Beberapa hari terakhir ini di kalangan siswa, cerita tentang penganiayaan terhadap Fiko sedang marak diperbincangkan.
Sebaliknya di pihak Jaka, maraknya topik perbincangan tersebut menjadikan dia tidak nyaman, hampir di seluruh area sekolahan.
Sementara di pihak Fiko, setiap hari selalu saja ada yang datang menjenguk ke rumahnya, baik dari pihak teman maupun dari kalangan guru.
Namun di tengah lagi maraknya perbincangan tentang penganiayaan terhadap Fiko, Cory tanpa setau teman lainnya, suatu hari:
"Pak Bono, bisakah antar saya ke rumah Fiko?" tanya Cory.
"Gak apa-apa, silahkan. Mumpung bapak belum pergi!" jawab pak Bono.
"Baik, kalau begitu saya pamitan bapsk ibu dulu ya!" kata Cory.
Sesaat kemudian Cory masuk untuk berpamitan, berikutnya :
"Sudah pak, mari kita berangkat sekarang!" ajak Cory.
Setelah itu, Cory dengan diantar pak Bono berangkat menuju rumah Fiko. Dan sesampai di rumah Fiko:
"Cory saya tinggal ngantar bapak ya, dan nanti kalau sudah mau pulang saya jemput ke sini!" kata pak Bono.
"Baik pak, terima kasih!" sahut Cory.
"Mari, masuk sini Cory!" kata bu Ningsih.
"Dari rumah atau dari mana nih?" tanya bu Ningsih.
"Dari rumah saja bu, sengaja ke sini mau antar kotak peralatan Fiko!" jawab Cory.
"Ketemu di mana?" tanya bu Ningsih.
"Di tempat kejadian bu!" kata Cory.
"Ini Fiko lagi ngapain bu?" tanya Cory.
"Tadi sih ke kamar kecil. Tapi dia dengar kok kalau kamu datang, sebentar pasti keluar!" ungkap bu Ningsih.
Sesaat setelah bu Ningsih berhenti bicara, Fiko muncul, dan:
"Eeh, Cory. Sama siapa Cor?" tanya Fiko.
"Sendiri aja, tadi diantar pak Bono!" jawab Cory.
"Fiko, ini kotak milik kamu!" kata Cory sambil menyerahkan kotak tempat alat tulis.
Saat Fiko menerimanya...
"Lho, kok masih utuh? Ini sepertinya baru ya?! Berarti kamu bohong, ini bukan kotakku!" ungkap Fiko.
Cory tampak terdiam sejenak, kemudian:
"Iya Fiko maaf, ini maksudku aku ganti yang baru, sudah aku pilihkan yang sama model dan warnanya!" aku Cory.
"Iya, terima kasih kamu telah membantuku banyak. Namun saya tetap inginkan kotak yang lama itu kembali ke tanganku!" ungkap Fiko.
"Kenapa kamu inginkan kotak itu kembali lagi? Bukankah kotak itu sudah tidak layak pakai karena petik?!" lanjut Cory.
"Lagian juga... kotak itu sekarang di kantor polisi!" jelas Cory kemudian.
"Untuk apa polisi bawa kotak yang sudah rusak? Apakah Rendi yang menyerahkan kotak itu?!" kata Fiko agak terkejut.
"Kalau yang menyerahkan adalah bapakku. Dan yang menyerahkan kepada bapakku kami berempat!" ungkap Cory.
"Kenapa harus diserahkan? Bagaimana kalau nanti saya dipanggil polisi? Aku gak mau ada urusan lagi setelah ini, sudah aku ikhlaskan petaka yang menimpaku!" tegas Fiko.
"Hahaha, tenang saja, gak usah takut. Kalau to dipanggil, bukan untuk ditangkap, paling-paling hanya dimintai keterangan tentang kejadian!" jelas Cory.
"Itu kan bahaya buatku?!" sahut Fiko.
"Bahaya apaan? Ya enggaklah!" sambung Cory.
"Kalau saya ngomong, pasti dia akan ngancam saya, karena dianggap saya yang melaporkannya. Saya gak mau itu terjadi!" tegas Fiko.
"Hah, kamu bilang dia ngancam?! Berarti kamu sudah tau orang itu?" kata Cory terkejut seraya kerutkan dahi.
"Siapa orang itu?" lanjut Cory bertanya.
Sementara itu bu Ningsih yang juga ikut mendengar, terkejut juga, dan:
"Fiko, ngaku saja... siapa pelakunya? Ibu juga tidak terima perlakuan dia, karena kamu anakku. Ibu tidak terima Nak!" bu Ningsih memaksa Fiko mengaku.
