Chereads / Rebirth : New Life / Chapter 5 - Chapter 5 : Memang anak kecil

Chapter 5 - Chapter 5 : Memang anak kecil

Keesokan harinya, Yuki bangun lebih pagi, ini kebiasaannya memang, jika ia tidur lebih awal, ia akan bangun lebih awal.

Jam tidur Yuki sebenarnya sangat berantakan, ia bisa benar-benar tidak tidur semalaman dan akan tidur saat siang hari sampai sore bahkan malam, itu juga sebabnya, Yuki hanya makan saat menjelang malam, karena jika Yuki terbangun saat sore hari, ia akan bermain game dengan temannya karena itu jam meningkatkan rank.

Tapi karena semalam ia tidur tidak sampai tengah malam, jadi hal yang wajar jika ia terbangun lebih awal, jadi ia melihat ibunya sedang menyiapkan sarapan.

"lho? Udah bangun?" ibunya melihat Yuki yang masih setengah sadar.

"ya" Yuki hanya menjawab seadanya dan memasuki kamar mandi, kakaknya belum bangun jadi ia akan mandi terlebih dahulu, Yuki mandi cukup lama, airnya dingin jadi ia butuh waktu menyesuaikan suhu tubuhnya.

"lho? Kamu mau ngapain?"

"mandi lah..."

"kok mandinya sekarang?"

"ya mau kapan? Sekarang aja lah" Yuki menutup pintu kamar mandi dan memulai ritual mandinya. Saat keluar, Yuki sudah menghabiskan 30 menit di kamar mandi, waktu normal yang di butuhkan Yuki adalah 2 jam, jadi ini mandi tercepat normal yang di milikinya, jika ke pepet ia bisa mandi bahkan tidak sampai 5 menit.

Yuki menggunakan bajunya, ia tau ayah dan ibunya saat ini membicarakan keanehannya, tapi Yuki hanya pura-pura tidak tau, ia akan pura-pura biasa saja.

Setelah selesai bersiap, ia keluar kamar dan memakan sarapannya. Setelah itu ia berangkat menuju TK nya.

Yuki duduk di bangkunya yang kemarin dan menguap, sudah ada beberapa anak yang menempati bangku dengan orang tua mereka seperti kemarin termasuk ibunya. Yuki hanya diam tidak bicara apapun, hanya menatap sekitar.

"nanti kalo gurunya ngomong, di dengerin ya... jangan bercana terus" Yuki hanya mengangguk tidak mengatakan apapun.

Beberapa menit kemudian kelas mulai penuh dan kelas akan di mulai, orang tua yang masih di dalam segera keluar saat guru sudah masuk, guru itu segera menulis beberapa kata dan para murid di minta untuk menulisnya hingga satu lebar penuh.

Yuki jadi teringat dengan hukuman SMA, ia tidak pernah mengalaminya, tapi kakaknya pernah. Yuki hanya tertawa dalam hati.

Tak berapa lama, Yuki sudah menyelesaikan tulisannya, tulisannya tidak jelek tapi juga tidak bagus, Yuki tidak terbiasa menulis dengan pensil lagi semenjak SD, ia hanya menggunakan pensil hanya saat menggambar saja.

Yuki membuka halaman paling belakang dan mulai menggambar sesuatu yang acak, sembari sesekali bergumam lagu yang ia ingat.

"it's not fine"

"Yuki nggak ngerjain?" teman di sebelahnya mndengar Yuki bergumam dan melihatnya hanya mencoret buku jadi ia bertanya.

"udah selesai"

"udah? Cepet banget" Yuki merasa temannya itu hanya tidak mau merasa kalah dengannya yang sudah selesai dengan cepat "mana coba liat"

Yuki menatap teman di sebelahnya dan membuka halaman di mana tugasnya berada, memperlihatkan halaman yang penuh dengan tulisannya. Sekarang mereka tidak bisa perotes dengan tugasnya, tugas baru saja di berikan, tidak mungkin Yuki menyelesaikannya di rumah.

