Saat mandi Yuki melihat tubuhnya, tidak terbakar sinar matahari, mungkin karena Yuki tidak pergi ke area yang terlalu terik, jadi kulitnya hanya sedikit menggelap.
Yuki hanya menghela nafas sejenak saat melihatnya, namun tidak bisa melakukan apapun.
Selesai membersihkan tubuhnya, ia memakai baju dan bersiap untuk bersantai lagi di kamar. Yuki memainkan ponselnya saat ia bersantai, mengecek pesan dan panggilan yang ternyata tidak ada dan tentu saja mengecek beberapa hal.
Yuki tidak banyak bermain saat di kolam tadi, walaupun memang biasanya Yuki adalah orang yang paling sedikit bergerak, ia tidak suka berlarian seperti anak pada umumnya, jadi ia hanya akan bermain dengan ponselnya dan diam-diam memperhatikan sekelilingnya.
Telinganya juga akan mendengar sekitar walaupun matanya lebih banyak melihat ponselnnya.
Jadi ia tidak ketinggalan apapun.
Saat makan malam, Yuki bersyukur walaupun mereka berkumpul tidak ada yang bertanya apapun tentang apa Yuki sudah memiliki pekerjaan atau belum, walaupun mereka tau Yuki sudah memenangkan beberapa lomba piano, mereka tidak tau bahwa sebenarnya Yuki juga seorang penulis dan mendapatkan uang dari sana.
Mereka tetap menganggapnya anak-anak, jadi Yuki bisa sedikit bersantai tanpa harus memikirkan jawaban apa yang harus ia berikan pada mereka jika mereka bertanya tentang apa yang akan ia kerjakan untuk menghasikan uang.
Ia cukup bersyukur menjadi anak-anak kembali. Ia tidak perlu repot memikirkan apapun, ia hanya akan melakukan apa yang ingin ia lakukan, walaupun ia sudah melakukannya di kehidupan yang lalu, namun sangat berbeda.
Karena mereka hanya akan bertanya di mana Yuki bekerja, sudah dapat pekerjaan atau belum dan lain-lain yang membuatnya muak, ia tidak suka dengan pertanyaan itu.
Tidak perlu bertanya jika hanya akan menjadi bahan gunjingan!
Yuki bahkan tidak akan menanyakan hal semacam itu pada orang lain karena menurut Yuki itu cukup personal, Yuki hanya akan mendengar jika mereka yang memulai cerita, tapi jika tidak, Yuki tidak akan bertanya apapun tentang itu.
Yuki hanya tidak ingin membuat orang lain merasa tidak nyaman dengan pertanyaan seputar tentang pekerjaan atau tujuan seseorang jika bahkan orang itu tidak ingin membahasnya.
Setiap Yuki mengelak, mereka akan bertanya terus menerus, membuat Yuki semakin kepikiran.
Yuki selesai dengan makannya, mereka duduk di ruang tengah bersama, membicarakan banyak hal, tentang orang lain, tentang pekerjaan dan lain-lain, Yuki hanya menyimak sembari bermain dengan ponselnya.
Saat ini, smartphone belum terlalu bagus seperti sebelum ia mati di kehidupan sebelumnya, jadi ia belum bisa melakukan beberapa hal, Yuki hanya bermain jejaring sosial, melihat berita-berita baru yang banyak dari itu semua adalah hoax, atau berita palsu, selain itu, ia juga sedang melakukan chat dengan Jay.
"yahh, abis makan dan sekarang lagi ngobrol-ngobrol aja, aku nggak ikutan..." Yuki.
"kenapa?" Jay.
"aku masih di anggap anak-anak, aku nggak tau gimana di keluarga mu, tapi di keluarga ku anak-anak nggak boleh ikut obrolan orang tua, nggak sopan." Yuki.
"ahh, aku nggak, ingat timing aja sama kondisi." Jay.
"yahh, beda T.T"
"ohh, kamu udah coba liat yang kemarin aku kirimin? Remix kemarin. Aku nggak tau bagus ato nggak." Yuki.
"bagus, cuman mungkin ada beberapa hal yang harus di perhatikan lagi, Cuma butuh latihan lebih lagi ko." Jay.
