*
*
Abaddon menatap gadis itu. Dia lalu menarik tangan Hotaru dan melukai ujung jarinya. Selanjutnya dia mengisap darah Hotaru sedikit dengan lidahnya. Mencoba mencari tahu apakah Hotaru adalah manusia atau bukan dari darahnya.
"…Tidak. Kamu benar-benar manusia-" Abaddon mengernyitkan keningnya menatap Hotaru yang wajahnya memerah. "Kamu kenapa?"
Hotaru mencoba menutup wajahnya dengan tangan lainnya yang tidak berada di genggaman Abaddon.
"Tidak apa-apa…" ucapnya sambil menutup matanya dan menoleh ke arah lain.
Abaddon terkekeh. "Bagaimana kamu menjadi semerah itu hanya karena ini?" dia menarik tangan Hotaru membuat Hotaru tersentak dan membuka matanya kaget.
Kini wajah mereka menjadi dekat.
"Lalu bagaimana nanti jika aku menciummu?"
Hotaru membesarkan matanya. Kaget. Dia ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak ada suara yang keluar dari mulutnya.
Abaddon melepaskan tangan Hotaru dan kini menyentuh leher Hotaru. Hotaru menggeliat kaget. Dan Abaddon menarik Hotaru mendekat perlahan. Jarinya yang besar hampir menutupi setengah wajah Hotaru. Dan jempolnya bergerak perlahan ke arah bibir Hotaru yang berwarna merah muda.
Wajah Abaddon mendekat. Dan saat jarak mereka hanya 3 sentimeter, Abaddon berhenti. Dia tersenyum seakan menggoda Hotaru.
Hotaru yang sadar Abaddon hanya menggodanya, menaruh tangannya di dada Abaddon mencoba untuk mendorong Abaddon menjauh darinya. Namun Abaddon malah menyentuh bibir Hotaru dengan bibirnya pelan.
Hotaru terdiam.
"Bukankah ini waktunya kamu untuk menutup mata?" Abaddon berbisik pelan.
Hotaru tampak masih kaget. Tapi saat dia memandang mata Abaddon yang dengan lekat memandangnya, perlahan Hotaru memejamkan matanya.