Alea menggaruk tengkuknya, jarinya sedikit merasakan rambutnya yang panjang. Dia merentangkan kedua tangannya ke atas. Merenggangkan otot-otot di setiap sendi dalam tubuhnya.
Mulutnya terbuka lebar, matanya masih sayu, menatap dinding kamarnya yang polos. Alea mendengus mengingat kemarin dia tidak pergi bersekolah karena Felix sialan itu.
Alea menggaruk hidungnya yang terasa gatal. Baskara hari ini sangat panas, sinarnya membuat mata Alea hampir sakit, sangat silau. Alea membuka mulutnya kemudian menutupnya kembali. Khas seperti orang yang sedang mengunyah sesuatu, tapi mulut Alea kosong. Mungkin, hanya untuk mengecap lidahnya pagi ini.
Alea menjatuhkan kakinya ke lantai, kemudian mulai berjalan untuk mandi. Dia membaringkan tubuhnya di bathub. Bodoh, padahal bel di sekolahnya akan berbunyi 45 menit lagi.
Dengan tenang Alea manyapu busa-busa di lengannya ke bagian dadanya. Dia juga meratakan sabun cair ke tubuhnya lalu menaruhnya kembali ke pinggir bathub.
Tangan Alea terulur untuk mengambil handuk yang tersampir di hanger yang cukup tinggi, membuat ketiak Alea yang bersih terlihat.
Alea memakai handuknya, kemudian keluar dari sana. Dia mengambil seragam sekolahnya dari lemari baju, kemudian mengenakannya. Kakinya melangkah menuju meja rias, memoles wajahnya dengan bedak bayi dengan tipis.
Dia mengambil beberapa buku untuk pelajaran hari ini, dan kembali menutup tasnya. Tangan Alea terulur untuk memakai jam tangan warna oranye yang terlihat soft jika dipadukan dengan kulitnya yang putih.
Tiba-tiba, aksa Alea melebar melihat dua jarum yang ada di jam tangannya. Wajahnya seketika panik. "Yah ... telat!!" jeritnya.
Alea dengan cepat turun ke lantai bawah, memakai sepatu putihnya dengan buru-buru lalu langsung pergi ke sekolahnya. Pagi ini guru sains yang mengajar kelas.
"Ugh, sudah ditutup?!!" teriak Alea. Dia menggaruk kepalanya dengan sebal. Kedua tangannya memukul-mukul gerbang besi sekolahnya yang cukup tinggi. Tidak mungkin jika Alea akan memanjat.
Alea menggerakan gembok besi ke arah pagar besinya, membuat suara berisik yang memekakkan telinga satpam di sekolah elit Alea.
"Pak, bukain dong! Ya? Ya?" pinta Alea dengan puppy eyes yang sedikit cemas. Alea menghempaskan napas kasar sambil menghentakkan kakinya ke tanah.
Satpam itu terlihat maju dengan langkah santai. Alea mendengus sinis. "Duh, saya telat berapa menit, sih! Pelit banget gak dibukain pintunya!!" sebal Alea menggembungkan kedua pipinya.
Saat sampai tepat di depan gerbang, satpam itu menaikkan sebelah alisnya. "15 menit, nih. Gak bisa saya buka—"
"Mau dibayar berapa biar gerbangnya dibuka?"
Bukan, itu bukan suara Alea. Tapi itu keluar dari mulut angkuh Felix yang menahan seringai menyebalkannya.
Alea menoleh ke belakang, terkejut melihat Felix yang tiba-tiba ada di dekatnya. "FELIX?!" sergah Alea membuka mulutnya syok.
"Sejak kapan kau di sini, hah?!"
"Apakah itu masalah?" balas Felix, tangannya menjulurkan beberapa lembar uang berwarna merah pada satpam itu.
Seketika satpam itu langsung mengeluarkan kunci dari kantung celananya.
Sedangkan Alea hanya bisa membuka mulutnya dengan lebar. Dengan cepat Alea menonjok bahu Felix mungkin kencang bagi Alea, tapi tonjokan Alea tidak ada artinya bagi tubuh Felix. "Kau!! Kau menyogoknya?!!" marah Alea.
Felix mengedikkan pundaknya tak acuh, saat gerbang itu terbuka Felix sedikit mendorong tas Alea agar dia segera masuk ke dalam.
"Ih dasar orang kaya! Mentang-mentang kebanyakan duit dibuang-buang begitu!!" kesalnya.
"Itu realitas, Alea," jawab Felix.
Setelah menjawab Alea, mata Felix beralih menatap satpam itu. "Jaga calon istriku, jangan pernah tutup pagarnya jika Alea belum sampai ke sini!" tekan Felix yang hanya dengan matanya saja satpam itu terhipnotis tak bisa melawan.
