu?! Aku aja gak ada yang dekati kok, ke mana-mana selalu sendiri juga!" jawab Fiko polos.
"Suuuiiit, suuuiiit!" seru seseorang dari luar kantin.
Spontan Ratis tarik tangannya dan keduanya menoleh ke belakang. Tampak Hary tertawa, sambil katanya:
"Romantis sekali, uhuiii!"
"Pingin? Ajak tu pacarmu sendiri, gak soraki orang lain!" seru Ratis.
Mulai dari kejadian itu, Fiko punya pikiran bahwa Ratis naksir dirinya.
"Aku tidak menolak, aku juga mau kalau punya pacar kamu!" kata Fiko dalam hati.
Dari hari ke hari berikutnya, Fiko sering berharap bisa duduk makan bareng dengan Ratis setiap istirahat sekolah.
Sudah berjalan berminggu-minggu Fiko dan Ratis sering saling memberi tanda, namun Fiko masih saja merasa malu mengungkapkan perasaan walau Ratis sudah pernah lebih dulu menyatakan rasa cinta pada Fiko.
Sehingga mereka tampak sudah menjalin hubungan asmara walau baru sepihak yang telah menyatakan perasaannya.
Pada suatu hari, Lera melihat Ratis sedang berdiri bersama Fiko di depan stand bakso di dekat kantin, lalu Lera menggandeng tangan Ratis dan menarik paksa:
"Ayo ikut aku, temani makan bakso di sana!" ajak Lera sambil jalan menuju warung bakso di seberang jalan.
Ratis hanya diam tersenyum sambil tetap mengikuti ajakan Lera yang adalah sahabatnya. Dan setiba di warung bakso, sambil makan...
"Ngapain kamu ke warung sama orang kéré? Bisa makan apa kamu sama dia? Kamu ini nggak sayang dengan kecantikanmu kah?" ungkap Lera ketus.
"Kamu jangan ngomong begitu Ler! Dia kan bukan orang yang jahat, kenapa kamu jadi sinis seperti itu?!" ujar Ratis terkejut.
"Aah, kamu jangan-jangan sudah suka sama dia ya, sehingga bela-belain begitu, ehm! Emangnya kalau belain dia, terus kamu bisa makan? Kamu kira aku gak bisa kenyangkan perutmu?!" ungkap Lera sinis.
"Aku percaya, kamu bisa buat kenyang siapa saja karena kamu memang kaya. Tapi kamu perlu tau, aku dekat Fiko itu bukan karena kekayaannya, tapi karena Fiko orangnya baik!" ujar Ratis agak kesal.
Sejak hari itu, Ratis mulai tidak nyaman bersama Lera. Namun Ratis tetap berusaha mendekati Fiko walau ujung-ujungnya dicaci maki Lera.
Saat pulang sekolah, tiba-tiba...
"Fiko, kamu pulang ke arah mana?" tanya Ratis.
"Utara!" jawab Fiko.
"Aku mau bareng!" balas Ratis.
"Tapi aku jalan kaki, karena rumah ku tidak terlalu jauh. Sedangkan kamu jauh, dan biasanya naik kendaraan umum kan?!" ungkap Fiko.
"Iya betul. Nanti aku bisa nunggu kendaraan di ujung sana saja, pas jalan belokan ke rumahmu!" kata Ratis.
"Ya udah, silahkan. Nanti aku temani kamu nunggu sampai dapat kendaraan, baru aku pulang!" ucap Fiko.
Mereka berdua jalan bareng hingga simpangan jalan ke rumah Fiko. Dan hampir saja mereka dekat dengan simpangan, sebuah mobil mewah tiba-tiba memotong jalan depan mereka, lalu...
"Ratis... naik sini kamu, aku antar kamu pulang!" teriak Lera sembari buka pintu mobilnya.
"Udah, nggak usah. Biar aku naik angkot saja. Pulang lah kamu duluan!" balas Ratis.
Lera agak tersinggung, dan melirik sinis terhadap Fiko serta katanya:
"Hey, ngapain lihat-lihat. Hhii, jijik aku sama kamu, kéré kok dekati cewek cantik!"
"Blêêhgg!" Lera kembali masuk mobil dan menutup pintunya agak keras.
Tiba di simpangan...
"Lera kelihatan sombong betul, aku jadi kasihan dia!" ucap Fiko.
"Kenapa kamu tidak marah, tapi malah kasihan?" Ratis terkejut sikap Fiko.
"Karena dia tidak mengerti apa yang dia lakukan. Jadi aku kasihan bila suatu hari dia dapat teguran atas sikapnya yang sombong itu, pasti tidak siap mentalnya!" ujar Fiko.
"Dia ini baik hatinya, aku terharu... tapi juga makin suka sama dia!" kata Ratis dalam hati seraya menatap Fiko dari samping.
"Thin, thin, thin!" suara klakson mobil di pinggir jalan.
"Tu, sudah ada kendaraan mu!" Fiko menunjuk mobil angkot.
"Baik, terima kasih telah nemani nunggu mobil!" kata Ratis sembari masuk mobil angkotnya.
Sesaat setelah angkot yang membawa Ratis melaju, Fiko lanjut lagi jalannya menuju rumah.
Esoknya, pagi-pagi sebelum bell sekolah berbunyi, Fiko dihentikan Hary di tempat parkir sekolah.
"Uuiihh, bahagia sekali teman satu ini, hahaha!" kata Hary.
"Apa maksudmu?" tanya Fiko kemudian.
"Kemarin berduaan di simpangan jalan sana itu kan?! Saya lihat tapi sengaja gak menyapa, takut menganggu konsentrasi kalian, hehee!" lanjut Hary.
"Ooh, sama Ratis saat pulang sekolah kemarin itu? Aku cuma nemani dia nunggu angkot aja. Mengganggu bagaimana sih, bisa aja kamu ngomong, ya enggaklah!" balas Fiko.
"Ah, tumben dia naik dari sana? Biasanya di depan situ aja bisa, hehee!" sambung Hary ngelèdèk.
"Memang dari depan situ juga bisa, tapi Ratis sendiri yang lagi pingin dari sana agar bisa sambil ngobrol di jalan!" ungkap Fiko.
Selama beberapa menit Fiko dan Hary ngobrol di sana, sambil sesekali ngelèdèk Fiko.
*)bersambung ___