"Tambah lagi." Gelas kosong berulang kali seorang gadis cantik sodorkan pada pegawai bartender di depannya.
"Fel, sudah! Lo sudah sangat mabuk."
"Ah bodoh amat."
Teguran Zira—salah satu teman Felina—gadis cantik yang sekarang terus meneguk minuman beralkohol pun, dia abaikan begitu saja.
"Cih! Gue belum merasa mabuk sama sekali. Sampai saat ini gue masih bisa mendengar apa yang orang-orang katakan di sekitar gue. Gue juga masih bisa melihat orang berjoget ria di depan sana walau sedikit berbayang-bayang dan wajah mereka tak jelas terpandang," ucap Felina di dalam hatinya.
"Kalian balik saja sana, gue masih mau di sini," usir Felina. "Berisik sekali mendengar ocehan mereka yang terus menceramahi gue dari tadi. Gue sudah dewasa dan gue juga tahu mana yang terbaik untuk diri gue sendiri. Dan sekarang Gue butuh menghibur diri agar tak gila kedepannya nanti," batin gadis dengan mata Almond tersebut.
"Tidak bisa Fel, kita ke sini sama-sama dan balik pun harus sama-sama."
Memutar bola mata jengah, cerewet sekali memang teman Felina bernama Dinda satu ini. Memaksa bokong untuk terlepas dari tempat ternyamannya. Felina pun bangkit dari tempat duduk, dan siap pergi menjauh dari teman-temannya, tapi bukan untuk merajuk, melainkan bagian bawah perutnya sudah terlalu sesak dan dia sudah tidak mampu lagi menahannya.
"Baiklah, tapi sebentar dulu, gue mau ke kamar mandi."
"Mau gue antar Fel?" Lagi-lagi si Zira crewet sekali. Pakai acara menawarkan untuk mengantar Felina ke kamar mandi.
"Apa kalian pikir gue anak TK yang harus ke mana saja ditemani orang dewasa," sahut Felina dengan sewotnya.
"Bukan begitu, Fel. Lo sekarang sangat mabuk, takutnya ...."
"No!" sentak Felina memotong ucapan Dinda.
Melenggang ke kamar mandi, gadis cantik itu pun meninggalkan Zira, Dinda, dan Nesya—tiga temannya yang menaruh khawatir luar biasa. Pusing dilawan hingga berjalan pun sempoyongan, tak tentu arah pun di tuju hingga akhirnya tersesatlah langkah wanita itu.
"Ya sepertinya gue tersesat di dalam Bar yang ternyata begitu luas ini," gumam Felina dalam hati.
Felina mengedarkan pandangannya. "Ini di mana?" tanyanya.
Memegang kepala yang berdenyut nyeri, mata pun mengerjap untuk mengenali. "Ah sepertinya ini kumpulan kamar. Namun bukan kamar yang ingin gue datangi," racau Felina.
"Gue salah belok kali ya? Harusnya gue belok kiri tadi," racau Felina kembali.
Sontak berbalik, ia pun ingin mencari kamar mandi. Namun sebuah cekalan yang terjadi pada pergelangan tangan sontak menahan.
"Eits ... mau kemana, Sayang? Saya sudah menunggumu dari tadi."
Whats? Felina pun sontak terperanjat kaget, sebuah tangan kekar menahannya dari belakang. Lantas berbalik, ia dibuat ternganga oleh sosok menjulang di depan sana. Tinggi dan gagah. Perawakan yang sempurna, tapi wajahnya?
Menggelengkan kepala mengusir pusing, kunang-kunang di mata Felina pun tak kunjung beralih juga. Pasrah ditarik oleh lelaki asing tersebut. Ia tak melakukan perlawanan kala tubuh mungil sudah dibanting ke tempat tidur yang begitu empuk dan nyamannya.
"Are you ready, Baby?"
Bisikan setan menuntun Felina untuk melayani nafsu lelaki yang sama sekali tak ia kenali, bahkan bodohnya gadis itu, tentang nama pun tak peduli. Membiarkan tangan kokoh tersebut melucuti pakaian minimnya, yang penting adalah kesenangan semata bukan tentang penyesalan nantinya.
"Argh! Kamu menyakitiku, Honey." Felina meringis keras kala sebuah benda tumpul coba menusuknya di bawah sana.
Namun bukannya berhenti lelaki itu malah semakin gigih melakukannya.
"Sepertinya kamu tidak pernah tersentuh sebelumnya. Baguslah, saya suka. Saya akan memberikan bayaran lebih nantinya."
Tebakan lelaki di atasnya tepat sasaran. Dialah orang pertama dengan seringaian bak iblis merenggut keperawanan. Membelah diri seorang gadis bermata almond semakin dalam hingga bukan sakit lagi yang ia rasakan. Melainkan nikmat duniawi yang begitu nyaman.
