Memang dasarnya mereka juga tidak mau satu kelompok dengan Yuni.
"gerakan tim saya rumit dan agak melelahkan, butuh tubuh yang fit, saya takut Yuni nggak bisa ngikutin gerakannya dan berujung kita harus ganti koreo yang udah saya buat dan saya juga takut akan mempengaruhi nilai kelompok saya, jadi... ibu tau jawaban saya..." Yuki berucap tegas.
"ehh, parah si Yuki... ngomong kaya gitu..." seorang anak berucap seolah membela Yuni dan menyudutkan Yuki.
"kasian si Yuni, masa kamu nggak mau satu kelompok sama Yuni..." yang lain menyahuti.
Yuki menoleh ke asal sura "kasian? Kamu kasian? Kalo kamu emang kasian, kenapa kamu nggak mau satu kelompok juga sama Yuni?" ekspresi Yuki sudah sangat datar, Yuki tau mungkin apa yang di katakannya bisa membuat Yuni sakit hati, tapi sekali lagi, ia bukan orang baik dan orang-orang yang ada di sinipun juga memiliki fikiran yang sama dengannya, hanya mereka tidak mengutarakannya saja.
"kelompok kita udah penuh lah..."
"ya udah kelompok ku juga udah penuh, kan aku udah bilang kemarin, aku nggak terima orang lagi karena udah ada gerakan dan lagunya untuk 4 orang, nggak lebih, masih kurang jelas kah?" Yuki bicara dengan sinis.
Yuki merasa saat ini sedang membuat banyak musuh di kelas ini. Tapi ia bahkan tidak ingin peduli, ia tidak ada di umur di mana memiliki teman banyak tapi fake adalah hal yang penting, ia ada di umur di mana bahkan tidak akan ada masalah jika ia hanya memiliki 1 atau 2 teman yang peduli dengannya.
Ia sudah memilikinya, jadi teman sekelasnya, tidak lebih dari rekan kerja saja, bukan terman yang Yuki fikir akan ada untuknya saat ia butuh atau teman sekelas yang akan solid.
"ya kan tapi kelompok kamu yang paling sedikit, nggak papa lah 1 orang lagi, kasian si Yuni." Kali ini guru kesenian yang mengatakannya, Yuki hanya menghela nafas.
"kalo ada apa-apa, aku nggak akan tanggung jawab..."
Pada akhirnya ia mau tidak mau harus mengambil tanggung jawab ini.
Di sinilah mereka, di rumah Yuki lagi sebagai tepat latihan. Yuki memperlihatkan koreo pada Yuni dan memintanya untuk mengikutinya.
Benar saja, Yuni sangat kaku dalam hal ini, membuat Yuki sakit kepala. Teman yang lainpun tidak ada yang bisa mengungkapkan pendapat mereka karena takut menyakiti perasaan Yuni.
"kita nggak bisa ngubah koreo, jadi, kita pakai koreo yang ada, Yuni kamu mau bisa atau nggak, itu urusan kamu, kamu harus coba usaha lebih keras, sebagus apapun aku ngajarin kamu, kalo pada dasarnya kamu buruk, akan sulit, kalo aja kita di kasi waktu lebih lama, mungkin gerakan kamu akan lebih baik, tapi, ya sudah lah..."
Pada akhirnya Yuki berubah menjadi orang yang langsung, ia akan mengatakan jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan ekspektasinya yang mungkin bisa menyakiti perasaan Yuni.
Mereka akhirnya melanjutkan latihan mereka dengan baik walaupun Yuki cukup keras terhadap mereka, ia memperlakukan Yuni sama, jadi Yuni tidak merasa bahwa Yuki menekannya lebih keras dari yang lain.
Sampai pada saat penilaian, mereka melakukan dengan seadanya mereka, Yuki juga tau bahwa mereka tidak terlalu baik karena mereka harus menutup Yuni dengan gerakan mereka agar Yuni tidak terlalu terbebani, bahkan ada beberapa gerakan yang Yuki tambah untuk dirinya sendiri dan mengurangi untuk Yuni agar kelemahan Yuni bisa tertutup, sedangkan anggota yang lain nyaris tidak ada yang berubah dari gerakan mereka.
