Gadis itu mengikat rambutnya dengan rapi, membenarkan pakaiannya dan memakai parfum bermerk terkenal. Dia berdiri di depan cermin, menyunggingkan senyum manis. Karena tepatnya hari ini, dia akan kembali bersekolah setelah beberapa hari izin karena keperluan keluarganya.
Keluarga Allice Alea Kimberly, Kim nama yang tidak asing ditelinga warga Philippines, Kimberly merupakan keturunan tersohor dengan keturunannya tanpa terkecuali, semua sukses.
Alea memoles wajahnya tipis, memakai lip balm dan sedikit menjepit bulu matanya. Dia terduduk di meja riasnya dan memakai sepatu putih polos yang memang dibolehkan.
Alea memakan sarapannya yang telah disiapkan orangtuanya, dibantu oleh beberapa pekerja di rumahnya. Sedang papanya, Azazel Sirennallius Kim yang merupakan CEO dengan paham terbesar di bumi Philippines itu sedang menyiapkan mobil.
Tak lama setelahnya, mereka makan bersama tanpa suara. Hanya terdengar suara sendok dan garpu yang berdentingan.
Alea berangkat menggunakan mobil keluaran terbaru dari merk ternama. Papanya juga seorang yang suka mengoleksi berbagai macam barang mahal, termasuk mobil.
Sesampainya di sekolah, dia berjalan menuju kelasnya, tak sedikit orang berjalan dengan terpana akan kecantikan Alea. Bagi Alea, itu sudah biasa.
"Alea!"
Alea menoleh menuju sumber suara, senyum merekah terbit di wajah cantiknya. Alea melambaikan tangannya pada seorang pria yang sedang berlari ke arahnya.
"Kenapa buru-buru sekali?" tanya Alea, terkekeh melihat pria itu yang sedang ngos-ngosan.
"Tak apa, mau jalan bersamamu saja, yuk!" ajak pria itu, sebut saja namanya Kenneth.
Alea kembali berjalan, dengan Kenneth di sampingnya, sedikit kata yang keluar dari bibir Kenneth selalu sukses membuat Alea riang. Seperti dugaan kalian, Alea memang menyukai Kenneth.
Sesampainya di sekolah, dia berjalan menuju kelasnya, tak sedikit orang berjalan dengan terpana akan kecantikan Alea. Bagi Alea, itu sudah biasa.
"Alea!"
Alea menoleh menuju sumber suara, senyum merekah terbit di wajah cantiknya. Alea melambaikan tangannya pada seorang pria yang sedang berlari ke arahnya.
"Kenapa buru-buru sekali?" tanya Alea, terkekeh melihat pria itu yang sedang ngos-ngosan.
"Tak apa, mau jalan bersamamu saja, yuk!" ajak pria itu, sebut saja namanya Kenneth.
Alea kembali berjalan, dengan Kenneth di sampingnya, sedikit kata yang keluar dari bibir Kenneth selalu sukses membuat Alea riang. Seperti dugaan kalian, Alea memang menyukai Kenneth.
Kenneth yang memakai seragam tanpa dasi, dan rambut yang tidak rapi selalu menjadi pandangan terindah Alea. Sayangnya, Alea tidak pernah tau sebagai apa dirinya di mata Kenneth.
Perlahan tangan Kenneth menggapai jemari Alea, menumbuhkan senyum Alea semakin menjadi manis dengan pipi yang merona, detak jantungnya bahkan bisa terdengar.
Bugh!
"KENNETH!" teriak Alea histeris, mulutnya sedikit terbuka melihat Kenneth yang tiba-tiba mendapat pukulan di rahang bawahnya, Kenneth yang tersungkur hanya mengelus pipinya yang terasa panas karena pukulan itu.
Sedang pria yang memukul Kenneth itu dengan mengepalkan tangannya erat, napasnya memburu, dadanya naik turun. Terlihat jelas diwajahnya dia sangat emosi.
Alea beralih menatap lekat wajah pria emosi itu, dia mendorong dada pria itu, karena tidak sebanding dengan tenaganya, pria itu tidak berpindah jauh dari tempat berdiri.
"Berengsek! Kau ini siapa? Mau apa?!" Sarkas Alea, dua terus mendorong-dorong tubuh pria itu, Felix.
Felix menatap Alea yang terus meracau, dia segera menarik tangan Alea dan membawanya pergi.
Kenneth yang melihat itu, mengusap sudut bibirnya yang ikut ngilu. "Shit!"
Darah segar keluar dari sudut bibirnya, menyadari banyak yang memperhatikan Kenneth di sana, Kenneth segara bangkit dan berjalan menuju UKS.
"Liar juga ternyata," sinis Felix, masih berjalan menjauh dari keramaian.
Alea terus menggeliatkan tubuhnya, berusaha kabur dari Felix, pria tak dikenalnya itu. Beberapa kali Alea mencoba untuk melepaskan genggaman tangan pria itu, beberapa kali juga tangan Alea hampir terpelintir.
Alea dimasukkannya ke dalam sebuah mobil mewah, dengan desain yang terlihat mahal, bahkan Alea menyadari hal itu, mobilnya tidak semewah ini.
Brugh!
Alea dilemparkan pada kursi belakang mobil dengan kasar. Felix itu kemudian menutup pintu mobilnya dan menguncinya.
Felix berjalan memutari mobilnya, lalu duduk di kursi pengemudi. Alea terus berteriak dan membuat telinga Felix hampir bocor.
