Chereads / Devara / Chapter 17 - Before Go To Canada

Chapter 17 - Before Go To Canada

Selesai makan malam bersama Shera dan Topan. Dev kembali ke kamar dengan perasaan gelisah. Sampai saat ini Ara belum ingin bicara dengan nya padahal besok ia harus berangkat.

Dev khawatir jika semakin lama hubungan ini tidak diperbaiki maka tidak akan bisa di perbaiki. Ia termenung di sofa kamar kalimat Ara tadi di lapangan basket terulang kembali di kepalanya.

" Gue gak mau apa yang terjadi sama bang Rey terulang sama lo "

" Gue tau lo capek Dev! "

" Ini yang hati lo inginkan? "

" Argh... "

Dev memukul dada nya sendiri karena terasa sesak. Perkataan Ara benar, mungkinkah ia membohongi dirinya sendiri selama ini? Mungkinkah secara tidak sadar ia menyakiti dirinya sendiri?

Ara dengan Dev berbeda. Ara perempuan yang mengiginkan kebebasan berani membantah apa yang ia tidak suka. Hidup jauh dari orang tua membuatnya mandiri dan menjadi perempuan kuat.

Sedangkan Dev? Hidupnya selalu tentang keluarga. Sebagai anak laki-laki pertama di keluarga dan menjadi pewaris utama Dev di didik untuk selalu mendengar apa yang orang tua nya katakan.

Apa yang di ajarkan Papa nya selama ini selalu berhubungan dengan bisnis. Ketika lulus SD, Dev terpaksa harus pergi dari lingkungan nya termasuk meninggalkan Ara tanpa pamit dan pergi ke Swiss untuk ikut perjalanan bisnis ayahnya.

Kepergian Dev secara tiba-tiba itu lah yang membuat Ara sedih dan terluka. Ia kembali ke Indonesia ketika awal masuk sekolah SMA. Kepergian nya yang tiba-tiba membuat Dev tak sempat berpamitan dengan Ara.

Kesibukan orang tuanya ketika di Swiss membuat Dev tak memiliki akses untuk menghubungi Ara. Saat itu pertama kali nya ia tinggal di negeri orang.

Selama berada di Swiss hanya keluarga yang menjadi orang-orang terpercaya untuk Dev. Ia hanya mendengarkan apa yang orang tua nya katakan sehingga tak sadar bahwa beberapa tahun ini ia hidup berdasarkan apa yang orang tua nya inginkan.

Ia berhasil menjadi anak baik untuk keluarganya tapi ia belum berhasil untuk membahagiakan diri nya, belum berhasil menjadi diri nya sendiri.

Dev mengambil ponselnya dan menulis pesan untuk Ara. Kecil harapan untuk Ara membalas pesan nya tapi jika pesan nya sudah terbaca baginya itu sudah cukup. Isi pesan nya seperti ini :

" Hai, cantik. Aku Senang dengar kabar kamu baik. Besok aku pergi sebentar untuk bantu Papa. Maaf, kali ini aku gak bisa denger kamu.

Mungkin kamu benar bukan ini yang hati aku inginkan. Tapi untuk saat ini aku belum bisa keluar dari zona ini.

Someday, aku bisa seperti kamu. Mengatakan tidak untuk hal yang tidak aku sukai dan mempertahankan hal yang aku sukai. Sebenarnya aku berharap sebelum aku pergi ke Canada, aku bisa ketemu kamu. Berpamitan sama kamu.

Membayar kesalahan aku beberapa tahun lalu yang pergi gitu aja. Aku janji aku segera kembali. Selama aku gak ada disekolah , Aldan dan yang lain akan jaga kamu. Kalau ada sesuatu yang mau kamu ceritakan sama aku, telfon atau chat aku aja.

Karena itu, hal yang akan selalu aku tunggu. Di jaga kesehatan nya, jangan lupa makan, jangan tidur larut malam, jangan terlalu banyak minum soda. Aku gak berharap kamu balas chat aku, tapi setidaknya kamu baca ini udah cukup untuk aku.

Dan mungkin selama aku di Canada tidak 24/7 selalu pegang ponsel karena fokus dengan kasus yang ada. Agar aku juga bisa pulang lebih cepat ( Send a picture. Dev picture with he's beautiful smile dengan pesan ' Have a great day my queen *emoticon love ' ) ".

Hari ini Ara bangun kesiangan. Iki yang menjemput Ara pun ikut terlambat masuk sekolah. Pagi itu bukannya Ara tidak tau tentang keberangkatan Dev, bukan tidak perduli atau bahkan tidak sedih tetapi ia menutupi semuanya untuk sampai ke sekolah lebih dulu.

Pesan yang Dev kirimkan semalam juga sudah ia baca dan membuatnya menangis sepanjang perjalanan ke sekolah. Untung angin yang berlawanan arah dengan nya membuat air mata nya cepat kering jadi Iki tidak mengetahui hal itu.

Di jam makan siang Ara termenung. Ia sangat tampak murung, bahkan untuk mengangkat sendok saja rasanya tidak ada tenaga. Ia ingin segera menghubungi Dev tetapi perjalanan dari Indonesia ke Swiss tidak sebentar sekalipun Dev naik pesawat pribadi.

