Alea mengelap keringat di pelipisnya, butuh pengorbanan untuk memisahkan dua pria emosian seperti tadi. Felix yang tak mau kalah, dan Kenneth yang terus meneriaki berbagai hewan pada Felix.
Alea menghela napasnya kasar, dia melirik Felix yang sedang duduk dengan tenang. Alea berdecak marah, "Felix!" Panggilnya dengan kesal.
Felix menoleh, dia mengelus rambut Alea dengan lembut. "Kenapa? Kenapa harus bicara dengan nada tinggi padaku?"
"Seharusnya kau tidak seperti tadi, memalukan tau!" desis Alea, dia melempar pandangannya keluar jendela.
"Aku hanya mencari pembelaan agar kau bisa ikut denganku, apa itu salah?"
Alea kembali menoleh, dengan alisnya yang menurun, "Salah, Felix! Memang seharusnya aku sekolah sekarang tetapi kau malah menculikku! Sebenarnya kita mau kemana sih?!"
Felix tersenyum simpul, "Aku suka saat kau sedang marah seperti itu. Wajahmu menjadi merah, hahaha!"
Tak lama, mobil mereka terhenti. Felix keluar duluan tanpa berniat membukakan pintu untuk Alea. Alea melotot melihat Felix yang jalan nyelonong begitu saja masuk ke dalam tempat yang sepertinya toko pakaian.
Dengan kesal, Alea membuka sendiri pintu itu. Lalu berjalan dengan melangkahkan kakinya yang dihentak-hentakan keras. Mulutnya tidak berhenti mengomel dan mengumpati Felix.
"Kayak anak kecil aja! Pakai berantem-berantem segala!"
"Malu-maluin aja!"
"Kan malu, orang-orang tadi pada liat!".
"Kenneth juga, gak bilang-bilang mau berangkat bareng!"
Tak! Tak! Tak!
Sepatu Alea terus dia hentakan, bahkan saat dia sudah memasuki butik itu, tanpa malu Alea tetap menghentakkan kakinya sembari berjalan, dia berjalan sambil menunduk dan memperhatikan kakinya yang terus dia hentakan.
Dia menghembuskan napas kasar berkali-kali, lalu memajukan bibirnya beberapa centimeter, merasakan bahwa udaranya sudah beda, terasa lebih sejuk, karena butik itu memakai pendingin ruangan. Alea mengangkat kembali wajahnya.
Deg!
Alea mencoba memperjelas penglihatannya, dia mengerjabkan matanya berkali-kali, meyakinkan bahwa yang dilihatnya tidaklah benar. Tubuhnya mematung, dan napasnya tertahan melihat berbagai pakaian dengan design mewah.
"Felix!"
Felix menoleh ke belakang, lalu menghampiri wanitanya yang sedang membuka mulutnya dengan lebar dan tatapannya yang memuja.
"Ada apa?"
"Lihatlah gaun itu! Astaga itu sangar elegan! Bisakah aku memilikinya? Bisa ya? Ya? Ya?"
Felix menggeram, "Bukan itu incaranku!" sahutnya.
Alea cemberut, "Tapi aku mau yang ituu!!" rengeknya.
"Tidak!" tolak Felix mutlak, dia menarik lengan Alea agar berjalan lebih dalam lagi menuju butik itu.
"Aunty Prisly, bisakah kau ambilkan pesananku?" tanya Felix saat mereka sudah sampai di meja yang cukup panjang dan terdapat beberapa orang yang sedang melayani pelanggannya.
"Tuan Felix," panggil wanita yang disebut Prisly itu, dia membawa sebuah gaun sebetis berwarna kuning yang di pinggangnya terdapat pita cukup besar.
"Kau membuatnya hanya sekali, benar?" tanya Felix memastikan, pasalnya dia memesan satu pakaian limited yang hanya Felix bolehkan diproduksi sekali.
Hanya untuk dirinya. Baju ini pun dia yang mendesign.
Tak ada senyum di wajah Alea. Melainkan hanya sebuah tatapan datar, "Alea, pakai ini," perintah Felix, tapi tak diindahkan olehnya.
"Aku gak mau! Pokoknya aku mau yang tadi ... gak mau yang lain," tekan Alea. Melipat kedua tangannya di depan dada
Felix menghela berat, "Tapi baju ini aku rancang hanya sekali dalam hidupku, dan ini hanya diproduksi satu kali! Seharusnya kau merasa beruntung karena memakai baju yang orang lain tidak punya!"
Satu alis Alea terangkat, "Kau yang merancang baju ini?"
"Ya."
"Design nya sangat jelek!" ejek Alea tanpa rasa bersalah, lalu berjalan keluar dari butik untuk melihat gaun yang tadi dia taksir.
Felix hanya melongo mendengar ejekan dari bocah itu, jika saja Alea bukan incarannya kali ini, sudah pasti Felix akan habiskan gadis itu sekarang juga.
Felix menggeram serak, lalu menaruh kembali pakaiannya yang dia design sendiri ke etalase. Lalu berjalan menghampiri Alea yang masih saja memegangi gaun itu.
"Kau mau gaun ini?" tanya Felix saat sudah berdiri di samping Alea, Felix menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Alea menoleh, lalu mengangguk ria, "Ini bagus-"
"Ini pasaran!"
