"Apa kamu benar-benar dapat mengerti apa yang demon katakan?"
Hotaru mengangguk. "Apa itu aneh? Bahkan dari awal aku sudah berbicara denganmu Kii."
"Demon dewasa sudah dapat menggunakan bahasa yang dapat di dengar manusia. Tapi, kamu dapat mengerti bahasa demon kecil. Demon kecil belum dapat menggunakan kekuatannya untuk itu."
Hotaru nampak berfikir. "Aku juga tidak tahu, saat mereka berbicara, aku dapat mengerti apa yang mereka ingin katakan."
Abaddon menatap Hotaru lekat. "Dan apa kamu memiliki semacam jimat pelindung atau apapun itu…?"
Hotaru langsung menggeleng dengan cepat. "Aku tidak pernah punya itu."
"Apa keluargamu pernah membawamu untuk datang ke pendeta atau apapun namanya?" Abaddon mulai mengumpulkan data untuk menjawab rasa penasarannya.
Hotaru tampak berfikir. "Aku pernah datang ke seorang pendeta wanita. Tapi dia tidak pernah memberikan aku apapun."
Abaddon berfikir lagi. "…Kamu ingat apa yang pendeta itu katakan?"
Hotaru mencoba mengingat. "Ummm…. Dia mengatakan kalau tidak ada yang salah dengan diriku. Lalu Ibu menceritakan kalau aku sering berbicara dengan demon, dan aku sering dikelilingi oleh demon. Pendeta itu hanya bilang, kalau berbicara dengan demon adalah hal yang wajar bagi sesama demon."
Abaddon tampak tidak percaya akan apa yang dia dengar.
"Manusia gila seperti apa yang mengatakan itu di depan anak kecil?"
"Saat pendeta itu mengatakan hal itu, orang tuaku melihatku dengan takut. Lalu sejak saat itu, mereka menjauhiku. Orang lain juga mulai menjauhiku, tapi semakin banyak demon kecil yang menemaniku bermain. Jadi, aku fikir, mungkin aku benar-benar salah satu dari kalian."
Abaddon menatap gadis itu. Dia lalu menarik tangan Hotaru dan melukai ujung jarinya. Selanjutnya dia mengisap darah Hotaru sedikit dengan lidahnya. Mencoba mencari tahu apakah Hotaru adalah manusia atau bukan dari darahnya.