"udah lah, daripada ngurusin urusan ku, kalian cepet selesaiin aja lah tugas kalian, nggak usah banyak protes, nanti kalian nggak selesai-selesai lho" Yuki bahkan sudah kembali ke kegiatannya menggambar asal sembari bersenandung kecil.

"yang sudah selesai boleh di kumpul ya" guru mengucapkan dengan senyum dan nada yang ramah, tipikal guru TK.

Yuki bangkit dari duduknya dan segera memberikan bukunya kedepan, ia melihat jam di atas papan tulis dan melihat sebentar lagi memang akan istirahat.

'cepat juga'

Saat istirahat, kali ini Yuki ikut berjalan keluar karena hari ini tidak panas menyengat senderung sedikit mendung, ia melihat ayuan kosong dan mendudukinya, ia berayun pelan dan memperhatikan sekeliling dan langit.

"ayo lomba lebih kenceng siapa"

Yuki menatap ada beberapa anak di sebelahnya dan salah satunya duduk di ayunan di sebelahnya.

'ck, ganggu ketenangan orang aja, dasar bocil rese' yang tentu saja hanya bisa di suarakan di dalam hati.

"hmm" Yuki hanya berdehem dan mulai memainkan ayunannya dengan cepat namun ringan, berbeda dengan anak di sebelahnya yang terlihat bernafsu sekali.

"haha, aku menang, aku lebih kenceng" ucap anak itu senang.

Gita, nama anak itu yang selalu mengganggunya di kelas terlihat sangat senang.

'aku akan di anggap gila jika menanggapi bocah ini'

"jatoh jangan salahin aku ya"

"haha, bilang aja kamu kalah" Yuki tidak menjawabnya dan hanya tetap berayun dengan santai, menikmati angin yang berhembus mengenai wajahnya saat berayun.

Benar saja anak itu terjatuh dari ayunannya dan menangis, anak-anak di sekitarnya menatap dengan pandangan yang lucu khas anak-anak saat panik.

"aku udah bilang, kalo jatoh jangan salahin aku" Yuki menghentikan ayunannya dan berlalu tidak perduli, tapi Yuki tau anak itu di tenangkan oleh seorang guru yang datang saat mendengar anak yang menangis dengan kencang.

Tak berapa lama, bel masuk berbunyi, Yuki sudah duduk ditempatnya sejak tadi, saat istirahat tadi, ia bahkan tidak melihat ibunya, artinya, ibunya ada di sekolah kakaknya.

"baiklah, anak-anak, sekarang keluarkan buku gambar kalian dan gambarlah sebuah pemandangan, semua harus di warnai ya, tidak boleh ada yang tidak berwarna dan harus di kumpul hari ini" Yuki melihat jam yang tertempel dan melihat bahwa waktunya sangat terbatas.

Ia menggambar pemandangan sebuah danau dengan tumbuhan di sekitarnya, ia memutuskan tidak banyak memberikan detail, ia akan memberikannya nanti saat ada waktu yang tersisa.

Yuki izin keluar untuk mengambil air di gelasnya dan mulai menggambar sketsa denga cepat mentah sebagai patokan, lalu menggambar dengan jelas, yang sebenarnya itu juga hanya sketsa kasar.

Ia langsung menggoreskan pensil warna berwarna hijau ke beberapa tempat, melukisnya dengan kuas dan ia terus mengerjakannya dengan tenang.

Tapi memang anak-anak sangan ingin tau, temannya yang lain ingin melihat apa yang ingin di gambar orang lain.

"Yuki gambar apa?"

"pemandangan"

"iya tau, tapi gambar apa?"

"danau"

Yuki tidak terlalu peduli dan hanya terus menyelesaikan gambarnya, tidak terlalu mendengar perkataan beberapa temannya yang berkomentar tentang gambarnya. Masih kecil udah jadi netizen, untung beberapa hanya memuji gambarnya yang tentu saja tidak terlalu di pedulikan Yuki.

Sampai akhirnya jam sekolah sudah akan selesai dan ia belum menyelesaikannya, bukan hanya dia, tapi banyak anak lain juga belum selesai mengerjakannya, ibunya sudah di sebelahnya dan selalu memuji gambarnya yang bagus.

