"Hey tukang suka ngatur! Aku mau pulang sekarang!" protes Alea, dia mencebikkan bibirnya kesal.
"Tapi, acaraku belum selesai," jawab Felix memohon.
"Mana aku peduli? Ini acaramu bukan acaraku!" balas Alea tak mau tahu.
Felix menghela berat, dia membawa Alea menepi, ke sudut ruangan. "Jangan mempermalukanku Alea, sungguh kau sangat penting dalam acara ini," gumam Felix.
Alea berdecak sebal, "Ck!" Melipat kedua tangannya di depan dada. "Apa pentingnya? Sedari tadi aku hanya didiamkan olehmu, dasar tuan arogan!"
"Hei tap—"
"Tuan Felixo Asheria Andromalius!"
Felix mengerjapkan matanya, ini gilirannya, dengan paksa Felix menarik lengan Alea menuju panggung di pusat ruangan ini.
"Hei! Apa yang kau lakukan?!"
"Lepaskan aku, Felix!"
"Felix!"
Alea akhirnya bungkam saat dirinya dan Felix sudah sampai di atas panggung, Alea menggigit bibirnya dengan gugup, begitu banyak orang di hadapannya sekarang.
Felix memajukan sedikit langkahnya, sontak itu membuat Alea maju juga karena tangan Felix menggenggam tangan Alea.
Felix berdeham sebentar, "Ehem." Lalu tangannya memegang mic. "Terima kasih sambutannya, co founder. Di sebelah saya, calon istri saya, dan saya akan mengakhiri masa lajang saya dengannya," ucap Felix di depan mic.
Alea membuka mulutnya syok, matanya melebar tidak menyangka. "Felix! Apa yang kau katakan barusan?!" bisik Alea.
"Diamlah! Cukup sebut nama lengkapmu!"
"Kau sama sekali tidak bicara apa-apa soal ini, Felix!" balas Alea, masih dengan berbisik.
Sedangkan yang di bawah panggung hanya terheran melihat mereka berdua berbisik-bisik dengan Felix yang memaksakan senyumnya.
"Tidak ada salahnya, hanya mengucap nama saja, apa susahnya!"
"Akh! Felix!" teriak Alea tanpa sengaja karena Felix menginjak kakinya.
Mereka semua langsung gaduh melihat Alea yang tiba-tiba berteriak, "Kau sendiri kan yang jadi malu, cepatlah katakan namamu saja!"
Alea berdecak sebal. "Allice Alea Kimberly," ucapnya singkat dengan nada sinis. Lalu tanpa sopan Alea langsung pergi nyelonong begitu saja, membuat Felix harus menahan malu.
Felix ikut turun dari panggung. "Kau tahu? Kau sangat mempermalukan aku!"
"Siapa suruh kau membawaku ke sini? Lagipula, aku tidak meminta untuk datang ke acara tidak jelas ini," balas Alea dan memutar bola matanya jengah.
"Hei Felix! Haha, apa-apaan tadi? Kukira dia penasihatmu, ternyata calon istri? Kau akan mengakhiri masa lajangmu? Really?" ejek Axel.
Felix berdecak keras. Dia menarik pinggang Alea untuk menjauh dari iblis macam Axel. Felix mencengkeram tangan Alea agar segera duduk di salah satu bangku di sana.
"Aku ingin bicara padamu, Alea," ucap Felix mulai serius. Dia duduk di samping Alea dengan satu tangannya menggenggam telapak tangan Alea.
Alea mengerucutkan bibirnya ke depan, lalu menepis tangan Felix dari tangannya. Alea menyandarkan punggungnya sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Bicara saja! Memangnya aku tidak bisa dengar?!" balas Alea sewot. Dia membuang wajahnya ke arah lain.
"Kau harus ikuti apa yang kusuruh, aku serius!" ungkap Felix dengan suara kecil.
Sontak, Alea menengok untuk melihat ke samping. "Apa kau gila?! Memangnya aku siapamu, hah?!" sahut Alea tidak terima. Dia menendang meja di depannya dengan kakinya.
"Calon istri, kau tidak dengar tadi? Apakah telingamu masih berfungsi?" sela Felix, memegangi telinga Alea dan memperhatikannya dalam-dalam.
Alea menggerakkan kepalanya dengan cepat, dia menepis tangan Felix yang ada di telinganya. "Apa kau bilang?! Kau bahkan belum meminta persetujuan dariku, sialan!" tolak Alea mentah-mentah.
