Chereads / Rebirth : New Life / Chapter 10 - Chapter 10 : Lomba

Chapter 10 - Chapter 10 : Lomba

Yuki mengenakan gaun yang cantik, beberapa minggu lalu ibunya menjahitkannya di tukang jahit temannya, bajunya sesuai dengan apa yang di inginkan Yuki, karena memang desain yang di gunakan adalah milik Yuki.

Dress panjang berwarna putih dengan sedikit aksen berwarna biru yang sangat cantik, aksen itu di tambah sendiri oleh Yuki, ia membuat kesan calm karena warna biru yang di pasangkan di dress itu di tambah dengan hiasan rambut di sebelah kanan kepalanya dengan kuncir kecil, sisa rambutnya di gerai dengan indah, wajah menggunakan polesan tipis, sepatu dengan heels pendek berwarna putih sangat pas di kakinya yang kecil.

Yuki selesai berdandan, membawa tas berisi partitur musik yang akan di mainkannya.

Mereka pergi dengan mobil yang sudah dipinjamkan pamannya. Sebenenarnya, keluarga pamannya juga ingin ikut untuk melihat Yuki, namun Yuki menolaknya dan mengatakan jika ia masuk kedalam final baru mereka boleh datang untuk mendukungnya.

"Yuki" pria dengan pakaian semi formal datang mendekati mereka, itu tutornya, pak Riyan.

"ohh halo pak" Yuki memberi salam pada tutornya itu, tidak lupa mencium tangannya. Kedua orang tuanya juga memberi salam dan mereka masuk ke dalam bangunan.

"kamu udah siap?" tanya tutornya pada Yuki yang saat ini terlihat berwajah datar. Saat ini mereka sedang bersiap di belakang panggung, kedua orang tuanya sudah ada di kursi penonton.

Acara akan mulai 30 menit lagi, jadi masih ada cukup banyak waktu, Yuki sebenarnya sangat gugup, jantungnya berdetak kencang seperti sedang di kejar huter dalam game.

"fuhhh" Yuki menghela nafas dalam menenangkan dirinya, tangannya mendingin, perutnya mendadak mual, demam panggung.

"haha... tenangin diri dulu, santai aja... anggap aja kamu Cuma latihan sekaranng" tutornya bermaksud untuk menenangkan Yuki, bagaimanapun juga ini adalah pertama kalinya ia tampil di depan orang banyak memainkan alat musik.

Di kehidupan sebelumnyaa, ia terbiasa menari di depan banyak orang terutama saat ia masih SMP, ia selalu menari di depan teman-temannya, tentu saja itu berbeda dengan bermain alat musik, dance adalah sesuatu yang bisa menggunakan freestyle saat tidak sengaja membuat kesalahan, berbeda dengan bermain alat musik, semoga tidak terdengar jika ia membuat kesalahan.

Yuki sudah menenangkan dirinya walaupun bisa di bilang ia masih merasa jantungnya berdetak kencang, tapi setidaknya sudah tidak terlalu parah, anggap saja ia sedang presentasi di depan dosen dan teman-temannya, beruntung ini bukan kali pertama Yuki tampil di depan banyak orang. Setidaknya Yuki tau bagaimana ia harus bersikap di depan banyak orang.

Di antara para peserta, Yuki adalah yang paling muda, semua peserta berumur 10 sampai 12 tahun. Yah itu secara fisik, tapi secara jiwa tentu saja Yuki yang paling tua.

Acara di mulai, Yuki mendapat nomor urut paling terakhir, untungnya.

Yuki melihat banyak penapilan dari peserta lain, tidak terlalu bagus, namun juga bukan penampilan yang buruk.

Tidak terasa sekarang saatnya Yuki untuk tampil, Yuki maju, pergi ke atas panggung dengan memeluk partitur di tangannya, Yuki tersenyum lembut dan memberi salam pada penonton dan juga juri yang hadir, Yuki bisa melihat dengan jelas wajah para penonton membuat jantungnya berdetak lebih cepat.

'aku berharap pengelihatan ku seburuk saat di kehidupan ku yang lalu'

Walaupun jantungnya berdetak, sejak dulu Yuki selalu bisa mengendalikan ekspresinya dengan baik, juga sejak dulu saat ia masih bersekolah, ia hampir selalu presentasi di depan kelas, membuat ia melatih agar tubuhnya tidak gemetar dan suaranya stabil, saat fashion show kuliah, ia harus mengendalikan jalannya, walaupun gemetar harus bisa mengendalikannya.

Hanya hal ini, tidak ada bedanya dengan penampilannya yang lain.

Yuki duduk di kursi depan piano dan meletakan partitur musiknya, ia menghela nafas menenangkan dirinya sejenak sebelum meletakan jemarinya di tuts piano.

Jemarinya mulai memainkan nada yang indah dan halus, jantung Yuki berdetak cukup cepat, ia mengendalikan ekspresi dan gemetar pada jemarinya.

'semoga sekalipun aku salah memencet tuts tidak akan terlalu terdengar, tangan ku gemetar dan terasa kaku, shit, tenangkan diri mu Yuki, ini baru di mulai, fokus...'

