Keesokan harinya, jam lima pagi Hanna sudah bangun dari tempat tidurnya, sedangkan Taka masih tidur di kasur lipatnya.
Pagi-pagi Hanna sudah memasak untuk sarapan dan membawakan bekal untuk ayahnya di rumah sakit.
Hari ini adalah hari dimana ayahnya akan pulang, meski itu di tetapkan pada sore hari.
Tak lama, Taka terbangun dan menghampiri Hanna karena mencium aroma masakannya.
Menyadari Taka sudah terbangun dari tidurnya, Hanna pun menyapanya.
"Kamu sudah bangun Ka?," Sapa Hanna.
"Sudah sayang, kamu lagi masak apa?."
Mendengar kata sayang dari Taka, Hanna tidak merasa senang atau hatinya berdebar, melainkan bulu kuduknya merinding karena geli. Hanna pun bergerak kegelian dengan menggosok-gosokkan bahunya ke telinga.
"Kamu kenapa?," Tanya Taka.
"Aku geli tahu," jawab Hanna
Sontak Taka pun tertawa mendengar perkataan Hanan yang geli saat dipangginya sayang.
"Hahahaha kamu semakin lama kok semakin receh saja sih Han," sambil menggelitiki leher Hanan.
"Kamu tuh yang makin receh," kata Hanna membalikkan kata Taka.
"Aku tuh bukan semakin receh tapi lagi latihan kalau nanti kita sudah menikah, gimana kamu setuju gak nantinya aku panggil sayang?," Dengan menaik turunkan alisnya menatap Hanna.
"Tapi aku lebih suka kalau nantinya di panggil istriku sih," kata Hanna bercanda.
Namun kata Hanna itu di ambil serius oleh Taka.
"Kamu serius?," Tanya Taka serius.
"Aku tidak serius, aku bercanda," Hanna berkata jujur
Meski Hanna berkata jujur, Tapi Taka masih saja bertanya apakah perkataan Hanna itu serius atau bercanda. Karena, Taka berharap itu bukan hanya candaan saja, melainkan keseriusan Hanna.
Merasa terganggu dengan ulah Taka yang terus menerus menyuruhnya berkata apa yang di katakan Hanna adalah serius, Hanna pun mendorong tubuh Taka untuk pergi ke kamar mandi, mengambil wudhu dan sholat.
Pukul tujuh pagi setelah mereka sarapan, mereka bersiap untuk pergi ke rumah sakit dengan membawa bekal soto daging untuk Haris.
Di perjalanan ke rumah sakit, Taka yang sebelumnya tidak melihat ada papan bertuliskan "rumah ini disita", pagi itu dia baru melihatnya. Ternyata rumah yang seperti rumah hantu itu terdapat papan bertuliskan "rumah ini disita", jadi semua perkataan Hanna terasa semakin nyata bagi Taka.
Taka pun berjalan berdampingan dengan Hanna sambil membawa bekal untuk Haris di tangan kanannya itu, dan satu tangannya lagi menggandeng Hanna dengan erat.
Hanna yang tidak tahu apa maksud Taka dengan menggandengnya tiba-tiba, menerima saja genggaman tangan Taka, karena begitu terasa nyaman.
Sampai di rumah sakit, Haris masih tertidur, namun Haris terbangun ketika Hanna dan Taka membuka pintu kamarnya.
Haris memakan soto daging yang dibawakan Hanna, dengan lahap Haris menghabiskan karena itu adalah makanan kesukaannya.
Sekitar pukul sepuluh pagi, waktu kunjungan dokter pun tiba, dokter dan suster memeriksa keadaan Haris, dan hasil dari pemeriksaan, kondisi Haris lebih membaik, Haris pun mendapat ijin untuk pulang lebih cepat.
Selang infus yang ada di tangan kanan Haris akan di lepas sebentar lagi. Sekitar dua sampai tiga jam Haris menunggu untuk pulang setelah dokter memberi resep obat jalan.
Pukul satu siang, Haris pulang bersama Hanna dan Taka dengan menaiki mobil Taka, saat mengendarai mobil, handphone Taka berdering.