Saat Yuki sedang asik melakukan chat dengan Jay, Fira tiba-tiba bicara dengannya.
"lagi ngapain? SMS-an sama pacarnya ya? Udah punya pacar aja... siapa tu?" ucapnya dengan nada mengejek.
Mendengar itu Yuki hanya diam menatap Fira dengan tatapan datarnya, bagaimana mungkin ia berpacaran dengan pria tampan seperti Jay? Jay juga orang yang gentel dan lembut, walaupun ia juga tidak yakin.
"nggak lah, kan masih kecil, udah pacar-pacaran aja." Ibunya yang menjawab ucapan Fira. Sedangkan Yuki hanya diam dan mengangguk.
"betul tu, lagian kita Cuma temen ko, jauh juga dianya." Yuki hanya bersantai dan meminum es kopinya. Sore tadi, editornya mengirim hadiah untuknya.
"jadi kamu beneran punya temen cowo?" tanya Fira lagi, membuat beberapa orang yang ada di sana menjadi menoleh ke arahnya.
Yuki hanya menatap mereka. Apa ini penting? Lalu kenapa jika kami berdua berteman? Kalian akan melakukan khayang? Bagaimana jika mereka tau setampan apa pria yang bicara dengannya dan mereka benar-benar berpacaran? Mungkin mereka akan kejang dengan mulut berbusa!
"ya, aku punya banyak temen cowo di sekolah sama di Fakebook." Yuki.
Mereka tampak sangat ingin tau "ganteng nggak?" tanya bibinya.
"..." Yuki terdiam sejenak dan tampak berfikir. Bukan hanya tampan tapi juga baik dan berbakat, suaranya juga bagus "ya, dia ganteng..."
"orang mana"
mereka ini wartawan?
"korea." Yuki membalas dengan ala kadarnya dan jujur, tentu saja mereka tidak percaya.
"alaahhh, korea? Hahahaha, ya kali... mana ada orang korea mau deket sama kamu, ehh kamu lagi ngimpi?" bibinya berucap sembari mengejeknya.
"yahh, gitu lah..." Yuki tidak terlalu menanggapinya serius, itu hak mereka mau percaya dengannya atau tidak. Yuki juga tidak pernah cerita bahkan ke orang tuannya, hanya teman-temannya yang tau dan pernah bertemu dengan Jay.
"hahaha, makanya, jangan kebanyakan halu!" Fira menanggapi dengan geli.
"ya terserah lah..." Yuki bahkan sudah tidak mau tau lagi apa yang mereka bicarakan selanjutnya karena ia kembali sibuk dengan ponselnya dan tentu saja dengan Jay.
.
.
.
Tidak terasa libur sudah usai, nilai sudah di bagikan.
Tidak ada lagi sistem rank, namun nilai rata-rata tinggi tetap di pegang Yuki walaupun hanya para guru yang tau, mengingat Yuki cukup legend untuk di ingat, tentu mereka ingat dengan Yuki yang masuk ke sekolah ini dengan nilai tertinggi.
Dengan begitu, Yuki menjadi murid kesayangan para guru, walaupun Yuki tidak perduli dengan hal itu, kenapa jika para guru menyukainnya? Apa akan berpengaruh untuk masa depannya?
Ha! Tentu saja tidak.
Setelah ia lulus dari SMP ini, ia akan pindah dari sini dan tidak pernah kembali, bahkan Yuki dulu tidak pernah ikut reuni SMP sama sekali, ia sudah benar-benar lost contact dengan mereka.
Ia hanya masih berhubungan dengan satu temannya, itupun mereka tidak benar-benar sering berkomunikasi, walaupun anak itu sering menginap di rumahnya.
Saat ini ia belum mengenalnya, mereka pertaman kali saling mengenal saat kelas 8 atau kelas 2 SMP.
Anak yang Yuki ingat bernama Suvi ini datang ke kelasnya dan bicara dengan teman sebangku Yuki, jadi mereka menjadi kenal dan dekat.
Untuk sekarang, mereka belum saling kenal dan kelas mereka cukup berjauhan, jadi tidak heran.
Yuki mencatat apa yang perlu ia catat. Yuki tidak terlalu pandai dalam mencatat, tulisan tangannya tidak terlalu bagus, tapi ia punya 2 buku catatan, 1 buku untuk semua pelajaran, 1 lagi untuk membuat catatan agar terlihat bagus.