Dengan gemas, Felix mengambil sebuah botol air mineral, diberikannya pada Alea. "Minum in—"
Namun, Alea dengan ganas melempar botol itu sehingga terjatuh, sontak hal itu membuat Felix.
"Kau tahu? Kau baru saja membuat kesalahan kecil tapi berdampak besar untukmu," ucap Felix, dia kembali mengambil botol itu dan mendekati Alea.
Sedikit demi sedikit Felix memangkas jarak antara keduanya, sampai akhirnya embusan napas mereka berdua beradu. Tatapan Felix lagi-lagi menghipnotis Alea.
Dengan perlahan Felix membuka tutup botol itu, dirasa Alea sudah terhipnotis oleh parasnya, wajah Felix langsung berubah menjadi murka.
Dia menumpahkan air itu di atas kepala Alea, terkejut Alea dan menatap semuanya dengan tidak percaya.
"Sudah kubilang minum! Apa kau punya telinga? Atau sudah kaudonorkan telingamu?"
*
Alea hanya bisa menunduk, setelah menangis karena perlakuan Felix yang kurang ajar, Felix malah mengecup dahinya dengan lembut. Sontak, hal itu membuat Alea menahan napasnya.
Sesekali Alea menoleh ke depan, di mana Felix dengan tenang menyetir mobil mewah ini. Tak ada sedikitpun rasa bersalahkah di pikiran Felix?
Alea mengusap bibirnya yang kering, dia menghela napas panjang, lalu memilih untuk menengok ke jendela. Alea sama sekali tidak mengenali jalan ini. "Mau kemana?" tanya Alea, dengan suara serak.
"Bisakah kaudiam? Suaramu mengganggu sekali."
"Apa kau akan membawaku ke sebuah tempat?"
"Sudah kubilang diam," tekan Felix.
"Tapi aku ingin tahu!"
"TIDAK ADA YANG MEMERINTAHMU UNTUK BICARA KERAS PADAKU!" kesal Felix, dia memukul stir mobil dan mengacak rambutnya dengan frustasi.
"Dan aku juga tidak mau kaubicara keras padaku," lirih Alea, sebening air mata itu kembali keluar dari matanya. Sungguh, baru kali ini Alea diperlakukan tidak wajar.
Mendengar lirihan Alea, Felix menepikan mobilnya perlahan. Dia mengambil napas dalam, berusaha meredam amarahnya. Jika yang dibawanya saat ini bukan Alea, pasti sudah Felix tenggelamkan orang itu.
Tangannya mengambil ponsel dengan lambang apel dari saku celana, mengetikan sesuatu di sana, tak lama panggilan dengan seseorang pun terhubung.
"Bisa ke sini?" tanya Felix di telepon tanpa basa-basi
"Kemana Tuan?" jawab orang di seberang sana.
"Akan aku share lokasinya."
"Ta-tapi Tuan sa—"
"Saya tunggu 10 menit, tidak boleh menolak," putus Felix, tak lama dia mematikan sambungan telepon itu. Wajahnya dengan aura tajam meneliti jalanan yang cukup ramai.
Felix merapikan rambutnya yang sedikit berantakan dengan kamera ponselnya. Dia mematikan mesin mobil lalu keluar dari mobil.
Alea yang menyadari hal itu merasa tidak peduli, bahkan jika Felix tidak kembali lagi Alea akan mengikhlaskannya. Namun, beberapa saat kemudian, pintu belakang mobil terbuka.
Alea yang melihat itu melebarkan matanya tak percaya. "Mau apa kau? Ingin menyiramku lagi dengan sebotol air? Atau menamparku?" kata Alea tanpa ekspresi. Wajahnya masih sembab akibat tangisannya.
Felix menampilkan senyum miringnya, beberapa rahang di lehernya terlihat, terkesan glamour di mata Alea. Matanya kini terus menyipit, dan jarak antar keduanya semakin kecil. "Kenapa kau bicara seperti itu?"
"Kau pemaksa, tidak punya perasaan, orang sepertimu tidak akan pikir dua kali untuk menampar atau bahkan membunuh seseorang!"
Felix semakin mendekatkan duduknya dengan Alea, sampai paha Alea yang terbalut rok pendek sekolahnya menyentuh paha Felix dengan celana bahannya.
Felix sedikit memiringkan kepalanya ke kiri, mencoba melihat ekspresi Alea yang mengatakan semua fakta itu dengan mudah.
Felix menampilkan smirk itu lagi, lalu tangan Felix meraih dagu Alea perlahan, dia berbisik di telinga Alea. "Kau sangat menarik, babygirl."
Alea yang mendengar itu, segera mendorong tubuh Felix agar menjauh, tak mendapatkan hasil, malah Felix mengangkat tubuh Alea dan dibawanya untuk dipangku di atas pahanya.
Pikiran Alea sudah kacau, dia benar-benar panik dengan situasi seperti ini. Tak lama Felix menarik rambut Alea ke belakang, sehingga wajah Alea menghadap ke langit-langit mobil, dan lehernya tanpa sengaja terekspos.
Felix, mendekatkan bibirnya dengan leher Alea, napas kasar Felix dapat Alea rasakan sensasinya dilehernya yang sedikit berkeringat.
"Ap-apa yang kau lakukan?" tanya Alea, gugup.
"Ah, ini menghiburku," sahut Felix, membuat Alea merinding.