"terus gimana sekarang?" tanya Tya.
"nggak tau lah, aku juga nggak terlalu peduli sama mereka."
"mereka kalo ketemu Jay, kejang-kejang pasti... hahahaha." Difa pernah melihat seperti apa pria itu dan tentu saja akan mengatakan hal itu.
'well kalo kamu liat saat ia sudah dewasa... terjun dari jurang kamu...' ucap Yuki dalam hati, karena memang hanya Yuki yang tau seperti apa saat Jay menjadi idol yang sangat tampan.
"ohh aku nggak tau ini penting ato nggak, tapi agustus nanti, Jay bakal ke sini."
"serius?!"mereka semua terkejut, mereka memang tidak mengenal seperti apa Jay, tapi mereka tau, Jay dan Yuki memiliki hubungan yang tidak biasa.
Walaupun memang ia tidak memiliki hubungan semacam itu.
"juli apa dia nggak sekolah?" Tya.
"liburan musim panas di korea, juli sampai agustus." Yuki.
"lama juga ya..." Difa.
"memang, liburan musim dingin lebih lama lagi, dari desember akhir sampai februari, terus ujian kenaikan kelas masuk lagi maret." Jelas Yuki, ia meminum air yang ada di gelas.
"banyak juga liburnya, di kita nggak ada ya libur panjang..."
"ada"
"ha? Kapan?" Tya dan juga Difa menatap Yuki dengan tatapan penahsaran.
Yuki menatap mereka dengan seringai tipis.
"keluar aja, nggak usah sekolah, nganggur aja seumur hidup sama aja kan sama libur seumur hidup."
Mendengar hal itu, Difa dan juga Tya merasa kesal, Tya hanya bisa menghela nafas panjang.
"ihhh!! Apa lah! Udah serius lho dengerinnya, kirain ada!" Difa berujar kesal.
"hahahaha, ada lah... emang kemarin pas kelulusan kalian nggak libur panjang?" Yuki membuka kembali bukunya dan membacanya.
Mereka melanjutkan pembelajaran mereka kembali.
.
.
.
Ujian kenaikan kelas di mulai di bulan Juni, sebentar lagi mereka akan naik ke kelas 8 SMP. Sekolah ini belum memiliki lulusan karena Yuki saja baru angkatan ke dua.
Kelas dan tempat duduk sama dengan yang sebelumnya, bahkan teman sebangkunya adalah orang yang sama.
Yuki ingat, saat ujian Yuki selalu mendapat teman sebangku laki-laki, selalu saja.
Saat ujian berlangsung, teman sebangkunya beberapa kali meminta jawaban padanya, Yuki hanya memberikannya, terkadang ia akan pura-pura tidak mendengar panggilannya, bukan hanya teman sebangkunya, beberapa yang lain juga memanggilnya, tapi mereka tidak sering memanggilnnya karena letak duduk Yuki yang tepat ada di depan.
Mereka takut guru mereka tau mereka bertanya jawaban pada Yuki.
Yuki selesai dengan cepat, tapi ia belum boleh keluar dari ruangan, jadi ia hanya ada di kelas menunggu jam ujian selesai, karena bosan ia menggambar pria tampan yang sudah sangat di hafalnya, karakter anime cina yang cukup terkenal di masa depan.
Setelah jam selesai, Yuki langsung kedepan dan mengumpulkannya, ia langsung keluar kelas, di luar kelasnya masih sangat sepi, karena sebenarnya jam ujian belum selesai, Yuki sudah selesai sejak tadi, jadi ia mengumpulkan 5 menit lebih awal.
"hoaaammm... ngantuk..." Yuki segera pergi ke kantin dan memesan kopi di tempat biasa ia membeli dan bersantai sejenak sampai ia sadar bahwa ada beberapa anak yang sudah keluar kelas dengan membawa buku pelajaran untuk ujian selanjutnya.
Yuki memutuskan hanya menunggu masuk sembari bersantai di depan kelas, duduk di sana bersandar pada tembok yang ada di belakannya, semua anak sudah selesai dan sudah keluar dari kelas.
"Yuki..." beberapa anak perempuan datang menghampirinya, Yuki hanya menghela nafas melihat mereka, ia tau bahwa mereka ingin mengetahui jawaban yang dalam ujian tadi.
