"Jangan! tolong jangan lakukan!"
"Tolong!"
"Aku mohon jangan lakukan!"
Seorang wanita tidak bisa menggerakkan seluruh tubuhnya, kaku bagai patung besi puluhan ton beratnya. Hanya bisa menangis, dia tidak bisa memberikan perlawanan berarti. Bahkan jeritan pun hanya bisa tertelan di dalam hati.
Setetes demi setetes air mata mulai jatuh saat bajunya di buka. Memejamkan mata, dia bahkan tidak merasakan apa-apa ketika kulitnya disentuh oleh jari-jemari kekar yang menyusuri dari atas kepala hingga kakinya.
Seringaian senyum miring menggelitik indera pendengaran wanita itu. Namun, dia hanya bisa mendengar suara, tubuhnya tidak bisa menangkap rangsangan dari lidah dan gigi yang terus bermain lembut di telinga dan lehernya. Bahkan ketika mulut lelaki itu lancang berkelana di dua bukit indah miliknya, dia tetap tidak merasakan apa-apa.
Apakah tubuhnya mati rasa?
Tapi kenapa dia masih bisa mendengar suara bisikan lelaki itu?
Lalu siapa sosok di atasnya ini?
Di mana dia? Kenapa gelap? Apa dia di alam berbeda? Argh! mana mungkin ada orang yang lancang melakukan ini kepadanya, kalau memang ini adalah dunia yang berbeda.
Napasnya tercekat, Ini kali kedua dia merasakan tubuhnya bereaksi ketika sebuah jemari lancang bergerak di bawah area terlarangnya. Namun, itu hanya sementara dan di awalnya saja. Setelahnya dia tidak lagi merasakan apa-apa.
"Tubuhmu membuatku candu, Baby." Bisikan lelaki itu sangat jelas terdengar di kuping wanita cantik tersebut.
"Bersiaplah, aku akan datang dan memuaskanmu lagi, Baby."
Tidak. Bisikan itu terdengar semakin berat dan berkabut. Otak wanita itu masih bisa bekerja untuk memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Jangan! aku mohon jangan!"
"Siapa pun tolong aku!"
"Aku mohon! Jangan!"
Hatinya kembali menjerit di kala wajah dengan topeng di bagian mata itu mendekat. "Siapa orang ini? kenapa dia melakukan ini? Dan apa aku? Tidak bisa bergerak dan tidak merasakan apa-apa sama sekali?"
"Tolong aku!"
"Kenapa nasibku sampai seperti ini?!"
"Apa salahku?!"
"Siapa orang ini?!"
Meski bibirnya ditauti bibir tebal, wanita itu benar-benar tidak merasakan apa-apa. Mati rasa? mungkin itu yang sedang dia alami saat ini. Terbujur kaku bagai mayat hidup yang hanya bisa mendengar suara saja.
Tawa miring itu kembali samar-samar terdengar, hodie hitam yang dia kenakan pun sudah terlepas dari badan kokoh nan kekar. Pelan-pelan mengangkat kaki wanita itu, dia menggunakan bajunya tersebut sebagai alas dari tubuh bagian bawah wanita itu. Menarik sempurna, celana biru muda dan penutup kecil terakhir sang wanita itu dia membelalak dengan seringaian senyum yang semakin menjadi di wajahnya.
"Sangat indah," gumamnya. Matanya berbinar menatap sebuah daging putih mulus tersebut. Memutar lidahnya pada bibir, lelaki itu tidak sabaran membuka ikat pinggang celananya.
"Sekarang kita mulai lagi, Beib. Mungkin ini pun akan masih sedikit sakit, karena punya kamu terlalu sempit, tapi tenang saja, Kamu sedang koma, semua itu munkin tidak akan terasa," bisiknya pada telinga gadis cantik tersebut.
Deg!
Jentung wanita itu seakan di tarik dari tempatnya. Napasnya tertahan sempurna. "Apa ini?!" Benda apa yang mencoba untuk menyakitinya?
"Kamu sangat sempit dan aku sangat menyukainya." Lagi-lagi bisikan itu menyayat telinga wanita tersebut.
Air matanya kembali menetes dan tangannya sampai repleks bergerak. "Argh! s-s-sakit!" Hatinya benar-benar menjerit, rasa sakit tusukan benda besar di bawah sana membawanya pada titik di mana dia mampu merasakan sesuatu sebagai mana makhluk hidup lainnya.
