Karena semalam Ara sudah ketiduran dan sudah terlalu larut untuk pulang jadi mereka bertujuh menginap di rumah Dev.
Semalam Ara dibawa ke kamar Dev untuk tidur disana sedangkan yang laki-laki terutama Dev tidur mengampar di ruang tamu dengan kasur lipat.
Luna yang semalam tidur lebih dulu bangun lebih awal. Ia keluar kamar dan melihat ketujuh laki-laki muda tertidur begitu pulas.
Dev yang biasa nya bangun pagi pun jam 7 pagi belum bangun mungkin mereka semua kecapekan. Sebagai seorang ibu Luna pun menyiapkan sarapan.
Meskipun ia memiliki ART tapi Luna sering turun ke dapur langsung untuk memasakan makanan untuk anak-anaknya.
Pukul setengah sembilan pagi satu persatu laki-laki muda yang tertidur diruang tamu terbangun. Termasuk Dev.
" Dev, Ka udah bangun kalian? " Ternyata ada yang bangun lebih awal yaitu Iki. Ya, dia sudah duduk di kursi makan dengan roti dan butter di tangan nya.
" Udah makan aja lu " celetuk Rhaka.
" Laper banget asli " Dev melihat jam dinding dan melihat ke lantai dua lebih tepatnya ke kamarnya.
" Ara belum bangun ya? " Tanya Dev. Iki menggeleng.
" Gue belum liat dia turun "
Dev pun naik ke lantai dua ingin membangunkan Ara. Ketika sampai di depan pintu kamarnya ia terdiam. Ia bimbang apa harus membangunkan Ara sekarang atau tidak. Lama berfikir Dev memutuskan untuk tidak membangunkan Ara.
Pukul 10 pagi Ara baru menggerakan tubuh nya pertanda ia akan segera bangun. Perlahan membuka mata dan melihat ruangan dengan lampu redup.
Ia melihat sekitar dan sadar bahwa ini bukan kamarnya.
" Argh... Gue dikamar Dev? " Gumam nya lalu perlahan turun dari ranjang. Ia membuka tirai membiarkan cahaya matahari masuk kedalam.
Namun, kenapa pagi ini cahaya matahari terasa sangat bersinar? Ara melihat jam dinding dan langsung melotot melihat pukul berapa sekarang.
Ia langsung keluar dari kamar Dev masih dengan penampilan yang berantakan.
" Aduh... Mati gue "
Perempuan mana yang tidak panik ketika bangun terlambat saat ada calon mertua nya?
" Dev...." Panggil Ara pelan mencari keberadaan tunangan nya.
" Dev... " Ia mencari ke beberapa ruangan namun tidak ada. Rumah tersebut juga terlihat sepi kemana semua orang?
Ara duduk di kursi meja makan dengan pasrah.
" Apa mereka sengaja ninggalin gue sendiri disini biar di ocehin tante Luna? Argh... Ara bodoh banget si "
Ketika ia sedang merutuki diri sendiri tiba-tiba ada tangan yang dengan lembut mengusap rambutnya. Ara pun melihat wajah siapa orang itu dan ternyata Dev.
Bukannya disambut dengan baik Ara malah langsung marah kepada Dev.
" Pagi... "
" Lo! Kenapa gak bangunin gue sih?! " Omel Ara memukul dada Dev.
" Loh? Kenapa? "
" Pake tanya kenapa lagi. Gue kan gak enak sama tante Luna "
" Bunda... "
" Iya... Bunda, gak enak gue. Lo dari mana aja sih dicarin dari tadi " Dev tertawa melihat ekspresi wajah Ara.
Baru kali ini ia melihat wajah ketakutan bercampur kesal dari wajah Ara.
" Kamu bangun siang pun gak akan ngerubah status kamu sebagai calon menantu Bunda "
" Ni laki bener-bener ya bisa banget buat orang berdebar " batin Ara.
Ara tersipu malu mendengar kalimat Dev.
" Cie... Wajahnya merah cie.... " Goda Dev membuat Ara semakin malu.
" Si... Siapa?! Sembarangan "
" Aku... Aku yang wajah nya merah. Sekarang mau mandi atau makan? "
" Gimana mau mandi gue gak bawa salinan "
" Ya kan bisa pake baju aku " Ara menarik telinga Dev pelan.
" Yaiya luaran mah gua bisa pake baju lo tapi... Da..leman nya gimana " Tanpa rasa bersalah Dev pun tertawa.
" Oh iya anak-anak mana? Mereka nginep juga semalem? "
" Iya... Udah kemaleman juga kalo pulang langsung. Tadi sebelum kamu bangun mereka udah pamit pulang "
" Terus Bunda sama Rara mana? "
" Ke sekolah untuk daftarin Rara sekolah "
" Oh... Udah masuk TK ? " Dev mengangguk.
" Wah... Udah besar juga ya Rara " Kalimat dan ekspresi wajah Ara seolah-olah seperti ibu yang tak menyangka anak nya sudah tumbuh besar.
" Yaudah makan dulu ya udah siang "
" Gue cuci muka sikat gigi dulu, Dev "
" Oke... Di kamar mandi aku ada sikat gigi baru pake aja "
" Siap "
Setelah selesai makan Dev mengantar Ara pulang.
" Hari ini mau kemana Dev? "
" Gak kemana-mana Ara mau jalan-jalan? " Ara menggeleng.
" Istirahat dirumah aja mungkin. Lo juga istirahat yang cukup sebentar lagi kan kelulusan kelas 12 OSIS pasti sibuk banget kan? " Dev tersenyum.
