"Tidak!"
Felina menyentak kasar tangan di atas perut ratanya. Lalu mendorong keras tubuh Pak Andre dengan siku, dan gadis itu pun segera memberi jarak antara tubuhnya dengan si Bos gila. "Mohon maaf, Pak Andre. Saya tidak akan pernah mau menjadi pelakor, saya wanita baik-baik," bela Felina.
Pak Andre tersenyum miring. Selangkah demi selangkah ia pun kembali memepet tubuh Felina sampai ke tembok di samping pintu. "Sayangnya kamu tidak diberi pilihan untuk menolak. Karena jika kamu menolak, maka kamu tahu sendiri akibatnya."
"Walaupun saya akan dipecat secara tidak hormat, saya rela keluar dari perusahaan ini asal saya tidak menjual harga diri," tantang Felina yang ternyata di setujui Pak Andre.
"Baiklah kalau kamu menolak. Silakan kamu angkat kaki selamanya dari kantor ini dan jangan harap ada perusahaan lain yang akan menerimamu bekerja lain hari."
Tanpa ba-bi-bu. Secepat kilat Felina memutar anak kunci yang masih terpasang di pintu. Keluar dari ruangan pengap tersebut, ia pun tak menghiraukan lagi panggilan dua temannya.
***
Shit!
Ternyata menjadi primadona di tempat kerja tidak seenak kelihatannya. Si Bos nan kaya raya pun turut andil menaruh cinta, sayangnya Felina bukanlah wanita yang suka menghancurkan rumah tangga. Memilih menolak, dipecat dari pekerjaan adalah resiko yang ia dapat barusan.
Membereskan barang-barang. Gadis cantik bermata Almond itu pun bercerita pada Zira—temannya satu divisi maupun satu ruangan.
"Gila itu si Bos," tanggapnya, "Tapi, Fel. Apa lo tidak takut kalau habis ini lo tidak akan mendapatkan kerjaan lagi di luar sana."
Felina menggelengkan kepala dengan lemah, sesungguhnya ia pun tentu juga khawatir akan hal demikian. Namun menjadi pelakor adalah suatu perbuatan yang ia kutuk dari dulu. Tidak akan pernah, ia mau menjadi wanita perusak seperti itu.
"Entahlah, Zir. Semoga saja masih ada yang mau membantu gue nanti." Menghela napas, Felina pun bangkit dari tempat duduknya. "Sekarang gue pamit ya, titip salam sama yang lainnya. Next kita pasti akan kumpul-kumpul di luar saja."
Dengan langkah gontai, gadis cantik yang diberi nama Felina itu pun keluar dari gedung pencakar langit tersebut. Menuju parkiran, kini ia membawa diri menaiki motor kesayangan. Menuju sebuah gedung pencakar langit lain dan ia mendatangi lelaki tampan yang lainnya.
"Sudahlah Sayang, kamu jangan nangis terus. Rezeki bukan hanya di sana saja, siapa tahu kamu akan mendapat pekerjaan yang lebih baik nanti kedepannya. Lagi pula kalau kamu tetap di sana, pasti kamu akan dikira pelakor sama istri Bos kamu nantinya."
Fernando—Lelaki tampan yang dipilih Felina untuk menjadi tambatan hati, senantiasa selalu ada untuk menasehati. Galau pun akan pergi kala ia sudah membantu gadis cantik itu.
"Jangan nangis lagi ya? Besok aku bantu cari kerja lain."
Seulas senyum pun lelaki itu berikan sebagai penghibur jiwa Felina agar senantiasa lapang dan tenang. Dan benar saja, kini gadis itu sudah mengusap air mata, terus mengangguk dengan manja.
"Janji?"
"Iya. Aku janji."
Tautan jari kelingking mereka pun mengubah Felina kembali ceria. "Terima kasih," ucapnya girang.
"Sama-sama, Sayang. Sekarang kamu pulang dan istirahat saja dulu di rumah ya? Anggap saja ini cuti sementara."
"I-iya, Sayang."
Felina mengangguk patuh. Benar juga, rasanya sudah lama sekali, ia tidak leha-leha. Bersantai di rumah bagai pengangguran tak punya kerja. Nonton tv dan tiduran di kamar pasti rasanya nikmat sekali, batin Felina.
"Tapi aku masih kangen, Sayang." Nyatanya gadis itu menampik perasaan, ia tetap enggan berpisah dari Fernando—Sang Pacar tercinta.
Lelaki di samping Felina pun terkekeh mendengar ocehan manja sang kekasih. "Aku masih harus lanjut kerja, Sayang. Kalau aku juga dipecat, lalu bagaimana mau melamarmu nanti," bujuknya.
Sontak Felina pun tersipu malu, pipinya merah merona. Rasanya sudah tidak sabar menunggu lamaran dari kekasih tercinta, hidup bahagia dalam bahtera rumah tangga.
"Aku selalu sabar menunggu kamu datang menemui kedua orang tuaku, Sayang," sahut Felina lembut.
Melabuhkan diri dalam pelukan hangat Fernando. Felina pun kali ini benar-benar berpamitan pergi. "Aku pulang dulu ya, Sayang?"
"Iya Sayang, hati-hati, ya? Titip salam buat Ayah sama Bunda."