Bukan gambar, apa yang di lakukan Yuki saat ini adalah melukis.

Beberapa anak lain yang sudah selesai juga ikut melihat gambar yang di buat Yuki yang bahkan Yuki tidak faham dengan apa tujuan mereka melihatnya menggambar, tapi ia tidak terlalu memusingkannya dan hanya lanjut mengerjakan pekerjaanya.

Sampai seorang anak menumpahkan air yang ada di gelas dan merusak gambar Yuki.

Yuki terdiam melihat gambarnya dan menatap anak itu dengan wajah tanpa ekspresi, beberapa orang juga menatapnya dengan tatapan aneh membuat anak itu tidak nyaman dan mulai menangis. Ia segera di tenangkan guru yang ada di sana, suasana sempat ramai, Yuki sendiri di tenangkan ibunya yang sejak tadi ada di sebelahnya, ibunya berfikir ia akan menangis juga, padahal yang di lakukan Yuki hanya menatap datar ke arah anak yang menumpahkan air, kakaknya malah hanya terdiam bingung.

"haaaahhhhh" semua berhenti saat Yuki menghela nafas keras sembari bersandar ke sandaran kursinya dengan sebelumnya meletakan kuasnya asal. Ini kali pertamanya ia menghela nafas dengan sangat keras setelah kelahiranya kembali, ini sangat berguna meredam emosinya.

Anak yang menumpahkan air tadi berfikir Yuki sangat marah dan bersembunyi di pelukan guru.

"Yuki, maafin echa ya, kan echa nggak sengaja" guru itu bicara dengan Yuki untuk menenangkan Yuki dan beralih ke anak yang ada di pelukannya "iya kan? Echa ayo minta maaf dulu" tapi bahkan anak itu hanya tetap bersembunyi tidak berani menatap wajah Yuki.

Yuki tidak benar-benar marah, gambar yang di buatnya ini hanya gambar asal, ia bisa menggambar yang lebih baik lagi nanti berapapun ia mau, hanya ia sedikit kesal karena pekerjaanya rusak dan tidak bisa di perbaiki.

Apa mereka tidak tau bahunya serasa mau patah terutama bagian pundaknya dan tugas ini harus di kumpul hari ini.

"haaahhh" sekali lagi Yuki menghela nafas, kali ini ia menghela nafas lelah "yah, sudah lah...." ia menyodorkan gambarnya dengan sebelumnya sedikit mengeringkannya dengan tisu yang di dapat dari ibunya, gambarnya menjadi tidak terlalu buruk stelah sedikit di bersihkan, tapi itu hanya bisa menjadi gambar yang cacat.

Setelah menyodorkan buku gambarnya, ia membereskan peralatannya, Yuki tidak berminat mengatakan apapun pada temannya karena bocah itu juga tidak mengatakan apapun dan hanya persembunyi.

"ayo ma, pulang, pundak ku mau patah rasanya" Yuki membawa tasnya dan berdiri dari bangkunya.

Melenggang pergi dengan sebelumnya berpamitan dengan gurunya di susul dengan ibu dan kakaknya.

Hari yang melelahkan. Sesampainya di rumah, Yuki hanya berbaring lelah.

Di perjalanan tadi ibunya bertanya beberapa hal berkaitan denga insiden tadi, tapi bahkan Yuki tidak banyak menjawab, Yuki hanya lelah dan ingin cepat pulang, tidak ingin berlama-lama di luar.

"yuki, mau makan dulu?" ibunya datang ke kamar dan bertanya pada Yuki yang hanya berbaring merilekskan tubuhnya yang kaku. Sepertinya Yuki harus banyak berolah raga.

"iya nanti" tanpa melihat ke arah ibunya dan hanya memejamkan matanya yang lelah. Bahkan Yuki tidak melepas seragamnya.

"belom ganti baju? Ganti dulu sana" tegur ibunya namun Yuki bahkan tidak ingin membuka matanya.

"iya, bentar" bahunya sakit, kakinya sakit, punggungnya sakit dan menjalar ke kepalanya yang saat ini juga ikut merasakan sakit.