Walaupun Yuki terkadang sangat malas.
Ia jadi ingat di kehidupan sebelumnya, di luar negeri ada beberapa murid menggunakan ipad untuk mencatat sesuatu, dulu ia sangat mengginginkannya, selain ia ingin belajar membuat digital art.
Di kehidupan ini, ia akan membelinya dengan usahanya sendiri, apa yang ia inginkan di masa lalu, ia akan mencoba untuk mendapatkannya di kehidupan ini.
Tulisan di buku catatannya saat ini sama seperti tulisan dokter, mungkin hanya ia yang bisa membacanya, karena ia harus mencatat apa yang di katakan guru dengan cepat, bahkan ia sama sekali tidak melihat ke arah buku catatannya saat menulis, ia fokus melihat gurunya berbicara dan menulis di papan tulis.
Ia akan mencatat apa yang ada di papan tulis nanti.
Saat guru selesai bicara dan mengatakan untuk mencatat apa yang ada di papan tulis, Yuki melihat buku catatannya, melihat seperti apa tulisan yang ia tulis, benar saja tulisannya sangat berantakan, garisnya tidak lurus dan naik turun.
Tapi setidaknnya masih bisa di baca.
Ia sudah melakukan teknik ini sejak ia masih SD, ia sudah sangat ahli dalam melakukannya. di kehidupannya yang lalu ia lupa memiliki catatan atau tidak, ia jarang mencatat karena sangat malas melakukannya, juga karena tulisannya sangat jelek.
"ada pertanyaan?"
Semua diam jadi guru itu melanjutkan pembelajarannya kembali.
Sampai akhirnya jam pulang sekolah, Yuki membereskan barangnya dan mereka bersiap pulang ke rumah, Yuki menaiki jemputan yang sudah menunggu di depan sekolah dan memasang earphone untuk mendengarkan musik dari ponselnya.
Ia membuka fakebook dan melihat Jay mengiriminya pesan.
Jay "Yuki aku udah kirim, nanti kamu liat aja."
Yuki "ok, nanti kalo udah selesai aku kirim lagi."
Selesai membalas pesan Jay, Yuki hanya memegang ponselnya dan melihat beberapa anak yang lain sudah masuk kedalam mobil jemputan dan mereka pulang ke rumah dengan selamat.
"hmmm..." ia mengutak atik komputernya. Ia dan juga Jay memiliki project membuat musik, mereka tidak menggukan lirik lagu sama sekali kerena ini hanya berupa musik saja.
Kenapa mereka membuat hal semacam ini?
Alasannya karena Yuki ingin belajar dari Jay cara membuat musik yang bagus, Jay cukup baik dalam pembuatan musik walaupun mungkin bukan yang terbaik di grupnya dulu, setidaknnya ia bisa melakukannya.
Kenapa ia tidak meminta di ajarkan gurunya?
Tutornya bisa membuat sebuah musik terutama pak Riyan, tapi ia hanya ingin fokus dengan latihannya saat sedang les.
Yuki ingat dulu ia hanya les mata pelajarang dan bukannya les keterampilan, apalagi keterampilan bermusik seperti sekarang. Dulu Yuki hanya les bahasa inggis dan juga les pelajaran di sebuah tempat bimbingan belajar.
Walaupun sebenarnya tidak ada perubahan berarti yang terjadi pada nilainnya, Yuki masih mendapat nilai yang pas-pasan.
Menurutnya itu sangat tidak sepadan, Yuki tidak suka belajar.
Saat ini karena sejak ia di lahirkan kembali Yuki selalu mendengarkan pembelajaran yang di berikan gurunya di sekolah, membuatnya tidak harus repot-repot les karena ternyata apa yang tidak bisa ia lakukan dulu sangat mudah di pahami saat ini.
Mungkin karena dulu ia tidak suka memperhatikan apa yang di katakan gurunya di sekolah dan juga saat ia kembali menjadi anak-anak, ia merasa kepalanya sangat ringan dan fresh, ingatannya juga tidak terlalu buruk seperti sebelum ia mati.