"Berapa pun kamu minta," racau lelaki itu yang tidak sama sekali di dengar dengan jelas oleh Felina. Entah apa yang ia katakan, yang jelas, Felina hanya sibuk mendesah dan semakin membangkitkan gairah.
"Damn! Kamu legit sekali, Baby," puji lelaki itu.
"Argh!" Gadis itu pun hanya mampu berteriak seraya tersipu malu. Pujian lelaki yang wajahnya saja tak dapat dia kenali dengan jelasnya melambungkan jiwa raga pergi menuju nirwana.
"Fuck! Terus jepit saya, Baby."
Racauan demi racauan mereka keluarkan, saling mengumpat sekaligus saling memuji fisik agar permainan semakin semangat dan pergulatan di ranjang semakin hebat.
"Thanks Baby. Saya puas sekali malam ini."
"Aku juga puas sekali, Honey."
Empat puluh menit bukan waktu singkat untuk sebuah penyatuan dua insan manusia tanpa adanya dasar cinta. Namun pada kenyataannya Felina dan dia—lelaki asing itu sudah melakukannya. Hubungan terlarang untuk dua insan tanpa perkenalan.
Cup!
Satu kecupan Felina dapatkan dari bibir tebal yang lancang menempel pada dahi gadis itu sekarang.
"Sana." Bukannya suka gadis yang sudah tidak perawan itu malah mendorong tubuh kekar lelaki tersebut.
Mungkin dia sudah tidak kuat dengan rasa lengket akibat peluh yang berbaur satu sama lainnya. Belum lagi pengap menyelimuti indera penciuman Felina saat ini, hingga ia kesusahan bernapas normal dengan hidung mancungnya.
Hosh-hosh-hosh!
Hal sama pun sepertinya di alami lelaki itu. Mengguling tubuhnya ke samping, ia menetralkan napas dengan memandang langit-langit kamar dengan lepas.
Hening. mereka berdua tidak lagi bergeming, saling berdiam diri satu sama lain. Dan Felina pun menetralkan rasa pening dengan memijat-mijat kening.
***
Tak terasa waktu semakin berputar dan bertambah menit tiada hentinya. Satu jam terbuai oleh tipuan dunia, Gadis yang tadinya ingin ke kamar mandi itu pun beringsut bangun dari tempat tidur king size tersebut. Melirik lelaki yang entah sejak kapan berganti posisi terlungkup dengan nyamannya, bahkan dengkuran halus pun sontak menusuk ke telinga.
"Enak sekali dia tidur setelah menuntaskan nafsunya," gumam Felina setengah mengomel.
"Dasar lelaki," tambahnya. "Semua sama saja."
Ingat akan teman-temannya yang pasti sudah menunggu, Felina pun meliarkan mata, mencari semua barang-barang pribadi yang berserakan di lantai kamar tersebut. "Ketemu!" Dan ia pun harus segera memunguti satu persatu.
"Argh! Kepalaku pusing sekali," gumamnya seraya memegang kepala. Mungkin ini terjadi karena efek minuman yang tadi dikonsumsi atau bisa juga karena perbuatan singkat mereka tadi.
Menyambar semua pakaian yang berserakan di lantai, lantas ia pun kembali memakai baju yang kurang bahan.
"Tasku mana?"
Mencari-cari benda berselempang tersebut, Felina butuh sesuatu yang selalu ia masukkan di dalam sana.
"Ah ketemu!" Ternyata tas itu ada di kolong ranjang. Mungkin terlempar saat ia di bawa masuk dan di dorong secara kasar sebelum kejadian panas tadi.
Mengambil benda kecil tersebut, secepat kilat ia pun mengobrak abrik isi di dalamnya.
"Ini dia." Sebuah botol kecil lantas Felina ambil dari sana. Membuka penutupnya, ia pun mengeluarkan dua butir pil kecil sebagai pereda pusing pada kepala. Menyambar gelas di nakas, gadis itu pun membasuh kerongkongan yang terasa pahit akibat obat yang ia telan.
"Sebaiknya aku pergi saja, pasti teman-temanku menunggu dan mencariku ke mana-mana."
Akhirnya Felina memutuskan untuk keluar saja dari kamar penuh kenangan itu. Meninggalkan lelaki yang telah lancang menggambil sesuatu berharga dalam hidupnya selama ini. Keperawanan yang harusnya ia jaga dan serahkan pada lelaki yang kelak akan menjadi cinta terakhir dalam hidupnya nanti.
Apa Felina marah?
Tidak. Toh Felina sendiri tak menolak. Bahkan terkesan ia sendiri yang datang ke tempat itu untuk menawarkan diri.
Menyesal?
Entahlah. Kita lihat saja jawabannya pada drama yang akan ia jalani pada masa mendatang.