Lanjut berjalan sempoyongan menuju ruang utama Bar. Kesadaran penuh Felina belum juga kembali, penglihatan pun masih berkunang-kunang. Padahal dia sudah meneguk pil penghilang rasa pening tadi. Mungkin benar kata teman-temannya, kalau Felina begitu banyak menghabiskan minuman beralkohol.
"Sepertinya aku terlalu banyak minum dan mabuk berat malam ini," lirihnya yang akhirnya setuju tentang kata-kata crewet teman-temannya.
Berpegangan pada tembok sepanjang perjalanan. Felina pun harus kuat menahan agar bisa bertemu teman-teman.
"Au!" pekiknya kala terjatuh dan sontak terduduk di lantai.
"Dasar hels sialan!" umpat gadis cantik yang malam ini kehilangan keperawanan tetsebut. "
Dia penyebabnya," omelnya pada sepasang sepatu di bawah sana. "Lancang sekali ia bergelut satu sama lainnya, apa dia iri dengan aku yang tadi bermain panas dengan pria yang masih tidur di dalam sana? Hingga ia juga tak mau kalah bercumbu dengan pasangannya?"
"Huh!" kesal Felina berlanjut sambil mencoba bangun dan melanjutkan perjalanan kembali. Namun ternyata kakinya tidak bisa diajak kompromi, pergelangannya terasa nyeri sekali.
"Au!" Hampir saja gadis itu tersungkur kembali, jika ....
"Ya ampun Fel! Lo habis dari mana?!" Teriakan Nesya menggema. Teman-teman Felina datang dan menahan tubuh mungil itu agar tidak berbenturan dengan lantai dingin lagi.
"Kita cari lo ke sana ke mari, Fel," timpal Dinda.
Felina pun tersenyum bak orang gila menanggapinya. "Teman-temanku datang bak pahlawan kesiangan saja. Eits! Ini malam ya? Aku lupa. Mungkin karena saking mabuknya kali ya?" batin Felina.
"Gue habis senang-senang," jawab jujur Felina tanpa rasa penyesalan atau pun bersalah sedikit pun.
Dan .... Teman-temannya—mereka pasti mengernyit heran dengan jawaban Felina barusan. Hening sempat menjadi jeda untuk mereka menerka-nerka apa arti sebenarnya dari ucapan temannya.
"Ckck. Kita satu jam keliling-keliling tempat ini. Dan lo?! Lo malah senang-senang?!" omel Zira—si gadis manja dan salah satu teman Felina yang paling super duper cerewetnya. Untunglah Felina hanya mendengar samar-samar kemurkaannya.
"Parah banget sih lo, Fel," timpal Dinda yang juga turut kesal kepada temannya.
"Sorry," papar Felina jemawa. "Ah! Entah mereka paham atau tidak dengan arti senang-senang menurutku, tapi walau mereka paham aku tidak peduli juga," ucap gadis itu dalam hati.
"Kita tahu lo sakit hati habis ditinggal pacar lo selingkuh, kita juga tahu kesedihan lo karena baru kehilangan kedua orang tua lo, tapi bukan begini caranya Felina! Masih banyak cara lain untuk menghibur diri. Gimana perasaan orang tua lo kalau lihat kelakuan anaknya begini?!"
Shit! Nesya pakai acara ceramah lagi. Dan dia sontak mengingatkan Felina akan rasa sakit yang membuat gadis itu terjerumus dalam kubangan dosa malam ini. "Cih! Bukannya teman-temanku ini menghilangkan rasa pusing, kini aku pun malah semakin pening," batin Felina.
"Bodoh amatlah! Toh mereka mana tahu gimana terpuruknya aku saat ini, mereka tidak dapat merasakan bagaimana sedihnya kala kita kehilangan orang tua untuk selamanya. Dan malangnya lagi malah ditinggal selingkuh pas sayang-sayangnya. Lalu apa aku salah jika mengobati luka dengan cara seperti ini?!" lanjutnya dalam hati.
Melenggangkan kaki untuk melangkah pergi. Pulang ke rumah dan menyendiri sepertinya solusi untuk merenung bagi Felina kali ini.
"Fel! Kita lagi ngomong sama lo!" Sepertinya Zira paling kesal dengan perbuatan temanny yang terus tidak menggubris mereka.
"Mau kemana lo?! Dengar dulu!"
Tangan Felina pun disentak keras oleh Dinda, hingga tubuh mungilnya sontak terbalik dan menatap tajam mereka semua.
"Apa?! Kalian ngerti apa?!"
Emosi yang sejak tadi tertahan pun mulai tidak bisa terkendalikan. Felina malah balik menantang kumpulan teman-temannya dengan begitu nyalang.
"Kalian tidak akan pernah bisa mengerti gue! Kalian tidak pernah merasakan berada dalam posisi gue saat ini! jadi kalian mana tahu bagaimana hancurnya gue saat ini! Bagaimana sedihnya gue saat ini!"
