Waktu terus berlalu, aku kini berada di rumah. Jam sudah menunjuk pukul sepuluh malam. Aku mengaktifkan laptop. Mencari laporan dari alat rekaman di sekolah. Aku memencet rekaman di jam enam pagi, lalu telinga mulai mendengarkan.
Rencananya, aku ingin mendengarkan hingga jam dua belas malam. Sisanya akan dilanjutkan besok pagi, aku akan menyambungkan ke handphone. Agar bisa mendengarkan di mana pun berada. Jangan sampai informasi yang dicari terlewatkan. Tujuan aku masuk ke sekolah Prabangga, ingin mengungkap kebenaran atas kasus Kak Tari yang dibiarkan hilang ditelan bumi.
Pada pukul tujuh pagi, hanya suara ribut yang terdengar, candaan guru-guru dan suara tawa. Sedikit mempercepat, hingga di jam delapan, aku mendengar percakapan yang membuat penasaran.
["Pak, ini kenapa nilai hasil ujian siswa tidak bisa di edit!"]
Aku menyunggingkan senyum mendengarnya.
["Masa sih. Coba tutup, terus ulang buka."]
["Sudah dua kali aku tutup dan ulang buka, Pak! Tetapi tidak bisa,"] ujar guru yang aku tidak kenal. Suara terdengar sangat panik.
Beberapa menit hening. Aku mematikan rekaman suara yang berada jauh dari guru-guru itu. Agar pendengaran tidak terganggu. Hanya dua alat rekaman yang aku aktifkan.
["Coba di refresh dulu, Bu. Masa sih nggak bisa. Padahal kemarin waktu rapat, bisa lo."]
Suasana kembali hening. Mungkin mereka sedang mengeluarkan segala kemampuan agar data bisa di ubah.
["Kok bisa gini ya! Coba kamu tanya ke yang lain. Siapa tahu sebelumnya ada yang memakai laptop ini."]
Beberapa detik berlalu, tidak ada suara. Aku lalu mengaktifkan semua rekaman. Ingin tahu lebih jelas yang terjadi di sana.
["Sudah bisa, Pak?"]
["Belum. Sepertinya ada yang salah pencet, saat menyimpan data. Coba tanya ke Pak Farid. Mungkin dia tahu laptop ini kenapa."]
Suara gaduh terus terdengar. Satu persatu menanyakan alasan data yang tidak bisa di edit. Namun tidak ada yang bisa memecahkan. Aku tidak bisa menahan tawa. Mereka adalah guru, harusnya bisa lebih pintar dari pada aku. Ternyata dugaanku salah. Dasar guru-guru bodoh!
Tanpa berlama-lama, aku langsung memutar rekaman saat jam sebelas lewat lima belas menit. Mau mendengar langsung kepanikan mereka, karena waktu pengumunan sudah semakin dekat.
Harusnya aku tidak hanya menaruh alat perekam di sana. Tetapi, dengan kamera pengintai juga. Agar bisa menyaksikan gerak-gerik semua pihak sekolah.
["Jadi bagaimana ini, Pak? Kita tidak mungkin mengeluarkan pengumuman hasil ujian, jika belum di ubah. Banyak orang tua siswa yang akan marah! Bagaimana kalau kepala sekolah tahu dengan masalah ini? Aku takut, pak!"] Terdengar suara panik dari seorang guru perempuan.
Semoga yang ditugaskan untuk mengubah data adalah guru yang membukakan gerbang untuk aku dan Veka. Dia juga guru yang bergosip saat di toilet. Aku berharap secepatnya dia di pecat dari SMA Prabangga. Orang seperti dia tidak layak di panggil guru oleh banyak siswa. Tetapi, kalau membahas pantas dan tidak, semua guru di SMA Prabangga tidak pantas di katakan guru. Mereka tahu semua bentuk ketidakadilan yang terjadi. Namun, tak seorang pun menyuarakan kebenaran.
["Mau bagaimana lagi, Bu? Kecuali kalau pengumuman di tunda. Lagi pula, kita tidak punya alasan untuk menunda pengumuman. Besok atau lusa, belum tentu data hasil ujian ini bisa diubah."]
["Tidak apa-apa. Kita beritahu saja masalah ini ke kepala sekolah dan semua guru-guru. Masih ada waktu setengah jam. Mungkin mereka bisa memberi solusi."
["Kita ke ruang kepala sekolah dulu. Entah apa keputusannya, itu yang harus kita ikuti."]
Aku langsung mematikan semua rekaman kecuali rekaman yang ada di ruang kepala sekolah. Agar suara percakapan mereka terdengar tanpa ada pengganggu.
["Misi, Pak. Maaf kami menganggu."]