Taka pun mengangkat telepon dari Gina.
"Halo ma, ada apa?," Jawab Taka santai.
"Ya Allah Taka kamu kemana saja? Kita semua nyariin kamu? Apakah Hanna bersama kamu sekarang? Jawab mama!!," teriak Gina memarahi Taka.
Suara Gina yang keras membuat Taka melepas earphonenya dan menjauhkannya dari telinganya.
"Lain kali kamu kabari mama sama papa, meski sudah bekerja, kamu jangan menjadi anak yang seenaknya sendiri, mengerti kamu?!!," Gina terus saja mengomeli Taka sebelum Taka menjawab semua pertanyaannya.
"Iya ma, maaf, Taka masih di perjalanan, nanti Taka kabari lagi ya," Taka pun menutup telepon dari Gina setelah memberi salam.
"Halo? Taka? Halo?."
Gina pun semakin marah setelah Taka menutup teleponnya sebelum Gina menyelesaikan semua apa yang ingin dikatakannya di telepon
"Bagaimana ma?," Tanya Indra.
"Katanya akan segera kasih kabar, Taka masih di perjalanan, entah kemana atau dari mana, mama tidak tahu," jawab Gina.
Dengan santai Indra menyuruh Gina untuk tetap tenang dan menunggu kabar dari Taka.
*****
"Pelan-pelan yah," Hanna membantu ayahnya keluar dari mobil dan menuntunnya berjalan menuju kedalam rumah.
Taka pun membantu di sisi Haris yang lain. Setelah mereka memasuki rumah, Taka memberi kabar kepada mama dan papanya, bahwa dia sekarang berada di desa bersama Hanna, Taka menceritakan bahwa Haris mengalami kecelakaan dan mengalami patah tulang.
Menjelang sore, Taka berpamit untuk kembali pulang setelah selesai menyiapkan kebutuhan Haris.
Taka tidak bisa berlama-lama karena banyak pekerjaan yang harus di selesaikan, Taka pun meninggalkan Hanna bermalam beberapa hari untuk merawat ayahnya.
Maka Taka pun kembali ke kota sendirian, Haris pun berterimakasih atas semua bantuan yang diberikan oleh Taka kepadanya maupun kepada Hanna.
"Terimakasih nak Taka atas semua bantuan kamu kepada om dan juga Hanna, kamu hati-hatilah di jalan."
"Sama-sama om, saya sangat senang jika terus bisa membantu, dan semoga om cepat sembuh."
Lalu, Hanna mengantar Taka kedepan gang.
"Kamu hati-hati di jalan ya Ka," kata Hanna.
"Kamu juga jaga diri baik-baik ya, kalau ada apa-apa hubungi aku secepatnya, oke?," pinta Taka sambil memegangi kepala Hanna.
Hanna pun menganggukkan kepalanya mengiyakan.
*****
Sore itu, setelah mendapatkan kabar dari Taka yang sebenarnya, semua kekhawatiran di benak Kirana, Gina, Indra, kakek maupun nenek, sudah terselesaikan.
Kirana sudah mendapatkan kabar dari Hanna langsung setelah mengecas handphonenya, bahwa Hanna berada di desa sedang merawat ayahnya yang sakit, Kabar itu membuat hati semua orang lega namun kabar itu juga membuat kakek dan nenek sedih karena keadaan Haris yang sakit.
Kirana pun berencana untuk menjemput Hanna ke desa dan sekalian menjenguk Haris.
*****
Di dapur rumahnya, saat taka mengambil minum, terdapat beberapa kertas fotokopi wajahnya dan wajah Hanna bertuliskan "orang hilang"
Melihat Taka memegang kertas-kertas fotokopi wajahnya itu, Indra berkata.
"Untung belum papa tempelkan ke banyak tempat."
"Lalu, ini sudah papa tempelkan dimana?," tanya Taka.
"Baru papa tempel di depan pagar rumah saja."
Mendengar itu, Taka pun berlari dan merobek kertas fotokopi wajahnya dan wajah Hanna itu yang tertempel di pagar rumahnya.
.....