Air mata sejak tadi terpendam pun akhirnya keluar juga. Mengalir tanpa diminta, menghapus jejak make up yang nyatanya sudah berantakan sejak Felina mulai bergelut bersama pria tak ia kenal di ranjang.
"Kalian tidak mengerti!"
Berteriak senyaring-nyaringnya Felina bagai wanita yang hilang kewarasannya, tidak memiliki akal dan tidak tahu malu pada tempatnya. Mengacak rambut dengan penuh frustasinya, kilas kejadian demi kejadian dalam beberapa hari ini pun membuat wanita iyu semakin gila saja.
Dinda mendekat dan menarik Felina dalam pelukan. Membiarkan sang teman menangis semakin menjadi-jadi saja.
"Kita memang tidak berada dalam posisi lo, tapi kita mau ikut lo ke sini karena kita peduli sama lo, Fel. Kita nggak mau lo salah ambil langkah. Kita juga nggak mau sampai lihat lo kacau banget seperti ini. Sekali lagi gue tegasin sama lo. Gue, Nesya, dan Zira peduli sama lo, Fel. Kita Sayang sama lo. Dan kita juga sedih melihat lo sedih seperti ini."
Kalimat Dinda menyadarkan Felina akan jalan sesat yang telah dituju. Bodohnya dia, malah tak menghargai usaha teman-temannya yang terus berusaha menasehati sejak tadi. Semakin meluncurkan air mata, penyesalan pun sudah tidak ada guna. Kehilangan kata-kata walau sekedar minta maaf saja.
"Ayo kita pulang."
Felina pun diajak dan dituntun oleh tiga temannya untuk keluar dari tempat hiburan malam yang tidak ada faedahnya. Malah di sini semakin menjerumuskan wanita itu pada kubangan dosa dan masalah baru yang akan di hadapi kedepan. Rusak sudah semua dalam hitungan jam saja dan entah bagaimana nanti memperbaikinya.
Zira—masuk lebih dulu ke bangku kemudi. Di susul Nesya yang duduk manis di sampingnya. Lalu Felin dan Dinda pun menempati bangku penumpang belakang yang masih kosong.
"Sudah siap jalan?" tanya Zira yang diangguki oleh Nesya dan juga Dinda.
Tujuan selanjutnya adalah pulang dan mengukir lagi cerita dengan ulang. Felina—gadis bermata Almond itu pun berjanji pada dirinya sendiri, untuk tidak mengulangi kesalahan sama yang kedua kali. Sepelik apa pun masalahnya nanti, cukup kali ini ia mabuk dan merusak diri.
Untuk keperawanan yang sudah hilang semoga kelak lelaki yang menjadi suaminya bisa menerima dengan lapang. Dan teruntuk lelaki tadi yang sama sekali tak ia kenali, semoga kelak mereka tidak bertemu lagi nanti. Cukup sampai sini saja cerita yang dilalui.
Ngosh!
Ngeng!
Membelah jalanan gelap gulita. Hilir mudik kendaraan berlalu lalang dengan lajunya. Felina masih sibuk menangisi perbuatan yang sia-sia. Lelah fisik maupun batin pun ia rasa.
"Sudah ya, Fel. Lo jangan sedih lagi, ada kita yang akan selalu setia menemani." Dinda selalu bisa menenangkan Felina. Masuk ke dalam pelukannya, gadis itu pun terlambat mensyukuri telah memiliki teman yang baik seperti mereka.
"Iya, Fel. Lo nggak sendiri kok di sini. Lo bisa berbagi suka duka sama kita semua."
Ah Zira. Si gadis crewet itu membuat Felina semakin terharu saja.
"Jangan sungkan untuk minta bantuan kita," timpal Nesya dengan senyuman manisnya.
"Aku sayang kalian," ungkap Felina tulus.
"Kita juga," balas Dinda.
Hening setelahnya. Felina lega dan mulai memejamkan mata karena saking lelahnya. Namun baru beberapa detik pupil mata itu rapat, suara gaduh pun menghantui.
"Awas, Zir!"
Cit!
"Tidak!"
"Aaa!"
"Petrus!"
Brak!
Gelap. Semua senantiasa gelap padahal Felina sudah susah payah mencoba membuka mata. Apa dia sudah masuk terlalu dalam ke alam mimpi?
Tapi ....
"Tolong!"
"Tolong mereka!"
"Ambulan!"
Suara berisik itu? Suara siapa? Terdengar banyak orang yang panik tak terkira. Dan salah satunya menyebut ....
"Sepertinya tiga wanita itu sudah tidak bernyawa, hanya satu yang selamat di dalamnya."
Apa?!
Ah ini semua hanya ilusi saja. Felina masih mabuk dan bisa saja dia terlalu berkhayal yang tidak-tidak.
"Lelaki yang tadi menghalangi mobil mereka tadi ke mana?"
"Apa dia terpental masuk ke dalam jurang?"
Niu-niu-niu!
Suara ambulan pun membawa Felina ke dalam kegelapan dan keheningan sesungguhnya. Tak mendengar apa-apa lagi setelahnya, bahkan dia sudah mati rasa.