Tak terasa, Yuki sudah akan memasuki SD, Yuki sedikit bersyukur, setidaknya ia tidak terlalu tampak seperti bayi.
Hingga saat ini juga ia masih belajar piano dengan tutornya dengan baik dan hasilnya tidak buruk, malah sangat menyenangkan. Di kehidupan sebelumnya Yuki cukup buta dengan not balok, ia bahkan tidak mengerti sama sekali, tapi sekarang ia sangat mengerti.
Walaupun ia lebih memilih untuk menghafal nadanya dan memainkannya ketimbang menghafal notnya.
Bukan hanya musik saja yang meningkat, kemampuan bahasa inggrisnya juga meningkat sangat pesat, berterimakasihlah pada otaknya yang saat ini masih tidak terlalu tercemar.
Selain itu, ibunya juga mulai terbiasa dengan sifatnya yang sedikit aneh jika di banding dengan usianya yang sebenarnya.
Ini sudah satu bulan semenjak ia menduduki kelas 1 SD, ia bisa mempelajari semua pelajarannya dengan baik, ia juga mempelajari matematika dengan sangat baik di banding sebelumnya. Setidaknya walaupun ia tidak sebaik orang yang pintar matematika, ia tida terlalu parah dalam hal matematika. Setidaknya lebih baik dari dirinya di kehidupan sebelumnya.
Ia juga berteman baik dengan teman-teman di kelasnya, walaupun memang candaan yang mereka lontarkan sama sekali tidak bisa di mengerti Yuki saat ini, jadi ia terkadang hanya tertawa seadanya.
Ia juga bertemu dengan teman lamanya yang ia sepertinya akan pindah saat memasuki kelas 3, ia teman baik Yuki saat kelas 1 dan 2, anak ini juga sangat pintar jika di bandingkan dengan Yuki, dia juga sangat cantik. Jujur saja ia tidak terlalu ingat dengan apa saja yang terjadi saat ia kelas 1 SD.
Sudahlah, jalani saja yang ada.
"Yuki" gadis kecil dengan rambut panjang ponytailnya memanggil Yuki dengan suara cempreng yang lucu, astaga, anak ini benar-benar teman baiknya dulu?
"ya?" Yuki menoleh dan menatap anak yang menjadi teman sebangkunya ini, namanya Helena. Seingatnya Helena ini anak kembar, dan kembarannya duduk tepat di belakang Yuki dan Helena saat ini.
"kamu udah selesai?" tanya nya yang tampak sangat bingung denga soal yang di berikan guru, tidak biasanya?
"udah..." sebenarnya ini soal matematika yang sangat sederhana, ini sangat mudah, Yuki sudah menyelesaikannya sejak tadi tanpa kesulitan.
"tau yang ini nggak?" tunjuk gadis kecil itu menggeser bukunya ke arah Yuki dan menunjuk sebuah soal. Yuki melihatnya dan mulai menjelaskan bagaimana cara menyelesaikannya.
Kehidupan sekolahnya cukup baik, hingga saat ini, ia tidak memiliki kendala masalah sama sekali. Kelas dua pertengahan Helena pergi.
"...." Yuki tidak keberatan, namun jika ia boleh jujur, hingga ia berusia 23 tahun, yang ia ingat saat kelas 1 SD adalah Helena, jika tanpa Helena, mungkin Yuki tidak akan memiliki ingatan sama sekali.
Yuki saat ini duduk dengan teman yang ia ingat juga saat masih TK, ia ingat anak ini, tapi mereka tidak berada di kelas yang sama saat TK, ia juga ingat mereka berdua memang sering bercanda bersama sampai ibunya akhirnya memisahkan mereka karena Yuki dan anak ini –yang Yuki ingat bernama Difa- sering bercandan dan tidak mendengarkan apa yang guru bicarakan.
Tapi saat ini bahkan candaan mereka yang dulu bagi Yuki lucu sekarang sudah bukan sesuatu hal yang menarik lagi, jadi tentu saja karena juga kebiasaan, saat pelajaran Yuki akan mendengarkan dan saat istirahat atau sudah selesai mengerjakan tugas, baru ia akan berbicara dengan Difa.
"Yuki, liat deh!!" Difa memanggil Yuki dengan sedikit tawa, Yuki hanya menoleh sebentar dan melihat gambar aneh yang di buat Difa sebelum kembali menatap ke depan "lucu banget kan?" masih dengan nada bahagia.