"Ugh, tuan, kau memaksaku untuk tidak menjawab 'tidak' kan?" sahut satpamnya.
Felix tersenyum simpul. "Bagus kalau kau paham."
Manik matanya kembali mengerling ke arah lain. Tak lama bola matanya membesar melihat Alea yang malah berjalan bersama Kenneth masuk ke dalam sekolah.
Tangan Felix terkepal, tapi dia langsung berbalik dan pergi dari sana.
**
Alea membuka pintu rumahnya dengan lunglai, dia membuang napas pasrah karena lagi-lagi tak menemukan siapa pun di rumahnya. Alea menelan salivanya yang terkumpul di mulutnya, lalu kembali melanjutkan langkahnya.
Dia menaruh tas sekolahnya di sofa, dengan tubuh lelahnya Alea langsung membanting dirinya ke sofa empuk itu. Alea menyandarkan tengkuknya sofa, sampai menengadahkan kepalanya.
Tangannya terkepal-kepal karena keringatnya bercucuran. Tanpa niat untuk menyalakan AC, Alea memilih mengubah posisinya menjadi tengkurap di sofa.
Dia membuka resleting tasnya, lalu mengambil ponselnya. Seperti kebanyakan remaja lainnya yang kecanduan ponsel, Alea juga begitu di beberapa saat.
Dia mengambil napas panjang, melihat chat dari Kenneth yang membuat wajahnya tersenyum kecil.
Online
Kenneth :
Lea
Udah sampai rumah?
Kalo belum, hati-hati ya
Btw, tadi pulangnya sama siapa?
read
Kenneth :
Lea
read
Kenneth :
Lo udah sampe rumah?
Tadi gue mau anterin lo pulang,
Tapi lo kok gak mau?
Lo kenapa sih?
read
Kenneth :
Kok dibaca doang?
lea
L
E
A
bales dong
read
Alea Kim :
INI GUE CALON SUAMINYA!
MAU APA LO, HAH?!
Alea tersentak saat dia melihat balasan yang aneh yang keluar dari ponselnya. Bahkan sedari tadi Alea belum mengetik apapun. Alea menatap ponselnya dengan horor.
Drrrrtttt drrrt
Alea yang baru saja ingin menaruh ponselnya kembali ke dalam tas, kini mengurungkan niatnya. Dia melirik ponselnya dan membaca balasan Kenneth.
Kenneth :
Hah? Lea! Ngomong apa lo?
read
Alea Kim :
Kaget kan lo?
Lagi, ponselnya seakan membalas Kenneth sendiri. Alea membulatkan matanya tak percaya apa yang dia lihat. Tiba-tiba jantung berdetak lebih cepat, buku kuduknya berdiri. Pandangan Alea mengerling ke setiap sudut ruangan. Feelingnya merasakan bahwa dia tidak sendiri di rumahnya.
Alea menggaruk belakang telinganya dengan gemetar. Ponselnya lagi-lagi berdering.
Kenneth :
Lea lo kenapa?
Mabok?
read
Alea Kim :
Jangan berisik, bisa gak?
Gue bakar mulut lo kalo
sampe balas pesan Alea lagi
Mulut Alea terbuka melihat balasan dari dirinya sendiri yang menyeramkan. Dengan cepat Alea melempar ponselnya ke lantai tanpa peduli jika ponselnya rusak atau tak berfungsi.
"Bagus, Alea. Seharusnya dari awal kau sudah lempar ponsel jahanam itu!"
Alea merasakan bahwa bola matanya ingin keluar dari tempatnya. Suara serak itu seakan menyihir setiap nadi di tubuh Alea. Dengan gerakan lambat, Alea memutar kepalanya untuk menoleh ke belakang karena sekarang dia masih tengkurap.
"FELIX!" teriak Alea, apakah Felix benar-benar manusia? Kenapa dia bisa berpindah tempat dengan waktu yang sangat cepat? Kini, ada Felix yang berdiri di bingkai pintu rumahnya sambil bersandar ke dinding.
"Kau menyadap ponselku?!"
Felix tersenyum miring melihat wanitanya yang terkejut sekaligus takut karena ponselnya baru saja dia sadap.
Matanya tak lepas melihat mata Alea tanpa berkedip, lama tapi pasti, Felix mendekati Alea sampai bokongnya menempel dengan betis bagian belakang Alea.
Ingat, Alea tengkurap saat itu.
Felix duduk di kaki Alea yang lurus di atas sofa. Tanpa mempedulikan Alea yang sedikit menahan sakit, Felix semakin menekan bokongnya di sana.
"Felix, apa yang kau lakukan?!"
Smirk Felix semakin lebar mendengar pertanyaan gadisnya yang tepat sasaran.
"I want to make something with you," sahut Felix dengan suara serak yang tertahan, sontak mendengar jawaban Felix, pikiran Alea sudah kemana-mana.