Padahal Yuki baru akan memasukan cireng isi kedalam mulutnya, jadi ia hanya menatap mereka dan mutuskan untuk melanjutkan makan yang tertunda.
"tadi nomor 13 kamu jawabannya apa?" ia ingat orang ini satu kelas dengannya, di sana juga berkumpul Ruby, Sarah dan yang lain.
"apa ya... lupa...." ucap Yuki setelah ia menelan cireng isi yang ia kunyah di dalam mulutnya.
"ihh masa lupa."
"ya... emang lupa... soalnya apa ya?" Yuki tidak berbohong tentang ia lupa dengan jawaban apa yang sudah ia berikan tadi, kerena ia akan segera melupakannya sesaat setelah keluar dari kelas.
Di ingat pun tidak akan ada gunanya, saat ia sadar bahwa jawabannya salah setelah mengeceknya di buku, semua sudah menjadi sia-sia, ia sudah tidak bisa mengubah jawaban lagi, jadi kenapa harus mengingat apa yang sudah terjadi.
"kasi taulah, tadi jawabannya apa..."
"aku lupa, beneran, soalnya apa emang?" seorang anak perempuan ada yang memberi tau soal apa yang tadi keluar.
"ohhh, itu..." Yuki memberikan jawabannya, beberapa anak lain juga melihat ke buku dan melihat apa jawabannya benar dan ternyata jawaban yang di berikan Yuki benar.
"ihh ko bisa si? Padahal menurut aku aja itu soal paling susah lho." Yuki menatap anak perempuan yang sedang bicara, Yuki ingat anak ini memang salah satu anak yang unggul.
"hmmm, oh ya?" Yuki kembali memakan cireng isinya yang kedua, ia membeli 3 cireng isi, Yuki merasa nostalgia memakan benda kenyal ini, dulu ia sering memakannya.
"menurut kamu yang susah nomor berapa?" tanya anak yang lain.
Yuki terdiam sejenak "hmm... nggak ada yang susah." Ucapan itu membuat semua yang ada di sana terdiam mendengar ucapan Yuki.
"wihhh, hebat banget nggak ada yang susah." Seseorang mengatakan dengan sedikit meledek.
"hahaha, emang nggak ada yang susah, kalo tau jawabanya tinggal jawab, kalo nggak tau ya ngasal aja, yang penting yakin." Yuki memakan potongan terakhir cireng isinya dan meminum kopinya.
"yaa... kalo nggak tau semua gimana, hahahaha"
"ahahaha, ya udah tangtingtung sambil baca bismillah, kali aja hoki bener jawabannya." Yuki ikut bergurau dengan yang lain.
"dah lah, belajar buat ulangan nanti aja."
"iya, yuk lah, lagian yang salah ya udah salah aja."
Mereka belajar untuk ulangan nanti, sedangkan Yuki ingin bangkit dari sana, ia mau cireng isi lagi, tapi bahkan Yuki belum berjalan satu langkahpun ia sudah di tahan beberapa orang untuk tinggal dan mengajari mereka.
"aku mau beli cireng." Ucap Yuki.
"makan cireng mulu, ajarin kita dulu lahh."
"nggak! Mau beli cireng dulu, kalian baca aja dulu." Yuki lari menjauh dari sana pergi ke arah dimana penjual cireng berada.
Yuki hanya membeli satu dan kembali depan kelas lagi, melihat disana banyak siswa dan siswi yang sedang belajar.
"Yuki, sini dah..."
Yuki menghampiri mereka dan mereka mulai bertanya tentang apa yang mereka tidak mengerti, Yuki memberi jawaban dengan santai dengan sesekali memakan cirengnya.
"Yuki nggak belajar?"
Yuki beralih dari ponselnya yang juga sedang di pegangnya, Jay bilang sebentarlagi ia akan menjalani ujian untuk semester 2 karena saat ini Jay sudah kelas 8.
"aku udah jawab pertanyaan kalian dari tadi, jadi aku sama aja mengingat pelajaran yang mungkin akan keluar."
"kamu nggak ngapalin ini? Kayanya bakal keluar kalo dari kisi-kisi yang di kasi."
"jangan kamu hafal doang, kamu fahami maksudnya, aku nggak pernah ngapalin gituan." Yuki membalas pesan dari Jay. Ternyata Jay cukup nakal juga membawa ponselnya ke sekolah.