Aneh, ia kan berada di tubuhnya saat masih kecil, kenapa ia merasa tubuhnya sama seperti yang dia rasakan saat umur 23 tahun?

Pundaknya dan punggungnya akan sangat mudah merasa kaku, kakinya mudah sakit, kepalanya pun juga mudah terkena migrain, dia ini masih anak berusia 6 tahun kan?

Yuki berfikir untuk lebih menjaga pola hidupnya mulai sekarang, ia akan meminum susu lebih banyak, lebih banyak makan makanan yang bergizi dan akan lebih rajin berolah raga mulai sekarang.

Bagaimanapun juga tubuhnya belum sekaku saat ia berumur 23 tahun, jadi ia masih bisa melatih kelenturan tubuhnya.

"cepet ganti baju dulu terus makan" tegur ibunya lagi.

"iya, nanti dulu, kepala ku sakit, pundak sama punggung ku juga sakit" Yuki masih memejamkan matanya dan hanya menjawab dengan gumaman.

"kenapa?" tanya wanita itu lagi yang sepertinya sedikit khawatir dengan keadaan putrinya.

"ya pegel" Yuki hanya menjawab singkat.

"mau ke rumah sakit?"

"nggak usah, Cuma pegel biasa aja" setelah mengucapkan itu, Yuki bangkit dari tidurnya dan berlalu mengambil pakaiannya untuk berganti ke baju yang lebih nyaman.

Saat makan Yuki sempat berfikir, bagaimana cara meningkatkan kondisi tubuhnya. Di masa depan Yuki adalah seseorang yang cukup rapuh dan sangat mudah merasa sakit di tubuhnya, ia ingin menjadi lebih sehat dari kehidupan sebelumnya.

Sebenarnya, Yuki ingin memasuki kelas seperti ballet atau gymnastics, piano atau biola dan kelas bahasa inggris, tapi bahkan mereka bukan keluarga kaya, Yuki hany berasal dari keluarga sederhana.

Ayahnya habis kena PHK setelah ia lahir, jadi ayahnya hanya bekerja untuk beberapa relasinya yang tidak pasti, terkadang ayahnya jarang untuk pulang ke rumah, bahkan rumah yang mereka tempati saat ini bukan rumah mereka, ini rumah milik keluarga dari kakak ayahnya.

"habisin makanannya" ibunya menegurnya karena ia melihat Yuki makan namun seperti melamun "udah, nanti kan kamu masih bisa gambar lagi" sepertinya ibunya masih berfikir bahwa Yuki masih memikirkan kejadian tadi.

Yuki tetap diam tapi melihat makanannya. Porsinya lebih sedikit dari kemarin, yah tidak buruk, Yuki menghabiskan makannya.

Saat makanan yang ada di piringnya hampir habis, ibunya memujinya "pinter ya... udah bisa habisnin makanannya, hebat!" ibunya tampak bangga.

"yaa..." Yuki hanya menjawab singkat dan menghabiskan makannannya yang tersisa dan beranjak dari sana.

Ia melihat jam dan ini masih sore, masih banyak waktu ini untuk menyusun beberapa plan.

"dek, main apa yuk" Yuki mentap kakaknya Yuri dengan tatapan bingung.

"main apa?" pasti permainan khas anak-anak yang membosankan dan hanya membuang waktunya.

Tunggu, Yuki selalu lupa bahwa ia memang masih anak-anak, tapi secara mental Yuki memang wanita 23 tahun yang canggung, tapi baiklah, kita lihat apa ia bisa mengimbangi kakaknya.

Jam sudah menunjukan pukul 6 dan waktunya berhenti bermain, jadi ibunya menyuru Yuki dan kakaknya Yuri untuk mandi jadi mereka mandi.

Selesai mandi mereka tidak belajar karena besok hari sabtu, tapi Yuki memutuskan untuk ke mejanya dan menulis beberapa hal.

"Yuki, kamu ngapain?"

Sebenarnya wanita ini agak sedikit merasa aneh dengan putrinya 2 hari belakangan, Yuki bersikap tidak wajar, tidak menangis atau marah saat gambarnya di rusak cenderung sangat tenang dan pembawaannya juga tampak lebih dewasa dari usia yang seharusnya, seolah Yuki berubah dari yang ia tau.