Mereka selesai dan Yuki hanya bisa pasrah dengan nilainya, sama dengan kehidupan yang lalu, setidaknya ia sudah dapat nilai.
Yang ia tau, penilaian kali ini ada 2, ada mandiri dan kelompok. Mungkin nilai kelompok mereka yang akan anjlok sedangkan nilai individu jujur saja, Yuki cukup percaya diri.
Mereka kembali ke tempat duduk masing-masing dan berlanjut ke kelompok yang lain.
Yuki tidak mengatakan apapun lagi dan hanya menjalankan pelajarannya seperti biasa, seolah tidak ada yang terjadi sebelumnya.
Karena kejadian sebelumnya, sepertinya memang benar ada beberapa orang yang jadi tidak terlalu menyukainnya karena kepribadiannya yang keras, tapi bahkan Yuki tidak perduli selama mereka tidak mengganggu kehidupannya yang damai atau merusak nilainya.
'save'
Yuki sudah selesai merevisi tulisannya dan ia langsung mengirim tulisannya ke editornya. Uang yang di dapat dari pekerjaan ini lumayan banyak, ia berharap akan semakin berkembang seiring berjalannya waktu.
Selesai dengan tulisannya, Yuki menyelesaikan tugas-tugas sekolah yang harus di selesaikannya agar tidak menumpuk setelahnya, selesai dengan tugas sekolah jam sudah menunjukan pukul 1 dini hari dan Yuki memutuskan untuk beristirahat.
Besok ia ingat ada janji dengan Difa dan Tya untuk pergi jalan bersama ke mall, ada beberapa hal juga yang harus di beli Yuki, jadi sekalian saja mereka semua keluar.
Yuki menggunakan celana panjang dan kaus yang cukup ketat berlengan pendek, bagian luar ia menggunakan jaket dan sepatu berwarna hitam, ia juga membawa tas kecil untuk meletakan dompet dan juga ponselnya.
Ia baru saja mengganti ponselnya dengan yang lebih bagus, setidaknya jika Yuki menginginkan sesuatu, Yuki sudah bisa membelinya sendiri.
Mereka sudah sampai di mall yang di tuju, tidak terlalu jauh dari rumah, mereka hanya menaiki 1 angkutan umum.
Yuki pergi ke tempat yang di butuhkannya, ia hanya membeli beberapa keperluannya untuk di rumah dan tentu saja skincare yang cukup penting dan beberapa hal yang berhubungan dengan alat elektronik yang ada di kamarnya.
Setelah Yuki selesai dengan apa yang ingin di belinya, mereka pergi ke toko buku untuk melihat buku menarik apa yang di jual, ada beberapa perlengkapan menggambar yang di beli Yuki termasuk cat acliric dan juga kanvas.
Kanvasnya cukup mahal, namun kualitasnnya tidak buruk.
Yuki berencana membuat beberapa lukisan, jadi ia membeli 2 kanvas 30x40. Jujur saja, Yuki belum tau akan menggambar apa, namun ia akan mencoba menggambar sesuatu yang bagus, ia ingat saat kelas 2 SMP ia di tugas kan membuat lukisan dan kelasnya akan membuat pameran.
Tidak ada salahnya berlatih terlebih dahulu.
Selesai dengan belanjaannya, mereka pergi ke cafe dan memesan beberapa minuman dan juga dessert.
Di antara mereka bertiga, hanya Yuki yang memiliki pemasukan, jadi terntu saja Yuki yang akan membayarnya, Yuki cukup loyal dengan teman-teman yang dekat dengannya, selain itu, tujuan utama mereka kesana adalah mencari suasana baru untuk belajar, jadi mereka mengerjakan tugas dan berdiskusi di sana.
Saat mereka istirahat sebentar dan meminum minuman mereka Difa bertanya dengan penah saran.