"bikin contekan ahh..." anak lain menulis di kertas jadwal ujian sekaligus kartu ujian yang memang tidak pernah di cek, mereka biasa membuat contekan di sana, Yuki ingat ia juga sering membuat contekan di sana dulu.
Mereka belajar dan membuat contekan hingga bel tanda masuk di bunyikan, mereka harus masuk kedalam kelas, Yuki tidak belajar dan hanya menengarkan beberapa anak yang berdiskusi sambil sesekali menanggapi jika ada yang salah atau ada yang bertanya padanya.
Ujian berjalan lancar hingga pulang sekolah, Yuki memang tidak pernah bertanya atau mau tau jawabannya tadi ada yang salah atau tidak, ia sudah lelah dengan ujiannya, jadi ia tidak mau tau lagi tentang soal tadi, bahkan jika ada temannya yang bertannya ia hanya akan menjawab 'lupa.'
Selama satu minggu ujian berlangsung dan Yuki mengerjakan semua dengan mudah walaupun tetap ada yang menebak dengan instingnya karena ia tidak tau jawabannya.
Pada kenyataannya saat pembagian nilai, Yuki mendapat nilai paling tinggi lagi, bahkan ada 4 pelajaran yang mendapat nilai sempurna, sisanya paling rendah ada di angka 8,75 itu adalah matematika.
'yep, aku benci matematika... that's why...' Yuki menghela nafas saat melihat nilai matematikanya.
Selesai dengan ujian kenaikan kelas, Yuki akhirnya berlibur dengan cukup lama sampai bulan juli, memang kurang dari sebulan, tapi segitu sudah cukup banyak.
Jay masih lama datang ke sini.
Yuki membeli ponsel baru yang lebih canggih, smartphone, tadi saat ia bertukar pesan dengan Jay, Jay berkata ia baru saja membeli smartphone, Yuki juga tidak tau apa motivasi orang tua Jay memberikan smartphone pada putranya yang akan melakukan ujian.
Jay juga berkata jika bisa mereka bisa pindah ke aplikasi khusus untuk chat, jadi Yuki juga membeli ponsel baru dan menginstal aplikasi tersebut, mereka bertukar kontak dan akhirnya mereka bisa berbicara lewat telephone aplikasi.
"wiiii, bisa... duh norak banget aku..."
"hahaha..." Yuki bisa mendengar Jay tertawa di seberang.
"kamu katanya mau ujian? Masih bisa main-main? Seingat ku di sana anak-anak cukup ketat dalam belajar?"
"ya, ini lagi belajar juga, aku juga bisa bosan, kau tau kan?" Jay terdengar bersandar ke sandaran bangkunya.
"pelajaran?"
"matematika."
"sial, pelajaran yang juga aku benci, beberapa hari yang lalu nilai ku sudah keluar dan matematika adalah nilai paling rendah."
"berapa memang?"
"8,75."
"....." Yuki tidak mendengar ada jawaban dari seberang, sedangkan Jay hanya menatap ponselnya dengan tatapan kesal.
'8,75 dan kau bilang nilai yang rendah?' Yuki hanya mendengar helaan nafas dari sana.
"hahahaha.... memang paling rendah dari semua nilai yang aku dapat, aku kan tidak berbohong." Yuki mengangkat bahunya.
"yeah... yeahhh... bagus lah..."
"mau coba tanya aku? Mungkin aku bisa bantuin?"
"ntah, coba kamu lihat sendiri soalnya." Jay mengirim sebuah soal melalui pesan chat.
Yuki melihatnya dan mencoba menyelesaikannya, mereka melakukan beberapa diskusi yang cukup panjang hingga cukup larut. Mereka memutuskan untuk berhenti, besok Jay harus kembali masuk ke kelas.
Yuki juga melakukan pekerjaannya, selain itu untuk menghabiskan waktu, Yuki akhirnya membuat sebuah lukisan di kanvas yang pernah di belinya dulu, Yuki membuat lukisan pemandangan, ia menyelesaikannya dalam 2 hari.
Di dalam lukisannya, terdapat pemandangan kota yang terlihat basah setelah hujan turun, ia juga melukis seorang pria tampan dengan rambut panjang dan coat merah panjang sedang menatap kota yang indah.