"Kamu benar-benar sangat legit." Lelaki itu terpejam merasakan sensasi yang luar biasa baginya. Sejenak mengatur napas, dia menunduk dan mengulas senyum melihat tancapan batang yang sempurna.
"Keperawananku memang sudah hilang hari itu, tapi ...."
Aneh ... ini sungguh aneh. Tadinya wanita itu sangat jelas bisa merasakan apa yang terasa membelah tubuhnya di bawah sana. Bahkan tangannya saja sampai ikut bereaksi dengan rasa sakit yang terjadi, tetapi ketika sakit itu mulai menghilang, dia tidak lagi merasakan apa-apa.
Tubuhnya mati rasa seperti semula, terdiam kaku bagai mayat yang hanya meninggalkan napas saja. Hanya suara bisikan-bisikan aneh dari mulut lelaki itu yang samar-samar dia dengar sampai tiga puluh menit ke depan.
Tubuh terlambung, dan kaki yang terbuka sempurna. Bahkan ujung kaki di letakkan di kedua bahu lelaki itu, tetap saja wanita itu tidak lagi merasakan apa-apa.
Menggeram, lelaki dengan topeng di mata tersebut sudah mendapatkan apa yang dia mau. Sebuah puncak pelepasan yang begitu memuaskan. "Kamu begitu nikmat sama seperti pertama, Baby."
Tidak ingin membuang waktu, lelaki itu secepat kilat melepaskan dirinya. Menatap sekali lagi benda yang sudah memberikan kepuasan untuknya, dia membersihkannya menggunakan hodi hitam miliknya.
Memungut semua pakaian wanita itu, dia mengembalikan seperti bentuk semula, mengambil baju dirinya yang menjadi saksi bisu perbuatannya, tanpa jijik lelaki itu santai memakainya.
"Terima kasih sudah memberikan aku kenikmatan, Beib. Tunggu aku besok malam lagi," bisiknya seraya memberikan labuhan bibir pada pucuk kepala, kedua pipi, serta bibir dari wanita itu.
Dalam sekejap bayangan itu menghilang entah kemana, meninggalkan sisa ruangan hening bernuansa putih tersebut. Hanya bunyi suara alat-alat medis yang membantu bertahannya hidup seorang gadis cantik di ruangan itu.
Ceklek!
Pintu ruangan terbuka, Dua orang perempuan dengan pakaian putih masuk ke dalam ruangan itu. Melaksanakan tugas sesuai dengan prosedurnya, wanita yang terlihat tidak lagi muda itu hanya menggelengkan kepala.
"Sudah satu bulan dia koma, Sus. Saya tidak tahu lagi apa yang harus kita lakukan untuk membantunya," ujar wanita yang ternyata seorang Dokter itu.
"Iya, Dok. Saya prihatin dengannya. Belakangan diketahui dia adalah anak yatim piatu dan tidak memiliki keluarga sama sekali," sahut sang Suster perempuan. Menyeka air mata, Suster yang sering keluar masuk ruangan itu masih ingat bagaimana keadaan wanita itu saat pertama kali datang ke rumah sakit.
"Beruntung orang yang terlibat kecelakaan dengannya masih mau bertanggung jawab sepernuhnya." Menghela napas dalam, sang Dokter mengajak sang Suster untuk segera keluar dari ruangan itu.
Suster wanita itu pun ikut menghela napas, mendekat pada sang wanita cantik tersebut, dia mengelus sejenak pucuk kepala wanita itu. "Cepat sembuh ya?" bisiknya pelan. "Kami keluar dulu, nanti kami akan ke sini lagi."
Kedua orang itu keluar dari ruangan sunyi sepi tersebut. Meninggalkan wanita cantik bagai mayat hidup itu terbaring sendiri. Menutup pintu, mereka tidak lupa mengunci pintu agar tidak ada orang yang mengambil kesempatan dalam keadaannya yang seperti itu.
Ternyata semua tadi hanya mimpi, mana mungkin ada orang yang bisa masuk dalam keadaan pintu terkunci, batin wanita itu setelah dua perempuan itu pergi meninggalkannya.
Syukurlah, artinya aku hanya pernah tersentuh di saat aku mabuk saja, bukan dalam keadaan koma dan untuk lelaki yang tidak juga aku kenali siapa, lanjut wanita itu dalam hatinya.