"Oke, Sayang."
Mengayunkan kaki keluar dari ruangan kerja kekasihnya, Felina sembari merogoh benda pipih dalam tas. Namun ia baru teringat akan amplop coklat berisi penghasilan terakhirnya dalam mencari nafkah. Syukurlah si Bos gila itu masih punya sisi baik, untuk membayar upah terakhir anak buahnya.
"Apa aku belikan sesuatu buat Ayah dan Bunda saja ya?"
Boleh juga ide yang Felina cetuskan. Rasa-rasanya sudah lama sekali ia tidak memberikan apa pun kepada orang tuanya.
"Kubelikan baju couple saja, ya?"
Tekad pun sudah bulat, kebetulan ada sebuah butik ternama di depan kantor Fernando. Menyebrang jalan, gadis bermata almond itu pun memilah-milah yang cocok untuk ia bawa pulang nantinya.
"Ini cantik nih, ukuran juga pas buat Ayah dan Bunda."
Mengambil satu baju hem pria, serta selembar gamis panjang untuk wanita, Felina kini menyerahkannya pada kasir. Namun bukannya segera membayar, kini matanya terpaku pada sepasang pakaian pada patung di depan sana.
"Bagus sekali model yang itu," tunjuknya pada dua patung berbaju di belakang Mbak kasir.
"Oh yang ini barang baru masuk, Mbak. Modelnya juga masih langka," terang sang pegawai berbaju seragam.
"Boleh saya lihat, Mbak?" pinta Felina.
"Boleh."
Si Mbak penjaga kasir mengambilkan pakaian yang terbalut di patung tersebut. Menyerahkannya kepada Felina, hingga gadis itu bisa meneliti setiap inci modelnya. Sweeter rajut hitam berlengan panjang untuk cowok, kainnya tebal dan pasti adem jika di pakai. Cocok untuk Fernando tercinta.
"Ini untuk wanitanya, Mbak." Satu lagi Si Mbak kasir memberikan pasangannya. Sepotong dress hitam dengan bahan rajut yang sama.
"Ini pasti bagus kalau di tubuh, Mbak." Ah si penjaga kasir memang pandai sekali merayu pelanggan. "Coba saja dulu, Mbak," suruhnya.
Melihat bandrol harga, Felina cukup tertegun mendapati nominalnya, tapi untuk kesenangan sekali-kali tidak apalah ya? Tergoda dengan kesenangan yang ditawarkan dunia, gadis cantik itu pun membawa dress tersebut ke ruang ganti. Mencobanya ....
Dan memang benar sangat cocok pada bodi tubuh Felina yang ramping. "Wow," takjubnya seraya berputar-putar untuk memastikan sekali lagi.
"Pasti Fernando sangat senang melihatnya."
Puas menatap pantulan diri di kaca, ia pun segera melepas pakaian tersebut.
"Sama couple yang ini juga, Mbak." Akhirnya Felina menyerahkan empat potong pakaian. "Jadi berapa totalnya?"
Hm. Biarlah gajih terakhirnya habis, yang penting kali ini dia bisa membahagiakan orang yang ia sayangi lebih dulu.
"Satu juta tiga ratus lima puluh ribu, Mbak."
Ckck. Banyak juga. Kini Felina pun mengeluarkan lembar demi lembar uang dari dalam amplop coklat tersebut. Setelah dihitung-hitung dan ia menyerahkan sebanyak totalan belanjaan. Untunglah masih ada beberapa yang tersisa, walau hanya beberapa lembar saja.
"Sisa uang ini harus aku tabung buat keperluan aku selama belum mendapatkan kerja," gumam Felina.
Ya. Walau orang tuanya sebenarnya lumayan kaya, tapi dia bukan pribadi yang suka menggantungkan diri pada mereka. Mandiri lebih baik dari pada tua nanti hanya bisa gigit jari. Melangkahkan kaki keluar dari butik, rasanya Felina tidak sabar untuk segera menemui tambatan hati lagi.
"Aku kasih sekarang saja, ah. Mumpung dekat juga."
Mengulas senyum pada sederet teman kantor kekasihnya, ia membawa kaki jenjang untuk masuk lagi ke gedung pencakar langit tersebut. Menaiki lift hingga lantai tiga, Felina sontak mencari ruangan direktur keuangan di sana. Oh ya author lupa cerita, Fernando—kekasih Felina itu punya jabatan yang lumayan signifikan juga di kantor itu, hehehe. Dan Felina yakin kalau kelak, kekasihnya itu pasti akan membantunya untuk mencari kerja yang layak dari sebelumnya.
"Ketuk nggak ya?" gumam Felina setelah di depan pintu.
Menimbang-nimbang, akhirnya dia pun memutuskan. "Nggak usah deh, biar jadi kejutan buat Fernando." Lantas Felina mendorong pintu tanpa permisi.
Ceklek!
"Sa—"
Matanya membulat sempurna, tubuh pun lemas seketika. Pemandangan di depan sana sungguh menyesakkan dada serta jiwa. Niat memberikan kejutan untuk kekasihnya, justru terbalik keadaannya. Lalu apa yang terjadi di dalam sana?
Temukan jawaban di bab selanjutnya.