Karakter yang sama yang selalu di gambarnya, ia tidak biasa menggambar makhluk hidup seperti manusia, namun hanya karakter ini saja yang mampu Yuki gambar dengan baik dan sekarang ia mencoba untuk melukisnya.
Ia berhasil, lukisannya menjadi lukisan yang indah dan ibunya meminta itu untuk di pajang di ruang tengah, bahkan ayahnya membuat bingkai untuk itu, Yuki hanya mengiyakan.
Libur panjang ini di habiskan dengan bersantai dan bekerja, di tambah dengan beberapa latihan dan les vokal tentu saja.
Teknik vokalnya juga semakin baik dan suara Yuki juga semakin baik, kemajuannya sudah sangat pesat, walaupun ia tidak bisa mengikuti lomba vokal, Yuki masih terlalu gugup jadi sesekali Yuki akan mengikuti lomba piano saja.
Di rumahnya terdapat lemari kaca yang isinya hanya ada piala milik Yuki, orang tuanya terutama ibunya sangat senang memajangnya. Tentu saja itu adalah kebanggan, padahal dulu bahkan ibunya tidak terlalu suka ia belajar piano.
Tidak terasa libur sudah selesai dan besok ia sudah akan kembali ke sekolahnya, besok juga akan ada pembagian kelas lagi, jadi ia akan bertemu dengan teman-teman baru lainnya.
"besok aku udah masuk..." Yuki menghela nafas. seperti biasa ia dan Jay sedang berdiskusi tentang beberapa hal, sesekali mereka akan membicarakan hal random.
"hahaha, sebentar lagi aku sudah selesai ujian dan akan libur."
"haaahhh.... masih pengen libur, tapi kelamaan libur juga jadi aneh rasanya."
"hahaha..."
"ahh Jaemin... kamu kesini sama orang tua mu kan?"
"iya, kenapa?"
"gimana kita bisa ketemu? Mau janjian di mana?" tanya Yuki.
"untuk sekarang kita belum bisa bebas bertemu karena umur, nanti kita tidak bebas bertemu karena fans..."
Mereka terdiam sejenak.
"haaaahhh" keduanya menghela nafas.
"nahh... apa boleh buat, aku mungkin juga bersama dengan ibu ku... aku belum bebas kemanapun..."
"kau benar..." mereka masih mencari cara agar bisa bertemu di suatu tempat, Yuki juga bingung bagaimana memberi alasan ibunya begitupula sebaliknya.
"wait, agustus tanggal berapa?"
"hmmm... mungkin awal? Sekitar tanggal 5."
"ahhh, aku ada lomba piano tanggal 7! Final. Kamu bisa datang jika mau, nanti aku bisa minta tiket ke panitia."
"ok, nanti aku akan bilang ke orang tua ku untuk datang, ibu ku juga bisa bermain piano, ia akan senang menontonnya." Jay tau Yuki sangat pintar bermain piano, ia pernah mendengarkannya, jadi ia sangat yakin bahwa Yuki bisa menang dalam lomba, Yuki juga pernah memperlihatkan lemari yang isinya penuh dengan piala miliknya.
"ohh iya, aku mau cerita."
"cerita apa?"
"sebelum aku menjalani tes, ada orang yang sepertinya kakak kelas ku, dia mengatakan dia menyukai ku dan meminta ku untuk berpacaran dengan nya di depan umum!"
"huh? Bukannya kabar jika kamu memiliki seseorang di luar sudah tersebar?"
"iya memang, tapi orang itu tidak percaya, akhirnnya membuat banyak yang berfikir bahwa aku berbohong jika aku menyukai mu, yahh memang si aku hanya menggunakan nama mu untuk tameng, tapi aku bilang aku menyukai mu, bagaimana mereka bisa tidak percaya? Dia dukun bisa tau perasaan orang lain?"
"..." Jay hanya terdiam mendengarnya, mungkin karena mereka tidak pernah bertemu dengannya atau bahkan tidak pernah melihat Yuki bersama dengan seseorang, karena itu tidak ada bukti tentang keberadaannya "mungkin lain kali kau bisa memanggil ku dan aku akan bicara dengan mereka..." Jay berucap tidak yakin.
"...." Yuki tampak berfikir dan itu bisa saja terjadi "hmmm jika kamu tidak merasa keberatan jika tiba-tiba aku memanggil mu."
"hahaha, lihat saja."