" Ya... Kalau dirumah bosen atau mau makan apa telfon aku ya. Hati-hati dirumah, tante Shera kapan pulang? "
" Mungkin malam ini atau besok pagi. Gak tau gue, tante Shera belum kasih kabar " beberapa saat kemudian Ara sampai dirumah.
Ara pun keluar dari mobil Dev lalu melambaikan tangan sebelum mobil tersebut keluar dari pekarangan rumah.
Hari menjelang malam Shera sampai dirumah. Pergi keluar kota karena pekerjaan tidak membuatnya lupa untuk membeli oleh-oleh.
Bagasi mobil nya dipenuhi oleh berbagai macam makanan dan benda yang ia beli disana.
" Bi, Ara udah pulang? "
" Sudah bu. Ada di kamar "
" Ini tolong di beresin ya bi saya ke kamar Ara dulu "
" Baik bu "
Dengan pelan Shera mengetuk pintu kamar Ara.
" Masuk "
Pemilik kamar sudah mengizinkan Shera pun membuka pintu dan melihat Ara yang sedang menulis di sofa.
" Aduh... Aduh... Lagi belajar atau corat-coret doang nih? " Tanya Shera bercanda.
" Yakali belajar tan "
" Terus? "
" Biasa lagi nulis keperluan untuk peringatan bulan depan "
Shera mengernyit ia berfikir sejenak apa maksud dari kalimat Ara. Ia mengambil kalender yang ada di atas nakas kecil lalu melihat tanggal yang sudah di tandai oleh Ara.
" Oh iya... Ya ampun cepet banget ya gak terasa " Ara hanya tersenyum manis.
" Terus kamu... Mau pergi kesana? " Ara mengangguk.
" Seperti biasa. Dan mungkin Ara bakal netap disana beberapa hari sekaligus liburan tan "
" Oke... Oke, tante atur jadwal ya untuk bulan depan " Ara memegang tangan Shera dan menggeleng.
" Tante gak perlu dampingin Ara pergi kesana. Ara minta tolong tante yang atur pembagian sembako nanti disini. Kalau bukan tante... Ara gak tau minta bantuan ke siapa lagi "
Merasa terharu dengan kalimatnya Shera langsung memeluk Ara erat dan membelai rambut nya lembut.
" Tante akan selalu ada untuk Ara. Ara butuh apapun akan tante usahakan, Ara udah tante anggap seperti putri tante sendiri. Disini tante dan bang Arfan siap ada untuk Ara kapanpun Ara butuh "
" Terimakasih... "
" Oh iya, hampir lupa " Shera melepas pelukannya sejenak.
" Kemarin ketika tante meeting dengan client orang tua nya Efa titip ini ke kamu untuk dikasih ke Efa mereka belum bisa kembali karena masih harus mencari investor untuk produk baru mereka "
Ara mengernyit bingung.
" Orang tua Efa? Tante ketemu mereka? Kapan? "
" I... Ya kemarin ketika kami rapat untuk kolaborasi produk kami "
" Pagi? Siang? Malam? "
" Ya dari sore sampai malam Ra. Kenapa sih? "
" Pulang nya jam berapa? Tante meeting di kalimantan kan? "
" Semalam sampai jam 9 dan ya... Di kalimantan ada apa sih Ra? "
" Efa berarti bohong sama gua dan anak-anak " batin Ara.
" Ra... Ada apa? "
" Enggak tan cuma mastiin. Yaudah nanti Ara kasih ke Efa, Ara mau mandi dulu "
Ara langsung mematikan topik agar Shera tak bertanya lagi. Ada sesuatu yang Efa coba tutupi dari mereka.
Ke esokan hari nya seperti janji Ara akan memberikan hadiah dari orang tua Efa. Setelah mereka selesai makan siang Ara mengajak Efa untuk ke minimarket sekolah.
" Loh, Ra arah nya salah " ucap Efa karena Ara berjalan bukan menuju minimarket.
" Ikut bentar " Ara menggandeng tangan Efa sampai di depan lokernya lalu mengeluarkan paper bag.
" Apaan nih? " Ara menjulurkan barang itu untuk diberikan kepada Efa.
" Ada yang mau lo ceritain ke gue? " Efa masih belum mengerti maksud Ara.
" Coba buka isi nya "
Efa mengambil hadiah tersebut dan mengeluarkan nya dari dalam paper bag.
" Orang tua lo titip ini ke tante Shera ketika mereka meeting tepat di malam Dev mengadakan pesta dan tepat dimana lo bilang kalau hari itu lo gak bisa hadir karena udah janji ada acara dengan keluarga. But, the fact is... "
Efa langsung merasa malu dan bingung ingin menjawab apa.
" Lo ada masalah apa? Kayanya banyak cerita yang gue dan anak-anak gak tau. Bahkan kabar baik lo beli mobil baru "
" Mobil baru? "
Ara menunjukkan foto yang ia ambil pada malam ia melihat Efa mengendarai mobil asing. Terlihat jelas wajah Efa dan mobil yang di kendarai.
" Itu... "
" Ada apa Fa? Kalo lo gak mau anak-anak tau cerita aja sama gue "
" Itu... Kemarin... Gue... " Efa terlihat bingung bagaimana cara menyampaikan nya. Ara menghela nafas berat.
" Yaudah kalau emang lo gak mau cerita sekarang it's okay tapi gue harap semua nya baik-baik aja. Yaudah ayo gabung sama yang lain "
Efa tidak bisa mengatakannya langsung saat itu. Ia masih membutuhkan keberanian untuk memberitahu kepada teman-teman nya apa yang sebenarnya terjadi.