"iya ya..." Yuki hanya berucap seadanya masih dengan menatap guru di depan yang sedang menerangkan sesuatu yang sebenarnya membuat Yuki bosan, tapi daripada menanggapi candaan garing khas anak-anak teman sebangkunya, lebih baik mendengarkan ocehan membosankan guru di depan kelas.
Ah... sebentarlagi mereka juga akan memasuki kelas 3, akan ada pelajaran bahasa inggris, dan mereka juga akan di berikan ekstra kulikuler setiap hari sabtu, selain itu, kelas 3 adalah kelas di mana teman lamanya datang, Tya, teman satu kompleks perumahannya hanya berbeda beberapa blok.
Di kehidupan sebelumnya mereka masih berhubungan bahkan Yuki ingat saat pemakamannya, Tya ada di sana dengan keluarganya, berdoa untuknya, siapa yang sangka mereka akan berteman hingga selama itu, walaupun setelah lulus SD mereka berpisah ke sekolah yang berbeda dan menjadi jarang saling menghubungu, apalagi saat kuliah, Tya harus pergi ke luar kota karena kuliahnya jauh.
Tya juga anak yang pintar, ia selalu mendapat rank 1 dan selalu sekolah di sekolah yang unggul, selain itu ia menjadi mahasiswi jurusan kedokteran ternama di kota itu. Jika di bandingkan dengan dirinya yang sampah ini, tentu saja mereka sangat jauh.
Tak terasa bel berbunyi tanda bahwa kelas telah usai.
"Yuki, mau main nggak nanti?" Difa bertanya sembari membereskan peralatannya, begitu pula dengan Yuki.
"...." Yuki terdiam sejenak, ia baru ingat juga Difa juga berada di komlek perumahan yang sama dengannya, rumah mereka juga hanya berjarak beberapa blok, anak ini selalu mengajaknya bermain, yah sesekali ia akan mau di ajak, tapi tidak setiap hari.
Yuki punya kesibukan saat ini.
"nggak, hari ini aku ada acara" Yuki berucap datar dan segera menggendong tasnya.
"sabtu minggu?" tanya Difa lagi.
"...." Yuki memikirkannya sebentar dan mengingat ada apa di hari itu "liat besok aja, kalo ada acara aku besok ku kasi tau" Yuki menunggu Difa menyelesaikan beberesanya dan segera mengangkat bangku bersama. Mau bagaimana lagi, bangku di SD nya ini bangku yang banjang, bukan bangku yang satu-satu, jadi harus di angkat bersama.
Yuki dan Difa keluar bersama dengan sebelumnya memberikan salam pada guru yang ada di depan kelas.
Yuki melihat juga ibunya ada di depan kelasnya, sepertinya kakaknya belum pulang, karena biasanya jika kakaknya sudah pulang, ia akan menunggu dengannya. Itu artinya mereka harus menunggu kakaknya pulang lebih dulu.
"Yuki, aku pulang duluan ya..." sepertinya ibu Difa juga ada di sana dan sudah siap untuk pulang melihat putrinya sudah keluar dari kelas.
"ya... dahh" Yuki melambaikan tanganya menjawab Difa.
"Yuri sebentar lagi pulang, kita tunggu sebentar ya..." Yuki hanya mengangguk "mau jajan dulu?" tanya ibunya.
"mau..." Yuki merasa sangat nostalgia jika ia ada di sini, ia ingat dulu setiap pulang sekolah ia akan membeli telur bulat-bulat yang di jual di depan sekolah, jadi ia memang sering sekali membelinya.
Yuki pergi setelah mendapat uang dari ibunya, ibunya menunggu di depan kelas kakaknya yang sepertinya juga akan keluar dari kelas.
Yuki melihat tukang jualan itu cukup ramai, ia melihat banyak anak di sana yang juga mengantri ingin membeli jajanan yang sama, jadi Yuki mendekat untuk ikut mengantri juga. Tidak lama sudah giliran Yuki, pria yang berjualan itu memiliki tangan yang cukup cepat.
Setelan mendapat apa yang dia mau, ia melihat di kejauhan ibu dan kakaknya yang berjalan ke arahnya dan mereka akhirnya pulang bersama.