"Aku tidak perlu persetujuanmu, lagi pula siapa yang tidak mau menjadi istri seorang Felixo keturunan Andromalius?" sombong Felix.
Alea mengedipkan matanya berkali-kali. Tangannya yang terlipat kini beralih memijat dagunya. "Kau benar, semua wanita pasti akan merangkak padamu karena harta yang kau miliki," gumamnya tanda sadar.
Senyum kemenangan Felix nampak jelas di wajah tampannya. Felix menaikkan sebelah alisnya. "Jadi, kau mau kan jadi istriku?" tanyanya lagi.
Alea membulatkan matanya, lalu memukul dada Felix bertubi-tubi. "Tentu saja tidak! Nikahkan saja uang-uangmu!" cibir Alea sambil berdiri dan meninggalkan Felix yang mematung.
**
"Hai Alea sayang!"
Alea bergidik seram mendengar suara dengan nada yang dibuat-buat mesra tapi malah terkesan menjijikan bagi Alea. Alea mendengus sinis melihat Felix yang berjalan mendekat padanya.
"Mau apa kau, hah?!" omel Alea saat Felix tiduran di atas pahanya yang duduk menyila. Alea dapat melihat bahwa Felix kali ini tengah tersenyum jahil.
"Mau bermanja-manja dengan calon istriku."
Alea kembali mendelik, dia mengambil remote televisi yang tersimpan di meja. Tatapannya sinis melihat Felix yang memakan camilan miliknya.
"Kau kan punya banyak uang, kenapa harus makan camilan milikku, sih?! Kau bisa membelinya sendiri kan?" ketus Alea kesal, dia menekan tombol-tombol di remote televisi yang berukuran seperti layar lebar.
Felix menghentikan makan camilannya sebentar. Dia mengangkat manik matanya ke atas untuk melihat wajah marah Alea dari bawah. Namun, setelahnya Felix tak peduli dan malah semakin meraup camilan Alea dengan banyak.
Dia memasukkan tangannya ke dalam bungkus chiki itu dan saat tangannya ditarik keluar, telapak tangannya penuh dengan keripik kentang itu.
Alea menatap tajam Felix dengan amarah yang menggebu-gebu. Namun, bagi Felix wajah marah Alea sama sekali tidak menyeramkan, malah menjadi menggemaskan.
"Eh? Ada apa dengan wajahmu? Memerah begitu, seperti terbakar saja," ujar Felix yang tanpa sadar seperti meledek, tapi Felix mengatakan itu dengan datar, seakan tidak ingin mengejek.
"KAU BELI SAJA CAMILAN SENDIRI!" teriak Alea, mengambil paksa camilannya dari Felix dan menjauhkannya.
"Pelit sekali, kau tidak akan sukses jika seperti itu," pungkas Felix, mendudukkan dirinya di sofa. Tangannya dia luruskan untuk mengambil kembali camilan itu dari tangan Alea.
"Kau bisa beli sendiri kan?"
"Tentu saja, bahkan aku bisa membeli dengan toko-tokonya sekaligus!" cetus Felix, ikut melipat kedua tangannya di depan dada saat tangannya tak bisa menggapai camilan itu.
Alea melihat Felix dengan matanya yang melebar. Dia sama sekali tak berniat untuk menyudahi tatapan tajamnya.
Pletak!
"Akh!" Felix mengadu saat keningnya tiba-tiba disentil dengan Alea.
"Aku membeli ini dengan uang sakuku! Dan kau, om-om yang tiba-tiba masuk ke rumahku, mengacak-acak rambutku, memakan rotiku, dan sekarang ... KAU MEMAKAN CAMILANKU TANPA DOSA?!"
"Aku memang tidak memiliki dosa," sahut Felix tanpa sadar diri.
"Apa kau bilang?! Jika kata 'dosa' mu itu diubah menjadi 'amal' baru aku percaya!"
Felix nampak memijat pelipisnya. "Jadi maksudmu, aku tidak memiliki amal, hah?!!" ngegas Felix dengan matanya yang membola.
"Memangnya kenapa? Itu benar kan?"
"Dasar kurang ajar! Tidak lucu tahu!" balas Felix tak suka.
"Tidak melucu, tuh!"
"Kau iri ya padaku?" tebak Felix dengan matanya yang memicing.
Alea menggeram kesal. "Tidak! Aku membencimu, Felix!" Alea berdiri, lalu melempar camilannya pada meja.
Dia beringsut pergi ke kasur sambil mencebikkan bibirnya kesal.
"Hey, aku makan lagi ya camilan milikmu?"
"TIDAKKKK!!!!"