Hanna menyuapi Gala dengan bubur yang di buatnya sendiri, Gala pun sangat menikmati momen itu.
Tidak sia-sia cekikan tangan Taka membuat Hanna lebih memperhatikannya, Gala juga semakin berpura-pura sakit agar mendapatkan perhatian dari Hanna.
Setelah selesai menyuapi Gala, Hanna pun menanyakan keadaan Gala.
"Apakah kamu sudah merasa lebih baik?."
Gala menggelengkan kepala, dia terus saja membuat agar Hanna tetap khawatir.
Mengetahui pengakuan Gala, Hanna beranjak untuk memanggilkan suster, tetapi Gala menahan tangan Hanna, karena yang di butuhkan Gala bukanlah suster maupun dokter, melainkan Hanna.
"Kamu tidak perlu memanggil suster Han, aku ingin kamu tinggal lebih lama saja, kamu bisa kan?."
"Jika itu perintah, sudah pasti aku lakukan."
Mendengar itu Gala kecewa, yang di inginkan Gala adalah Hanna melakukan semua itu karena ketulusan dari dirinya sendiri bukan karena terikat adanya perjanjian konyolnya.
"Lupakan perjanjian kita."
"Apa kamu bercanda?," Tanya Hanna memastikan.
"Lupakan perjanjian kita, aku sungguh minta maaf sudah membuat mu seperti asisten pribadiku, aku memang pecundang."
Melihat Gala benar-benar menyesal dan meminta maaf dengan tulus dengan keadaan dia yang terbaring di rumah sakit, Hanna pun memaafkannya. Sekarang Gala dan Hanna menjadi teman baik sejak di rumah sakit.
Jam delapan malam Hanna pun meninggalkan Gala di rumah sakit sendirian.
Selama menemani Gala di rumah sakit, Hanna mengetahui jika Gala tinggal di rumahnya sendirian.
Di mulai dari pertanyaan Hanna kepada Gala mengenai orang tuanya.
Dari cerita Gala, Hanna mengetahui jika Gala adalah salah satu anak yang kesepian, Hanna juga tahu bahwa basket adalah segalanya bagi Gala.
Jadi selama ini teman-teman yang menganggap Gala adalah orang yang seenaknya saja di sekolah, itu semua bukanlah hal yang seluruhnya bisa di benarkan.
Gala melakukan itu semua karena kecintaannya kepada basket.
selain Gala, Hanna pun menceritakan sedikit tentang keadaan ayah dan ibunya saat ini yang berpisah karena kesulitan ekonomi.
Mereka pun menjadi akrab dan saling berbagi pengalaman hidup, Gala yang setiap hari berpikir bahwa basket adalah satu-satunya hal prioritas utama dan salah satu hal yang tidak membuatnya kesepian, kini sudut pandangnya berbeda ketika bertemu Hanna, perasaannya pun lebih berwarna jika berada dekat Hanna.
"Han, berapa hutang keluarga kamu biar aku saja yang bayar semuanya," Gala berbicara serius.
"Gaji dua puluh juta perbulan di kumpulkan selama satu tahun saja belum cukup melunasi hutang ayah aku Ga."
"Memangnya berapa hutang ayah kamu yang harus aku bayar Han?."
"Memangnya gaji kamu lebih dari dua puluh juta per bulan?," Hanna menutup i mulutnya dengan tangan sambil tertawa mengejek Gala.
"Gaji ku dua kali lipat dari dua puluh juta per bulan, apa itu belum cukup?."
Hanna pun kaget sekaget-kagetnya, karena dia tidak menyangka dengan gaji empat puluh juta perbulan hanya dengan bermain bola basket.
"Jika gaji perbulan ku saja tidak cukup, aku bisa meminta satu supermarket kepada orang tua ku untuk aku jual."
Hanna tidak mendengar perkataan yang baru saja Gala katakan karena Hanna masih terfokus pada gaji Gala yang terlalu besar untuk anak SMA.
"Han... Han...," Gala memanggil-manggil nama Hanna yang sedang melamun.
Tak lama Hanna pun tersadar pada suara Gala yang memanggil namanya.
