Pukul tujuh malam, Hanna dan Taka duduk di meja makan dan bersiap untuk makan malam. Taka hampir menghabiskan semua masakan Hanna.
"Kamu doyan apa kelaparan Ka?," Tanya Hanna tersenyum.
"Dua-duanya Han, kamu kenapa makannya sedikit dari tadi pagi? Biasanya makan kamu tidak kalah banyak dengan ku loh," sambil terus makan.
"Melihat rumah tadi, aku semakin tidak nafsu makan."
"Rumah hantu itu?," Jawab Taka yang berbicara sesuai apa yang dilihatnya tadi.
"Kok rumah hantu sih?."
"Lalu apa kalau bukan rumah hantu?."
"Itu bukan rumah hantu tapi rumah yang tidak berpenghuni Ka."
"Apa bedanya Han?."
"Ya beda Ka, kalau rumah hantu itu ada hantunya, kalau rumah tidak berpenghuni itu, rumah kosong yang nantinya ada penghuninya."
"Oke deh, Lalu kenapa rumah itu tidak di tempati lagi?."
Hanna pun menceritakan awal dari retaknya hubungan ayah dan ibunya. Dari hutang ayahnya hingga perceraian.
Namun cerita Hanan ini disamarkan sehingga Taka tidak menyadari bahwa yang diceritakan Hanna adalah kisah dari keluarga Hanna sendiri.
Namun lama kelamaan mendengar cerita Hanna, Taka mulai menyadari kemiripan cerita itu dengan kehidupan yang Hanna Jalani, dari cerita Hanna, seorang anak yang bekerja casual, mengikuti lomba menulis, hingga membuka toko online.
Cerita Hanna terhenti ketika Taka memotongnya dengan berkata.
"Tunggu... Jadi rumah hantu tadi, rumah kamu?."
Hanna yang terlalu menghayati cerita sehingga menceritakan beban yang selama ini dia simpan sendiri. Melongo seperti orang sehabis di hipnotis.
Dalam benak Hanna "apa yang sedang aku ceritakan tadi, sehingga Taka menyimpulkan bahwa rumah hantu itu adalah rumahku."
"Jawab aku Han?," Tanya Taka
Hanna pun dengan tidak sadar menganggukkan kepalanya
"Jadi selama ini kamu mencari uang dari casual, ikut lomba menulis hingga jualan di toko online hanya untuk melunasi hutang ayah kamu?."
Untuk kedua kalinya, Hanna menganggukkan kepala sambil mengulik makanan yang masih tersisa di piringnya.
Mau tidak mau Taka pun sudah mengetahui sepenuhnya masalah yang selama ini Hanna simpan sendiri.
"Kenapa kamu tidak pernah cerita sih Han? Aku ini kan pacar kamu," lanjut Taka berbicara.
"Hem?," Hanna melihat Taka seperti ada yang salah dengan perkataannya.
"Maksud aku, waktu itu, aku kan pacar kamu, kalau kamu tidak cerita mana aku tahu Han, di dunia ini tuh tidak ada yang tahu bagaimana isi hati dan pikiran seseorang, selama ini aku hanya bisa berhati-hati untuk menjaga perasaan kamu saja, bukan berarti aku tahu semua apa yang ada didalam hati dan pikiran kamu."
"Maaf Ka, aku terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri waktu itu, sampai sekarang pun pikiran ku juga sama tidak karuan," Hanna menundukkan kepalanya sambil tersenyum menguatkan diri.
Akhirnya, selama ini Hanna menceritakan semuanya kepada Taka karena dia merasa beban pikiran yang dia punya saat ini bertubi-tubi, tidak ada jedanya dan Hanna merasa saat ini yang dia punya adalah Taka.
Meskipun menceritakan masalahnya kepada Taka dengan cara tidak sengaja, namun itu membuat hati Hanna lebih tenang dan nyaman.
"Mulai sekarang, kamu jangan merasa sendiri lagi Han, kamu tahu kan kalau aku akan selalu ada untuk kamu?," Taka meyakinkan Hanna sambil memegang tangan Hanna.
Hanna pun menganggukkan kepalanya percaya dengan perkataan Taka.
"Sekarang kamu jawab aku jujur, kepada siapa om Haris berhutang, aku akan melunasi semua hutangnya," kata Taka serius sambil menatap Hanna.
Hanna ragu untuk memberitahukan yang satu ini kepada Taka, namun Taka mendesak Hanna agar memberitahunya.
"Percaya sama aku Han," kata Taka meyakinkan Hanna.
Dengan terpaksa, Hanna memberitahu Taka bahwa Haris berhutang lima ratus juta di bank hingga rumahnya disita. Namun Hanna sama sekali tidak menganggap serius atas perkataan Taka yang akan melunasi semua hutang ayahnya itu.
Setelah mengetahui dimana hutang Haris, Taka pun menenangkan Hanna agar tidak memikirkan lagi soal hutang haris. Lalu, mereka berdua membereskan bekas piring yang ada di meja makan.
Pukul sembilan malam, Hanna dan Taka bersiap untuk tidur. Karena rumah kontrakan Haris tidak terlalu besar dan hanya mempunyai satu kamar saja, maka Taka berjalan menuju depan untuk tidur di ruang tamu.
Namun karena di luar banyak nyamuk, maka Hanna meminta Taka untuk tidur di kamar saja.
"Jangan tidur di luar Ka, banyak nyamuk, tidurlah di dalam bersamaku," pinta Hanna.
Saat itu Hanna tidak mempunyai pikiran yang tidak-tidak, dia murni mengajak Taka tidur di kamar karena di luar banyak nyamuk.
Hanna juga sudah menyiapkan kasur lipat yang di taruhnya di bawah lantai, Untuk Taka atau untuk dirinya nanti tidur.
Namun beda lagi dengan apa yang ada di pikiran Taka. mendengar Hanna memintanya untuk tidur bersama, Taka pun langsung menelan ludahnya dengan kasar sambil menatap Hanna.
tidak berlama-lama, Hanna pun mengajak Taka untuk tidur di dalam. mereka pun berdiri di samping pintu kamar yang sudah tertutup.
Taka melihat ada dua kasur yang berbeda, satu kasur berada di atas dan yang satunya lagi terdapat kasur lipat yang sudah di siapkan Hanna di lantai.
Dalam hati Taka berkata "jadi yang dimaksud Hanna tidur bersama itu di kasur yang berbeda."
Sempat hati Taka tidak karuan, namun karena hal ini tidak pertama kali bagi mereka berdua, maka hati Taka tidak lagi merasa tertekan jika mengetahui kalau mereka hanya tidur di satu ruangan.
"Kamu bisa tidur di atas atau tidur dibawah, terserah kamu, pilih yang membuatmu nyaman saja," Hanan memberi pilihan Taka.
Sudah pasti Taka memilih tidur di bawah, agar Hanna lebih nyaman.
"Biar aku yang tidur di bawah, kamu tidur di atas saja," jawab Taka.
"Baiklah, kalau begitu, selamat tidur," Hanna menaiki kasur dan segera tidur.
Mendapatkan ucapan selamat tidur dari Hanna, Taka merasa senang dan tersenyum, baginya, ucapan selamat tidur itu bagaikan hidup di dalam mimpi yang indah.
Mengingat betapa lelahnya perjalanan dari kota menuju desa dan merawat Haris yang sedang sakit. Tak lama kemudian, mereka berdua pun tidur dengan nyenyak.
.....