Mungkin bapak kepala sekolah sedang sibuk. Makanya harus minta maaf. Kalau tidak, aku pikir terlalu lebay, berkata maaf tanpa melakukan kesalahan.
["Mohon maaf, Pak. Kami bertiga mau memberitahu, jika ada masalah dengan data pengumuman hasil ujian calon siswa baru."]
["Maksud kalian!"] Mungkin ini suara kepala sekolah. Intonasi suaranya sangat kaget.
["Data hasil ujian tidak bisa di edit, Pak. Jadi, belum ada yang kami ubah. Aku, Pak Farid dan Ibu Keke sudah mengotak-atik. Tapi, tidak juga menemukan, kenapa data itu tidak bisa di ubah. Padahal kemarin aku sempat buka, semuanya masih aman."]
["Dasar bodoh! Jadi bagaimana? Kalian ingin mempermalukan sekolah ini!"]
Kenapa sekolah harus malu. Bukankah kalau mereka jujur, semua akan aman-aman saja. SMA Prabangga sudah sangat terkenal. Aku kurang mengerti dengan ucapan kepala sekolah.
["Ada lima puluh orang tua yang sudah membayar mahal, agar anak-anak mereka bisa masuk sekolah ini lewat jalur orang dalam. Kelima puluh siswa itu yang sudah kita atur menjadi peringkat satu dan seterusnya. Sesuai dengan uang yang diberi oleh orang tua masing-masing. Siapa yang akan mengganti semua uang-uang itu?"]
Mataku membola. Sangat tidak menyangka, sekolah yang sangat terkenal itu ternyata menyimpan kebusukan yang sangat mengerikan. Jadi, ini alasan mereka, harusnya sejak awal aku curiga. Kalau hanya sebab kedekatan orangtua calon siswa dan guru, tidak mungkin harus diubah seperti ini. Cukup dengan kabar lulus saja, pasti orang tua calon siswa sudah merasa senang.
["Jadi harus bagaimana? Nilai hasil ujian sebentar lagi akan diumumkan. Masih ada dua puluh menit. Aku tidak mau tahu, kalian harus bisa mengubahnya."]
["Mohon maaf, bapak. Tetapi kami sudah berkali-kali mencoba, tetap tidak bisa."] Seorang guru laki-laki berkata dengan suara gemetar. Mungkin dia merasa takut.
["Kalian bertiga dipecat! Keluar dari ruangan ini!"]
Waw... Secepat ini kah, guru yang bertangungjawab harus dipecat! Aku masih tercengang. Selamat menikmati masa pengangguran. Senyum sinis terpancar diwajahku.
Aku kembali mengaktifkan semua rekaman. Jangan sampai momen semahal ini terlewatkan.
["Ke ruanganku sekarang!"]
Masih suara kepala sekolah yang mencuri perhatianku. Lagi-lagi, tangan langsung mematikan rekaman yang lain. Agar ucapan kepala sekolah pada orang yang aku tidak tahu, dapat terdengar jelas di telinga.
["Gawat, Pak. Hasil nilai peserta ujian kemarin tidak bisa diubah. Kita bisa bahaya, kalau ada orangtua siswa yang marah. Tidak masalah kalau kita disuruh mengembalikan uang, tetapi kalau masalah ini di kasuskan bagaimana? Waktu untuk diumumkan hasil ujian sisa lima belas menit lagi."]
Lama tidak ada suara. Mungkin mereka sedang berpikir untuk mencari solusi.
["Bagaimana kalau semua peserta ujian diluluskan. Untuk pembagian kelas, nanti kita akan buat yang baru setelah pengumuman. Setidaknya, kalau anak mereka lulus, pasti masalah tidak semakin berat."]
["Bisa juga. Hanya saja, bagaimana dengan nilai mereka. Ada lima orang tua yang sudah membayar sangat mahal agar anak mereka masuk sepuluh besar! Aku harus berkata apa pada mereka!"]
["Nanti kita pikirkan lagi, Pak! Waktu pengumuman sisa sepuluh menit lagi! Kita hanya bisa menunda sampai setengah jam! Reputasi sekolah kita yang terkenal tepat waktu, akan rusak jika kita menunda terlalu lama."]
["Baiklah! Aku serahkan semua ke kamu! Setelah ini, kita harus secepatnya memikirkan alasan yang tepat! Kenapa calon siswa yang masuk sepuluh besar, tidak sesuai keputusan rapat."]
Dasar kepala sekolah gila! Ingin sembunyi tangan, setelah berbuat. Jangan harap kamu bisa tenang, bapak kepala sekolah yang budiman! Sesudah ini, aku tidak akan membiarkan kamu hidup damai. Meskipun baru menginjak enam belas tahun, jangan remehkan aku! Kalian salah, jika bermain-main denganku.