"Iya?," Jawab Hanna.
"Kamu melamun apa sih Han?."
"Aku masih tidak menyangka dengan gaji besarmu itu Ga, kamu dapatkan hanya dengan bermain bola."
"bola basket Han, itu semua juga karena kerja kerasku sebagai pemain terbaik Nasional."
"iya sih aku rasa adil, tapi gaji segitu terlalu banyak untuk anak SMA Ga," Hanna yang masih tidak habis pikir.
Gala pun memasang muka bangga kepada dirinya dan berbicara
"Memangnya aku seperti Taka yang hanya mempunyai otak jenius saja tapi tidak menghasilkan uang," sambil membetulkan rambutnya agar lebih keren, Gala tersenyum bangga.
"jangan mulai deh."
"Iya... Iya... maaf, tapi kamu mau kan menerima bantuan aku?."
Hanna pun menolak bantuan dari Gala, karena lima ratus juta itu tidak sedikit, dia juga tidak ingin merepotkan orang lain.
Setelah banyak berbincang, Hanna membiarkan Gala untuk istirahat lebih awal, jam delapan malam Hanna pun meninggalkan Gala di rumah sakit sendirian.
....
Sejak keluar dari rumah sakit sore itu, Taka menunggu Hanna di dalam mobilnya, melihat Hanna keluar dari rumah sakit, Taka menghampiri Hanna dan mengajak Hanna pulang bersama.
"Han."
"Kamu masih di rumah sakit? Aku kira kamu sudah pulang dari tadi."
"Aku menunggumu di dalam mobil, apa kamu sudah selesai menjenguk Gala?."
"Iya, aku sudah selesai."
Taka mengajak Hanna untuk masuk kedalam mobilnya dan mengantarnya pulang.
Di perjalanan Taka pun menanyakan keadaan Gala kepada Hanna.
"Bagaimana keadaan Gala di rumah sakit?."
Hanna tahu, Taka bukan orang jahat, Hanna juga berpikir bahwa Taka mempunyai alasan melakukan itu semua, maka Hanna menjawab pertanyaan Taka dengan jujur.
"Mungkin cengkeraman tanganmu tidak sungguh-sungguh jadi dia masih baik-baik saja," Hanna menjawab sambil tersenyum ke arah Taka.
Taka pun sama tertawanya. Sebelum pulang, Taka mengajak Hanna untuk makan malam bersama.
"Kamu pengen makan apa Han?," Tanya Taka
"Kita makan sate mang Nanang saja gimana?."
Apapun pilihan Hanna, Taka selalu menyetujuinya.
"Aku juga pengen sate mang Nanang juga lagi."
Hanan dan Taka pun tertawa, mereka pun menuju tempat sate mang Nanang langganan mereka.
Di perjalanan Hanna mengingat kejadian bumbu sate yang ada di wajahnya, dia pun mengingatkan Taka tentang hal itu.
"Oh iya, ngomong-ngomong sate, kamu tuh sengaja ya membiarkan bumbu sate tertempel di pipi aku?."
Taka yang sudah tidak ingat soal bumbu sate di pipi Hanna karena terlalu sering menggodanya.
"Bumbu sate apa?."
"Kamu pura-pura lupa ya? Nyebelin deh kamu."
Tak lama kemudian Taka pun ingat kejadian terakhir mereka makan sate, dan Taka mengakui saat itu, dia sedang menggoda Hanna dan membiarkan bumbu sate tertempel di pipinya.
"Oh yang terakhir kita makan sate itu?."
"Tahu ah....," Hanna sok ngambek.
"Habisnya kamu lucu banget kalau makan belepotan," sambil menertawakan Hanna.
"Aku gak suka ah, kamu gituin."
"Iya... Iya.. Maaf, lain kali aku enggak begitu lagi deh."
"Janji ya."
"Iya, janji. Mana kejadiannya sudah lama lagi, kamu masih ingat saja."
"Aku itu cuman kurang pinter bukan amnesia," jawab Hanna kesal.
Taka pun tertawa mendengar jawaban Hanna.
.....