Ia merasa bahwa anak-anak memiliki ingatan yang cukup baik mungkin karena anak-anak belum terkontaminasi dengan hal buruk yang banyak bertebaran di luar sana, mereka masih sangat polos, hanya tergantung dengan siapa mereka berteman, jika mereka berteman dengan circle yang buruk maka akan menjadi orang yang buruk.
Anak-anak cenderung mudah terpengaruhi dengan sekitarnya.
PING
Ponselnya berbunyi dan membuyarkan konsentrasi Yuki yang sedang sibuk dengan komputernya. Saat ia mengecek siapa yang memberinya notifikasi, ternyata itu kakak kelasnya, Rico.
Ia membuka pesannya.
"hai Yuki."
Karena Yuki tidak tau alasan di balik kakak kelasnya ini mengiriminya pesan, Yuki hanya menjawab dengan singkat "ya?"
"lagi apa?"
Yuki terdiam melihat pesan balasan dari Rico 'tipikal... sama sekali nggak menarik, aku pernah saran, kenapa dulu aku sempet suka ya sama manusia ini?' Yuki menghela nafas.
"kerja." Yuki.
"kerja apa?" Rico.
'beneran... nggak ada pertanyaan yang lebih baik lagi?' Yuki hanya meletakan ponselnya secara terbalik dan kembali sibuk dengan komputernya, memutuskan tidak menjawab lagi pesan dari orang ini.
Yuki paling benci dengan pertanyaan 'kamu lagi apa?' apa semua laki-laki yang ingin mendekati seorang perempuan akan selalu menanyakan hal yang sama? Jika ya, Yuki tidak akan mau dengan laki-laki yang selalu menanyakan hal semacam itu.
Bahkan ia dan Jay tidak pernah menanyakan hal semacam itu satu sama lain, jika Jay memulai sebuah pembicaraan yang pertama dia lakukan adalah menanyakan kabar dan setelahnya banyak hal yang mereka diskusikan.
Bukan hanya pertanyaan 'kamu lagi apa? Dimana? Udah makan ato belom? Kerja apa?' sama sekali tidak kreatif.
Keesokan harinya saat sekolah masih sepi karena Yuki dan teman-teman satu jemputannya memang akan datang lebih awal, di kelas masih sangat sedikit orang yang datang dan siapa yang sangkan bahwa Rico akan datang ke kelasnya dan menuju kearahnya yang sedang memainkan ponselnya.
"hai Yuki." Rico berdiri di depannya dan menyapanya dengan senyuman.
Cukup gigih...
Yuki menatap bocah di depannya, alisnya terangkat.
"ya?"
"kemaren nggak bales pesan ku, kamu sibuk banget ya?"
"..." Yuki terdiam sejenak "lumayan."
"ohh... berarti aku ganggu?"
"nggak juga..." Yuki kembali menatap ponselnya "tapi, lumayan mengganggu soalnya pertanyaannya monoton..." Yuki berucap dingin bahkan ia hanya menggunakan wajah datarnya.
Bukan Yuki sok cantik atau apa, tapi memang ia tidak suka dan merasa terganggu dan berharap orang ini tidak mengganggunya lagi.
"..." Rico tampak terdiam menatap Yuki dengan tatapan yang sulit di artikan walaupun hanya singkat sebelum berganti dengan tatapan tidak berdaya "yahhh kan namanya juga usaha..."
"..." Yuki tampak tidak perduli dan hanya sibuk dengan ponselnya yang tampak lebih menarik dari pria di depannya. Bagaimana tidak lebih menarik jika saat ini ia sedang bertukar pesan dengan Jay.
"ada laki-laki yang coba buat deketin aku di sekolah." Yuki.
"huh? Terus? Kamu tidak menyukainnya?" Jay.
"ya... semalam dia mengirimi ku pesan dan pesannya sangat membosankan." Yuki.
"semembosankan apa?" Jay.
"seperti bertanya 'kamu lagi apa?' semacam itu" Yuki.
"mungkin dia hanya ingin tau apa yang kamu lakukan saat itu."Jay.
"tapi aku tidak menyukai pertanyaan semacam itu! tidak kreatif sama sekali..." Yuki.
Rico merasa tidak di perhatikan memanggil lagi orang yang ada di depannya.