Setelah berganti pakaian, Yuki segera pergi ke rumah pamannya yang memang hanya berhadapan dengan rumahnya, tutornya belum sampai, jadi ia segera ke atas melihat Tifa sedang duduk di kursi yang biasa mereka gunakan untuk belajar bersama sedang bermain dengan laptopnya.
"udah dateng? Pak Riyan belom nyampe, paling bentar lagi." Tifa melihat ke arah jam dinding yang ada di sana.
"ok." Yuki duduk di kursi pianonya, melemaskan otot jemarinya dan menyalakan pianonya, ia memencet beberapa tuts piano memainkan beberapa nada.
Kemampuan Yuki belum bisa di anggap seperti profesional, tapi Yuki termasuk pintar dalam hal ini, ia cepat dalam mempelajari sesuatu dan karena itulah, ia bisa di anggap sangat baik, ia bisa memainkan musik yang tingkat kesulitannya menengah, ia memang belum bisa memainkan nada yang cepat.
Yuki ingat ada lagu dengan nada yang cukup cepat yang ingin ia mainkan, itu salah satu lagu dari penyanyi virtual kesukaannya di kehidupan sebelumnya, setidaknya ia ingin bisa memainkannya yang tentu saja belum bisa ia mainkan.
Yuki memainkan nada yang lamban dan sangat rileks untuk di dengar, ia ingat ia memang harus memperlihatkan lagu ini pada tutornya hari ini, jadi ia mencoba berlatih lagi. Yuki selalu berlatih setiap hari, karena itulah ia hampir tidak bisa bermain dengan teman-temannya. Tapi lagi pula teman yang saat ini bisa dia ajak bermain hanya Difa, karena ia tidak boleh keluar dari kompleks.
Tak berapa lama tutor yang sudah di tunggunya datang, ia menyapa Yuki dan Tifa yang memang ada di sana juga.
"jadi bagaimana? Sudah menguasainya?" pria yang tampak masih muda itu memiliki perawakan yang cukup lembut. Yuki sempat pernah berfikir bahwa seorang tutor bisa menjadi galak, Yuki khawatir dengan itu, tapi ternyata tidak juga, tutor Yuki bukan seseorang yang menyeramkan, ia terlihat sangat baik.
"ya...." lagu yang akan di mainkan Yuki adalah karya yang sudah ada sangat lama sekali, ini karya Beethoven (Romantic Fur Elise). Lagu ini cukup lebut dan salah satu lagu yang juga di sukai Yuki bahkan di kehidupanya yang lalu.
Yuki memainkan setiap nada dengan baik, saat pertama kali ia memiliki sebuah kendala, jari Yuki bisa di katakan tidak terlalu panjang, terkadang jika ia harus menekan tuts piano yang jaraknya cukup jauh akan membuatnya sedikit kesulitan, tapi itu masih bisa di atasi untungnya.
setelah menekan tuts terakhir Yuki melihat ke arah tutornya.
"kau melakukan dengan baik! Aku tau kamu selalu bisa melakukannya dengan baik, jadi aku memiliki hadiah untuk mu sesuai janji" tutor Yuki mengeluarkan sesuatu dari tasnya, itu kotak berwarna emas yang sangat cantik.
Yuki menerimannya dan membuka kotak cantik itu, Yuki terkejut dengan apa yang ia lihat, itu jepit rambut dengan hiasan kunci not berwarna perak, di tengahnya terdapat permata berwana blue sapphire, warna kesukaan Yuki.
"...." Yuki menatap pria yang ada di hadapannya.
"kenapa? Kau tidak menyukainya? Aku fikir kau suka dengan warna itu..." tutornya itu tampak berfikir sejenak.
"aku suka.... hanya..." Yuki berharap ini bukan barang yang mahal.
"tenang saja, itu bukan barang yang mahal, jika kau ingin yang asli, kamu harus bekerja lebih keras lagi?" tutornya itu memberikan pernyataan dengan setengah pertanyaan, jujur saja itu membuat Yuki lega, Yuki tidak suka hadiah yang mahal, karena jika ia mendapat hadiah mahal dari seseorang Yuki takut tidak bisa mengembalikan apa yang sudah di berikan dan itu akan menjadi beban, kita bahkan tidak tau apa yang akan terjadi di masa depan.
"bagus lah" Yuki menghela nafas pelan.
"kenapa?"
"aku merasa terbebani jika ini barang yang mahal, akan lebih bagus jika ini bukan barang yang mahal."