"kamu ngapain beli kanvas?"
Yuki hanya menatap Difa datar dan menjawab dengan nada yang cukup kesal, pertanyaan yang jawabannya sudah jelas "menurut kamu, kanvas di pake buat apa?" Yuki mengaduk ice coffe nya sebelum akhirnya meminumnya.
"ya... maksudnya, lukisannya mau di apapain?"
"..." Yuki terdiam sejenak sedangkan Tya hanya diam memperhatikan sembari memakan dessertnya "buat di makan..." ucap Yuki sarkas.
"yaa... kan kali aja mau di jual gitu..." Difa menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"nggak, mau di pajang aja di rumah..."
"hoo..."
Mereka membicarakan apa saja yang terjadi di sekolah mereka dan apa saja yang sudah mereka alami. Sebenarnya Tya dan Difa benar-benar berharap Yuki masuk ke sekolah yang sama dengan mereka lagi, namun Yuki tidak menginginkannya karena alasan yang tidak masuk akal menurut mereka, tapi mereka tidak bisa memaksa Yuki, mereka hanya bisa menyerah.
Selesai dengan obrolan mereka, mereka mulai kembali pelajaran mereka setelah beberapa saat mereka memutuskan untuk pulang.
Sekembalinya Yuki dari mall, Yuki meletakan kanvasnya di sudut kamarnya dekat dengan meja belajarnya dan ia segera pergi untuk mandi.
Yuki memainkan pianonya setelah itu, mereleks kan tubuhnya saat alunan pianonya bergema di ruang tengah di rumah itu. Yuki memainkan nada yang tidak sulit, ia sangat menikmati nada-nada yang keluar dari pianonya.
Di SMP ini, ia harus mulai memikirkan akan kemana ia berjalan, setelah ia memutuskan jalan apa yang ingin di tempuh, ia akan mendalaminya.
Jika ia boleh jujur, ia sangat suka menulis dan jika bisa ia hanya ingin menulis di sisa hidupnya, tapi tidak ada salahnya mencoba yang lain walaupun mungkin ia akan gagal dan menyesal.
Masuk ke dunia musik tidak terlalu bagus ada di negara ini, karena seni di sini bukan sesuatu yang sangat penting, masih banyak yang tidak bisa mengapresiasi karya dari orang lain, jadi akan sangat sulit di negara ini untuk masuk ke bidang musik.
Berbeda jika ia pergi ke korea, tempat Jay berada, namun sepertinya bukan itu yang ia ingin kan, jadi Yuki hanya akan menjadikan musik sebagai hobinya, mungkin nanti ia akan mengunggahnya di sosial media.
Yuki tidak tau apa yang akan terjadi di keesokan harinya, hal ini tidak pernah terjadi di kehidupan sebelumnya.
Saat Yuki sampai ke sekolah, tidak berapa lama kemudian, suasana menjadi aneh, beberapa anak tau apa yang terjadi dan mereka hanya menatap aneh Yuki.
Saat bel masuk Yuki di panggil ke ruang guru, ia benar-benar tidak tau apa yang terjadi, jadi saat ia sampai di sana, ia melihat seorang wanita yang tidak ia kenal, bersama dengan kepala sekolah, wali kelasnya dan juga guru kesenian.
"Yuki... sini..." Yuki hanya menghampiri mereka dan duduk di tempat yang sudah di sediakan, Yuki melihat sekilas wanita itu, ia tampak sehabis menangis.
"kamu kemarin nekan Yuni untuk tugas?" tanya kepala sekolah secara langsung.
"ha? Apa maksudnya?"
"iya, kemarin pelajaran kesenian, ada tugas menari dan kamu satu kelompok dengan Yuni kan?"
"ya..." Yuki mengangguk dengan tidak yakin.
Kepala sekolah menghela nafas sejenak "Yuni sakit, dokter bilang penyakitnya kambuh di picu stress dan ini bertepatan dengan tugas kesenian kemarin."
Yuki faham dengan maksud dari semua ini.