Ia seorang ibu, wajar ia memiliki insting yang tentang hal ini, putri kecilnya tidak bersikap normal, ia berharap ini bukan sesuatu yang serius.

"..." Yuki hanya menoleh dan menatap ibunya dengan tatapan polosnya atau pura-pura polosnya "menulis?"

"menulis apa?" ibunya bertanya pada putrinya sembari melihat apa yang di tulis gadis kecil itu. Tampak seperti sebuah cerita yang belum jadi, tulisannya tidak buruk tapi juga tidak baik, masih bisa di baca dan cenderung bisa di katakan rapi.

"cerita" Yuki masih menatap ibunya, beruntung yang ia tulis saat ini hanya ide cerita fantasi yang tiba-tiba muncul di kepalanya, bukan plan atau semacamnya.

"hmmm" wanita itu hanya berfikir normal anak-anak menulis sebuah cerita hayalan jadi ia tidak berfikir jauh, lagipula itu bukan secita fantasi yang rumit, masih wajar untuk anak umur 6 tahun.

Wanita itu mengembalikan buku putrinya dan mengusap kepala putrinya yang sebenarnya sangat tidak di sukai Yuki, ia selalu menghindar jika ada yang ingin menyentuh kepalanya, tapi saat ini ia mencoba menahannya agar seperti anak-anak pada umumnya.

"ma" Yuki mencoba peruntungannya untuk meminta ibunya memasukannya ke kelas musik atau ballet. Ia tau kelas-kelas ini lumayan mahal untuk mereka, tapi setidaknya ia ingin mencoba bertanya.

"ya?" jawab wanita yang lebih dewasa itu.

"ma, kalo aku belajar piano ata biola gimana menurut mama?" tanya Yuki sedikit ragu, ia sudah menyiapkan diri untuk sebuah penolakan, tapi sekali di tolak tetap saja menyakitkan, tapi setidaknya ia sudah mencoba.

"...." wanita itu hanya menatap putrinya bingung. Sepertinya gagal, jadi Yuki mencoba yang lain.

"kalo ballet atau gymnastics?" ibunya masih tetap diam, jadi Yuki akan mencoba yang terakhir, jika masih gagal juga ia akan menyerah untuk saat ini "bahasa inggris saja?" tanyanya lagi, mungkin kelas bahasa inggris lebih mudah untuk di cari dan biayanya masih terjangkau.

"Yuki, ini bukan masalah kamu mau masuk kelas apa..." ibunya mencoba mengelak, Yuki faham ini hanya bentuk dari penolakan saja jadi ia hanya mendengarkan perkataan ibunya dan tidak berharap apa-apa lagi "tapi selain biayanya yang tidak sedikit, apa kamu yakin kamu mampu?"

"...." ini yang tidak di sukai Yuki dari ibunya, jika memang ingin menolak hanya tolak saja dengan tegas tanpa meragukan kemampuannya, dengan begitu ia tidak akan mundur tanpa mencobanya, ia tau bahwa jika ia tidak mampu maka uang yang di keluarkan untuk kelas ini akan sia-sia.

"yahh... nggak usah aja, nggak jadi...." Yuki beranjak dari tempatnya dan berlalu, ia tidak marah, ia hanya kecewa saja.

"Yuki, kalo kamu merasa mampu, mama coba cari cara buat masukin kamu ke kelas yang kamu mau" ibunya berucap menahan Yuki.

Yuki merasa tertolak sejak awal kembali menarik diri. Ini juga sifat yang paling Yuki benci pada dirinya, sekali mengalami kegagalan atau penolakan, ia akan mundur dan tidak akan muncul lagi.

"udah lah... nggak usah...." Yuki hanya takut akhirnya ia akan menjadi beban, mungkin ia akan mencoba cara lain nantinya.

Yuki berlalu memasuki kamar bergabung dengan Yuri yang sedang menonton tv, walaupun ia tampak sedang menonton tapi fikirannya berkelana.