"hahaha, tidak perlu khawatir, lagipula jika pun itu barang mahal aku tidak akan menuntut apapun juga, itu kan hadiah yang memang akan menjadi miliki mu." tutornya membuka sebuah map yang penuh dengan partitur dan menyerahkannya pada Yuki.
"..." Yuki meletakan kotak itu di atas pianonya dan mengabil partitur itu.
"ini partitur yang selanjutnya, karena kamu udah menguasai lagu itu dengan baik, aku fikir akan bagus kalo kamu bisa ke tahap selanjutnya, musik ini memiliki ketukan yang lebih cepat." Pria itu menjelaskan dengan sangat baik dan mengajari Yuki dengan baik.
Dan hari berlalu dengan cukup cepat.
Setelah menyelesainkan latihannya, Yuki segera pulang ke rumah dan makan sebelum akhirnya ia harus mengerjakan PR nya.
Lihat? Yuki benar-benar tidak memiliki banyak waktu pada satu hari, ia cukup sibuk.
Ia mengingat bahwa Difa mengajaknya bermain sabtu atau minggu jadi ia memutuskan untuk menanyakannya pada ibunya yang saat ini sedang mengajari Yuri.
"ma"
Wanita itu menoleh.
"ya?"
"besok sabtu ato minggu kita ada acara nggak?"
"emang kenapa?"
"Difa ngajak main, tapi kalo sabtu ato minggu ada acara ya nggak jadi" Yuki kembali mengerjakan PRnya.
"ada, kita mau makan-makan, ada yang ulang tahun jadi sabtu kita pergi" jawab ibunya.
"hmmm... ok" Yuki hanya berucap singkat masih dengan pekerjaannya.
Yuki saat ini sudah terbiasa menjadi anak rumahan yang bahkan tidak keluar dari rumah menjadi malas jika harus bermain keluar, Yuki lebih memilih berlatih piano atau semacamnya ketimbang harus bermain dengan Difa, bukan karena ada masalah dengan Difa, ia hanya malas.
"kamu bisa main minggunya."
"...." Yuki terdiam sejenak "ya... nanti aku fikirin lagi, kalo nggak males ya..." Yuki tidak menatap lawan bicaranya dan hanya mengerjakan pekerjaanya.
"main lah sekali-sekali, kamu sibuk terus tiap hari" ibunya sedikit menegur Yuki, wanita itu sejujurnya agak sedikit khawatir dengan masa depan Yuki, apa anak ini akan bisa berkomunikasi dengan baik kedepannya.
"justru karena aku sibuk aku ingin istirahat di satu hari" walaupun di bilang istirahat nyaris tidak bisa di bilang istirahat.
Ngomong-ngomong tentang komputer yang sebelumnya membuat Yuki sedikit pusing, ternyata ia lupa bahwa mereka punya komputer, tapi memang bukan komputer yang bagus, komputer itu tampak seperti komputer dari zaman purba, walaupun masih berguna.
Mereka memilikinya karena mereka memililki sepupu yang tinggal di rumah mereka, ia masih berkuliah dan tentu saja ia membutuhkan komputer untuk mengerjakan pekerjaannya sama seperti ia di masa depan.
Jadi akhir-akhir ini, Yuki mencoba untuk menulis cerita dengan komputer zaman purba itu, jika memang ada kesempatan, Yuki akan mencoba mengirimkan karyanya ke penerbit.
Yuki menyelesaikan pekerjaannya dan segera pergi untuk beristirahat setelah meminta izin pada ibunya yang hanya di angguki, ia sudah sangat lelah dan juga mengantuk. Kakaknya belum selesai belajar, ibu mereka memang selalu membiarkan Yuki pergi terlebih dahulu setelah selesai mengerjakan tugasnya, berbeda dengan kakaknya.
Saat ini jika di banding dengan kakaknya memang Yuki jauh lebih unggul di segala bidang tentu saja, karena bagaimana Yuki sekarang adalah bagaimana ia terakhir kali hidup di kehidupannya yang sebelumnya saja.
Karena itulah Yuki ingin merawat dirinya dengan baik, hidup dengan lebih sehat dan tentu saja ia harus lebih baik dari dirinya di kehidupan sebelumnya.
Jika ia tidak bisa mengambil rank 1 di kehidupan sebelumnya, maka ia akan mengambilnya di kehidupan ini, jika bisa 6 tahun berturut-turut karena saat SMP seingatnya tidak ada sistem rank lagi.