"Yuki."
"hmm?" jawabnya, walaupun mata dan perhatiannya hanya tertuju pada ponselnya yang sedang berkirim pesan dengan Jay, mereka melanjutkan pembicaraan dengan topik tentang musik. Mereka mencoba membuat musik dengan suara vocaloid yang saat ini sedang ramai, jadi ia meminta pendapat Jay.
"kamu lagi sibuk banget ya?"
"hmm ya lumayan." Ucap Yuki singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari ponselnnya.
Hana yang sudah sampai beberapa saat lalu melihat interaksi dari dua orang yang ada di sebelahnya dengan tatapan bingung.
"kamu udah punya pacar ya?" tanya Rico.
Hana menaikan alisnya terkejut dengan pertanyaan laki-laki yang katanya menjadi laki-laki tertampan di sekolah mereka yang saat ini terlihat sedang mendekati temannya.
'menyerah saja lah... Jay lebih ganteng jauh dari kamu kak' Hana menggelengkan kepalanya merasa sedikit kasihan.
Bagaimanapun yang Hana tau Yuki memiliki hubungan khusus dengan Jay, walaupun kenyataannya itu tidak benar.
Walaupun Yuki memang memiliki perasaan pada Jay.
"udah lah kak... Yuki udah punya pacar itu..." Hana berucap santai.
Rico beralih menatap Hana. Jika ia berfikir Hana memiliki perasaan padanya, tentu saja itu salah, Hana juga sudah memiliki kekasih, jadi ia tidak tertarik dengan bocah ini.
Hana hanya menggelengkan kepalannya dan menatap dengan tidak berdaya lalu mengalihkan pandangannya pada ponsel di depannya, memutuskan tidak perduli lagi, ia sudah memberitahukan sebuah fakta yang juga sudah di ketahui oleh sebagian orang di kelas ini juga.
Mereka juga tau bahwa Jay tidak di negara ini.
"anak mana?" tanya Rico lagi pada Hana, ia meminta informasi lebih.
"nggak tau, tapi bukan orang dari negara ini dan dia seumur sama kakak, ya kan Yuki?" Hana beralih pada Yuki.
Yuki menghela nafas dan akhirnya menatap bocah laki-laki yang ada di depannya, ia akhirnya memperihatkan senyum kecilnya "bener, dia bukan orang dari negara ini, dia juga seumur sama kakak."
Faktanya, Jay memang berbeda 1 tahun dengan Yuki walaupun mereka satu angkatan, sedangkan Rico juga 1 tahun di atas Yuki dan mereka adalah kakak kelas dan adik kelas, ia tidak akan mengatakan informasi hingga sedetail itu.
"bohong... nggak mungkin lah orang luar negeri, gimana kalian bisa kenal?" ucap Rico sedikit menertawakan mereka.
Yuki hanya mengangkat bahunya tidak perduli apakah bocah di depannya ini percaya atau tidak.
"kenyataan ko, aku pernah ketemu." Hana menatap Rico dengan senyum yang sedikit mengejek.
Rico terdiam sejenak dan menatap Yuki yang sedang mengetik sesuatu di ponselnya, tampak sedang berkirim pesan dengan seseorang, padahal Yuki sudah tidak bicara dengan Jay, ia sedang menulis cerita di ponselnya.
"ok, aku pergi dulu..." Rico meninggalkan kelas Yuki karena kelas itu memang sudah mulai ramai dan mereka tidak mungkin bicara lagi.
Hana menatap punggung Rico yang menjauh dan akhirnya menghilang di balik pintu. Sepeninggalan Rico, Hana beralih menatap Yuki.
"dia kayanya lagi deketin kamu deh..." ucap Hana terdengar sedikit antusias.
Yuki juga sudah mengetahui hal itu, bukan kah Rico ini sangat terlihat jelas sedang mendekatinya? Orang yang tidak peka sekalipun akan mengetahuinya, jika hanya ingin menjadi teman kenapa segigih ini? Bahkan mau repot-repot mengirimnya pesan dan menanyakan pertanyaan tidak kreatif itu.
"ya, kayanya..." gumam Yuki ia masih tetap pada pekerjaannya mengetik sebuah cerita.