Seperempat lagu sudah di mainkan dengan baik, nada lembut berubah menjadi sedikit intens, Yuki suka di bagian ini, semakin Yuki memainkan nada-nada itu, semakin ia terlarut sendiri dengan permainannya.

Banyak hal yang terjadi di hidupnya.

Kesedihan.

Kebencian terhadap diri sendiri.

Kekecewaan.

Egois.

Iri.

Sakit hati.

Perasaan yang sangat menyakitkan di dalam dirinya, ia selalu memendam apa yang ia rasakan selama ini, ia tidak pernah menangis dan memperlihatkan kelemahan itu di depan orang lain. Mereka selalu berfikir, Yuki adalah sosok yang ceria namun angkuh, kuat, dan keras.

Baginya, air mata hanya aib yang akan terus ia sembunyikan, menggunakan topeng angkuh untuk bertemu orang baru, saat ia di maki ia hanya akan mengendalikan ekspresinya menjadi datar, takut akan intimidasi orang lain, namun hati dan perasaannya sangat rapuh, pada akhirnya ia akan menyalahkan dirinya sendiri.

Ia lelah dengan masalahnya, namun di satu sisi, ia tau bahwa ada orang lain yang tidak seberuntung dirinya, ia memiliki keluarga lengkap yang bahagia, namun ntah lah, setiap mengingat masalahnya, Yuki sangat ingin mengakhiri hidupnya yang kecil itu.

Setiap nada seperti mewakili perasaannya, sampai not akhir ia akhirnya tersadar dari perasaannya yang sempat mengambil alih, membuatnya lupa sejenak bahwa ini adalah lomba.

Yuki tidak mengharapkan apapun, namun dari arah penonton, ia mendengar suara tepuk tangan yang meriah, banyak orang yang berdiri. Yuki mengambil partiturnya sebelum berdiri dan menatap orang-orang yang menonton, ia bahkan melihat beberapa orang dengan mata yang memerah dan tisu di tangan mereka.

Mereka menangis?

Kenapa?

Yuki tidak mengerti apa yang terjadi tapi ia tersenyum dan memberi salam lagi sebelum ia turun dari panggung.

"Yuki..."

Yuki menatap tutornya.

"permainan mu sangat luar biasa, kamu bikin banyak penonton menangis"

Yuki terdiam sejenak "kenapa mereka menangis?"

"kamu nggak tau? Mereka membacanya... aku nggak tau apa yang terjadi sama emosi mu di atas panggung, tapi seolah kamu lagi bercerita tentang kesedihan yang kamu alami, semua orang merasakan emosi itu."

"..." Yuki terdiam.

Ahhh... karena itu ternyata.

"ohhh, karena itu, mereka terlaru larut sama lagunya." Yuki berucap santai, walaupun dalam hatinya ia merasa terlalu banyak memberikan perasaannya bahkan ia benar-benar sempat lupa dengan lombanya.

"pengumumannya akan ada setelah ini, aku yakin kamu udah pasti maju ketahap berikutnya" Riyan tau bahwa anak di depannya ini ntah kenapa selalu memiliki emosi yang rumit saat bermain piano, seolah ia memberi tau ia sedang tidak baik-baik saja.

Riyan selalu ingin bertanya jika Yuki memiliki masalah dalam hidupnya, namun selepas memainkan nada-nada yang terkadang menyakitkan Yuki akan memberikan wajah normal anak-anak, yang bahkan tidak tau tentang kerasnya kehidupan ini, anak yang benar-benar polos dan naif, hanya saat bermain piano, anak ini tampak berbeda.

Ia bahkan tidak bisa menebak yang mana Yuki yang sebenarnya, punggung kecilnya selalu menyimpan beban, namun bahkan tidak ada yang tau, ada tembok di sekeliling anak ini, membuatnya tidak bisa di tembus.

Hanya saat bermain piano, ekspresinya berubah, sorot matanya, emosinya.

Tapi Riyan tau, ia tidak berhak untuk mengetahui apa yang terjadi sebenarnya, jadi ia hanya diam dan memperhatikan anak muridnya ini.

Pengumuman sudah keluar dan benar saja, Yuki masuk ke tahap berikutnya.

Orang tuanya sangat bangga padanya, memujinya di perjalanan pulang. Yuki hanya tersenyum menanggapi sesekali, lebih sering melihat keluar jendela mobil, memperhatikan apa yang di lewatinya, menatap langit yang memiliki gumpalan imut bernama awan.

Yuki tentu saja tidak sama dengan Yuki yang dulu, ia selalu berusaha menjadi lebih baik ketimbang dirinya di kehidupan sebelumnya, hanya terkadang ia akan mengingat apa yang terjadi di masalalu dan merasakannya lagi, walau ia tidak ingin mengingatnya.

Saat ini kesehariannya seperti biasa, berlatih piano, menulis cerita, ia sudah merampungkan satu buku dengan total 200 halaman, ia berencana akan mengirimkanya kepenerbit, ntah mereka akan menerimanya atau tidak.

Buku itu hanya buku fiksi biasa, cerita pasaran dengan sedikit bumbu romansa, Yuki tidak punya kesan baik dalam percintaan bagaimanapun juga, bahkan ia tidak pernah memiliki kekasih.

Lupakan.