Alea kembali cemberut.
"Bisakah kau cepat, Alea? Acaraku akan segera dimulai!"
"Kau tanya pada dirimu sendiri! Kau yang memperlambatnya!"
"Aku?"
"Iya! Kamu! Tinggal bilang saja padaku kalau kamu tak mampu membeli gaun yang cantik ini 'kan? Makanya kau mengatakannya pasaran, huh!"
Felix melotot lagi, rasanya ingin sekali dia melahap bibir Alea yang pedas itu.
"AKU BISA MEMBELINYA! BAHKAN DENGAN UANGKU, KAMU MAMPU MEMBELI SEMUA YANG ADA DI SINI!"
"KALAU BEGITU, BELILAH SEMUANYA!"
Felix membuang napasnya perlahan, "Kenapa kau selalu mempersulit keadaan, Alea?"
"Selalu kau bilang?! Kau yang tiba-tiba muncul di rumahku, memakan roti ku, berkelahi dengan Kenneth, dan tidak menuruti sekarang? KAU YANG MEMPERSULIT, FELIX!"
Damn it! Ternyata gadis ini pandai berdebat.
"Aku akan membeli semuanya, tapi ... "
"TAPI APA, HAH? AKU HARUS MENGGANTI UANGMU?!"
Felix memejamkan matanya erat mendengar suara cempreng Alea yang terus berteriak, "Ssssttt bisakah kau memelankan suaramu?"
"Kau yang duluan meninggikan suaramu padaku, sialan!"
"Sialan kau bilang?!"
"Me-"
"SUDAHLAH!"
"Aku akan membeli semuanya, tapi kau harus jadi milikku."
Alea menegang, tapi tak lama dia kembali santai, "Apa itu artinya kita pacaran?" tanya Alea.
"Ya."
"Apakah aku boleh berselingkuh jika berpacaran denganmu?"
Felix membuka matanya dengan lebar lagi, "TENTU SAJA TIDAK! PASANGAN MANA YANG MENGIZINKAN PACARNYA UNTUK BERSELINGKUH?!"
"Hei! Tidak perlu berteriak, bodoh!"
"BODOH KAU BILANG?!"
"Diamlah Felix, kira seperti anak kecil," elak Alea, jengah dengan perdebatan ini.
"Kalau begitu, kau mau 'kan?"
***
Alea melebarkan matanya, dia melihat pemandangan gunung-gunung dan danau itu dengan memuja.
"Felix, kita di Bali!" teriaknya kesenangan.
"Jangan seperti orang udik Alea, tetap stay calm dan jangan norak," peringat Felix.
"Aku tidak norak, apa salahnya jika aku mengatakan 'Felix, kita di Bali!' aku hanya mengungkapkan bahwa kita sekarang ada di Bali!"
Felix menghela berat, lalu memilih untuk masuk ke kamarnya, dari balkon menang pemandangannya sangat indah, dia tidak salah memilih posisi kamar.
"Ayo Alea, lima menit lagi dimulai," ucap Felix, sambil memakai jas nya.
"Kemana?"
"Ke bawah, acaranya di lobi."
Alea hanya mengangguk, lalu berjalan menuju lemarinya, "Felix, menurutmu aku harus memakai gaun yang mana?"
"Yang mana saja."
"Kau iri 'kan karena aku punya gaun yang banyak?"
Felix mengelus dadanya untuk berusaha sabar, "Semua gaun itu 'kan aku yang membelikannya untukmu, untuk apa aku iri? Aku bisa beli lebih banyak!" sombongnya.
Alea mendengus sinis, lalu mengambil gaun yang tadi siang dia taksir, setelah menunggu Alea mengganti baju dan make up, mereka berjalan beriringan untuk ke lift.
Ting!
Lift nya terbuka, dan mereka berjalan menuju pesta itu. Felix menarik pinggang Alea sampai sangat rapat dengan tubuhnya, tangannya melingkar di pinggang Alea.
"Felix!"
Felix menghentikan langkahnya tanpa melepaskan tangannya yang berada di pinggang Alea. Senyum simpul terbit di wajah Felix lalu menghampiri teman lama yang sama brengseknya.
"Axele! Lama sekali tidak bertemu!" seru Felix sambil memperhatikan wanita di samping Axel, "jadi ini Laurel? Wanita yang sering kau ceritakan?" tanyanya.
Axel tersentak, dia menegang sebentar, "Ah, bukan. Laurel sedang sakit, dan ini hanya ... penggantinya," ujar Axel menjelaskan.
"Ah pantas saja wanitaku lebih cantik," ejek Felix pada wanita yang dibawa Axel.
"Lalu, siapa yang kau pegang pinggangnya itu?" tanya Axel sambil menyeringai.
Dengan cepat, Felix menjauhkan Alea dari Axel, "Jangan jadikan ini sebagai milikmu juga, Axel! Dasar pria buaya darat!"
"FELIX! TIDAK BOLEH SEPERTI ITU!"
Axel menyeringai, "Penasihatmu ternyata?" ejek Axel.
"Diamlah, sialan!" sahut Felix dan mendapat siku dari Alea di perutnya.