*
*
"Lalu apa yang kamu inginkan?"
. Dia tidak menatap Abaddon, seakan takut.
"…Nama."
"Hmm?" Abaddon tidak mengerti apa yang Hotaru katakan.
"…Kii tidak pernah memanggil namaku." Hotaru mengatakannya dengan terbata-bata.
"Hah?" Abaddon semakin tidak mengerti apa yang Hotaru ingin katakan.
Wajah Hotaru berubah kesal. "Aku ingin Kii memanggil namaku. Bukan 'kamu' atau 'hei'! Nama! Namaku Hotaru, Kii!" dia berteriak. Dengan wajahnya yang memerah.
Abaddon terkekeh. Dia nampak ingin menjahili Hotaru dengan senyumnya yang nakal.
Hotaru cemberut. Tampak kesal. "Kii! Kamu berjanji mengabulkan permintaanku!"
"Apa kamu mendengarku berjanji?"
"Kii!" Hotaru dengan sigap akan memukul Abaddon. Tangannya terangkat, menggenggam.
"Hotaru."
Tangan Hotaru berhenti di udara sesaat sebelum menyentuh tubuh Abaddon. Hotaru diam. Menatap tidak percaya. Namun wajahnya semakin memerah. Dia lalu segera menutup wajahnya dengan kedua tangannya saat merasa wajahnya semakin panas.
Abaddon menarik tangan Hotaru lepas dari wajahnya dan melihat air mata kembali menetes di pipi Hotaru.
"Apa kamu begitu menginginkannya? Hingga membuatmu menangis seperti ini?" Abaddon menatap Hotaru. "Cengeng."
Hotaru cemberut saat mendengar Abaddon menggodanya.
Abaddon mendekatkan dirinya dan mencium dengan perlahan kening Hotaru.
Mata Hotaru terbelalak. Seakan otaknya tidak dapat memproses apa yang baru saja terjadi padanya untuk pertama kali.
Abaddon menarik tubuh Hotaru ke dalam pelukannya. Lalu dia menjatuhkan tubuhnya kebelakang untuk berbaring memeluk Hotaru yang kini berada di atasnya.
"Tetap di sisiku, Hotaru." Abaddon berbisik pelan.
Hotaru yang wajahnya semakin memerah hanya mengangguk di dalam pelukan Abaddon.