"Yuni udah ngeluh sakit dari kemarin... saya udah bilang buat nggak ikut aja, tapi dia tetep mau lajut." Wanita itu dengan sedih menjelaskan.
Yuki pada akhirnya hanya menatap wanita yang bisa ia identifikasi sebagai ibu dari Yuni "jadi? Ini jadi salah saya?" tanya Yuki dengan dingin.
"Yuki... kenapa kamu nggak membuat gerakan yang lebih mudah aja, biar nggak beban di Yuni?" tanya guru kesenian pada Yuki.
Astaga, orang ini tidak merasa bersalah?
"gini ya.... saya nggak tau apa ibu ngelempar kesalahan ke saya ato nggak, dari awal pembuatan kelompok saya udah bilang, saya nggak nambah orang karena saya udah punya koreo UNTUK 4 ORANG." Yuki menekankan pada akhir kalimatnya.
"itu pertama, yang kedua, waktu Yuni di PAKSA masuk ke kelompok saya, saya udah bilang, gerakan kelompok saya rumit, jadi saya nggak terima orang lagi, tapi apa? Pada akhirnya saya di paksa nerima Yuni karena kasihan tanpa mau mendengarkan apa yang saya katakan."
Yuki menghela nafas dan menyela guru yang mau membela diri "tolong, saya masih harus menjelaskan. Ketiga, saya udah ngubah gerakan sebisa saya untuk Yuni agar dia tidak terbebani lebih lagi, anggota lain tetap dengan gerakan asli yang tidak banyak di ubah karena mereka sudah latihan dengan gerakan itu, sedangkan saya harus ngubah gerakan saya ke yang lebih rumit supaya bisa nutup kekurangan yang ada."
"saya udah bilang kan, saya nggak terima anggota lagi terutama Yuni. Kenapa? Karena kalo ada apa-apa, pasti saya lagi yang kena, pada akhirnya saya di paksa ngambil resiko dan tanggung jawab."
"kalo aja ibu maksa tim saman kemarin, Yuni Cuma cukup gerakin tangannya, tanpa harus bergerak kesana kemari, saman itu bisa berapa pun orang, bahkan bisa ratusan orang, jangan jadiin 'kebanyakan orang' sebagai alasan, sedangkan saya, saya nggak mau nurunin standar saya hanya karena 1 orang, kalian mikir juga nggak anggota tim yang lain yang udah lelah latihan, tiba-tiba di suru ngerubah gerakan di akhir hanya karena 1 orang? Efford mereka buat latian jadi sia-sia..."
"waktu latihan juga saya selalu bilang ke Yuni buat istirahat kalo lelah, nggak usah terlalu terbebani dan santai aja ini Cuma tugas sekolah. Jadi? Apa ini full kesalahan saya?" tanya Yuki.
Guru dan ibu Yuni terdiam mendengar penjelasan Yuki, Yuki sudah melakukan apa yang ia bisa, bahkan ia sudah mengubah gerakan sebisannya untuk Yuni.
"ya... ini bukan salah kamu, nggak apa, kan kita Cuma tanya..."
'Cuma tanya tapi berkesan nuduh' untung Yuki bisa menahan ekspresi wajahnya.
"udah, terus saya harus apa? Minta maaf?" Yuki bertanya dengan nada yang berusaha ia kontrol, ia sudah sangat malas sekarang, ia ingin kembali ke kelas setidaknya.
Pada akhirnya semua dari pihak sekolah dan Yuki meminta maaf dan akan lebih menjaga Yuni lagi untuk kedepannya, jadi saat itu sudah selesai masalah yang ada dan Yuki kembali ke kelas.
Suasana masih aneh hingga masuk ke jam istirahat, beberapa anak berkumpul di meja Yuki dan bertanya tentang apa yang terjadi, Yuki hanya menjelaskan seadanya dan tidak ingin memperpanjang masalah lagi, ia sudah berada di mood yang jelek sejak pagi, kepalannya jadi sakit karena itu.
Yuki hanya akan tertidur di kelas hingga jam pelajaran di mulai.