"Iya Fiko, saya sependapat dengan ibu. Siapa Fik?" tambah Cory.
"Mmm... anu!" Fiko takut sebutkan nama.
Mendadak Fiko berdiri, dan...
"Glodaag!" tongkat pembantu Fiko meleset dan terjatuh.
"Fiko!" seru ibunya.
Cory segera membantu Fiko berdiri, kemudian...
"Maaf, saya ke kamar dulu!" kata Fiko sembari berjalan dengan tongkatnya menuju kamar.
"Fiko kenapa bu?" tanya Cory pada bu Ningsih.
"Ibu juga gak tau, kenapa tiba-tiba dia seperti ngambêg!" jawab bu Ningsih.
"Coba ibu tanya di kamar ya... Cory tunggu sebentar!" kata bu Ningsih kemudian.
"Iya bu!" sahut Cory.
Setelah beberapa saat bu Ningsih keluar dan:
"Bagaimana bu?" tanya Cory.
"Dia hanya menjawab; _MENUNGGU KOTAKNYA_ begitu!" jawab bu Ningsih.
"Coba Cory yang tanya, siapa tau mau bicara!" kata bu Ningsih.
Kemudian Cory masuk dan mendekati Fiko, lalu...
"Fiko, aku mau pamit pulang!" kata Cory.
"Ya, Cor!" balas Fiko.
Lalu Cory memegang pelan tangan Fiko serta katanya:
"Kenapa sih kamu tiba-tiba diam begitu? Maaf ya kalau kedatangan ku ke sini tidak menyenangkan kamu?!" ucap Cory pelan.
Fiko kagèt dan tersentuh dengan kalimat Cory, kemudian:
"Cor, aku hanya inginkan kotakku, sekalipun sudah peyok tidak apa-apa!" tegas Fiko.
"Lho, ini aku bawa dari teman-teman yang baru dan lebih bagus!" balas Cory.
"Taruh saja di meja itu, dan katakan pada teman-teman bahwa sudah saya terima, juga sampaikan rasa terima kasihku pada mereka!" ungkap Fiko sambil rebahan.
"Ya udah, aku pamit dulu!" ucap Cory lagi.
"Ya Cor, salam buat bapak ibumu dan pak Bono, terima kasih telah membantuku!" balas Fiko.
Kemudian Cory keluar kamar, dan kembali bincang-bincang dengan bu Ningsih sambil menunggu pak Bono datang menjemput.
"Ngomong apa Cor dia?" tanya bu Ningsih.
"Dia masih tetap mau kotaknya itu bu. Katanya; kalau to penyok gak masalah, dia tetap inginkan barang itu! Walaupun kotak yang baru diterimanya, namun dia bersikeras menunggu yang hilang itu!" jelas Cory.
Beberapa menit kemudian pak Bono datang menjemput. Dan Cory pun segera pulang setelah berpamitan bu Ningsih.
Sesampai di rumah...
"Kok bapak sudah di rumah?" tanya Cory.
"Iya, tadi cuma presentasi sebentar saja!" jawab pak Fandy.
"Bagaimana kondisi Fiko sekarang? Pasti dia senang lihat kamu bawakan kotak nya yang baru?!" ujar pak Fandy.
"Oh iya, ada salam dari dia; terima kasih buat bapak ibu serta pak Bono yang sudah membantu!" ucap Cory.
"Cuma... dia masih bersikeras memohon kotaknya kembali walaupun sudah penyok!" ungkap Cory.
"Lain kali bila ketemu, bisa kamu jelaskan bahwa kotak itu untuk saat ini masih dibutuhkan pihak kepolisian sebagai barang bukti. Nanti bila sudah selesai proses hukum, bisa dikembalikan padanya!" ungkap pak Fandy.
"Iya pak, akan saya jelaskan padanya!" sahut Cory.
Setelah itu Cory masuk ke kamarnya.
"Ada apa ya dengan kotak itu? Padahal sudah gak bisa lagi digunakan, tapi...?!" lamunan Cory terhenti sejenak.
Cory tampak kerutkan dahi mengingat sesuatu. Kemudian:
"Aku dulu pernah kasih kado Fiko kotak untuk alat tulis. Kalau gak salah, warna seperti yang rusak itu. Dan kalau kotak itu adalah kotak dari kado ku, apakah itu artinya... ?" Cory mulai menerka-nerka dalam angan-angannya.
Sejenak kemudian Cory tampak senyum-senyum sambil tengkurap di kasur sembari memeluk bantal nya.
*)bersambung ___