" Ra... Jangan sedih dong... Kita jadi ikutan sedih nih " ucap Efa mengelus punggung Ara.

Entah mengapa sikap itu justru membuat Ara tak bisa membendung air matanya lagi. Ia langsung menutup wajah nya dan menangis namun menahan isakan nya.

Rhaka, Belden serta Danish segera mengelilingi Ara untuk menutupi pemandangan itu dari anak-anak. Mereka sama-sama memeluk Ara berbarengan.

Padahal kepergian Dev ini tidak selama nya namun rasa sakitnya hampir membuat mati.

" Kuat! Kuat! " Ujar Ara menguatkan diri sendiri. Selesai makan siang Ara berusaha untuk bersikap seperti biasa, ia selalu menghitung jam sampai ia bisa menghubungi Dev.

Ketika pulang sekolah bersama Iki diperjalanan mereka di himpit oleh dua mobil.

" Maju Ki! "

Iki menambah kecepatan motornya hingga membuat Ara memeluk Iki dengan erat. Kedua mobil tersebut terus mengikuti mereka.

Kejadian ini membuat Ara Dejavu dengan kejadian beberapa waktu lalu ketika bersama Gavin. Ketika di belokan satu mobil memepet mereka ke kiri.

Karena disamping trotoar dan posisinya ketika belokan tidak bisa langsung mengambil jalan tengah membuat Iki tersudut dan mereka berdua terjatuh dari motor.

Kecelakaan terjadi cukup keras karena motor Iki yang terseret jauh dan Ara yang sedikit terguling saat jatuh.

" WOI!! "

" KECELAKAAN!! KECELAKAAN!! "

Karena posisi mereka berada di depan supermarket dan ada beberapa pedagang kaki lima jadi situasi langsung ramai.

Iki menghampiri Ara dengan kaki kirinya terluka. Ara merasa lemas karena benturan ke aspal cukup keras.

" Ra... " Iki membuka helm fullface yang di pakai Ara. Untung saja ia memakai helm jika tidak kepalanya langsung menyentuh aspal dan... Ah sudahlah jangan di bayangkam.

" Ra... "

" Eh! Telfon ambulans!! "

" Mas, mbak ke pinggir dulu "

Ara dan Iki di bantu ke tepi jalan. Ibu-ibu yang baru keluar dari supermarket memberikan mereka minum.

Ara yang baru kecelakaan kemarin merasa pusing. Kepalanya tidak terbentur tapi mungkin karena mendapat tekanan yang sama seperti kemarin yang memicu kepalanya kembali pusing.

" Ra... Apa yang sakit? " Iki menyampingkan rasa sakitnya di kaki dan darah yang keluar sedikit dari kaki kiri dan lengan nya.

" Pusing Ki.. " jawab Ara parau. Celana yang Ara pakai sobek di beberapa bagian. Jaket yang ia pakai juga sudah kotor.

" Mas, mbak mau ke puskesmas terdekat gak? "

Sebelum Iki menjawab sirine ambulans terdengar. Ambulans yang di panggil warga pun datang.

" Permisi, permisi "

Tim medis langsung mengeluarkan P3K mereka. Di periksa detak jantung dan luka lainnya. Selama pengobatan Iki tak melepaskan genggaman nya dari Ara.

Dengan menggunakan tangan satu nya Iki menelfon Gavin.

" Vin "

" Oit? "

" Gua... Argh... Sama Ara kecelakaan "

" HAH?! ANJ SERIUS KI? Kalian dimana? "

Terdengar suara benda jatuh disana. Gavin langsung mencari kunci mobil nya untuk menuju tempat Iki dan Ara.

" Deket supermarket yang lampu merah. Yang deket lapangan futsal juga Vin "

" Iya, iya gue kesana "

Panggilan terputus. Iki terus memperhatikan Ara, mengelap keringat yang ada di dahinya dan mengajak Ara bicara terus agar kesadaran nya terjaga.

Luka paling parah adalah Ara. Meskipun ia berpegangan pada Iki tapi posisi jok motor sport Iki yang tinggi membuat benturan lebih keras.

Iki luka di bagian kaki kiri bawah termasuk jari kaki nya terluka, dan lengan kiri. Sedangkan Ara kedua lutut nya berdarah, bagian bawah betis luka, tangan bagian kiri, dan kedua telapak tangan nya juga tergores.

Gavin dan Aldan sampai di TKP.

" Ki, Ara mana? " Tanya Aldan. Iki duduk di tepi jalan menunggu mereka.

" Di dalem ambulans tidur, Ara keliatan shock Vin, Al. Dia bilang kepalanya pusing " Aldan langsung ke ambulans sedangkan Gavin melihat kondisi motor Iki yang lecet di berbagai sisi.

" Gila... Parah banget, harus di poles nih Ki. Di cek semua deh " ujar Gavin.

" Ya, nanti gue urus " Aldan kembali bersama Iki dan Gavin.

" Cerita nya gimana sih? "

" Gue sama Ara lagi di jalan biasa arah balik. Gue gak ngebut-ngebutan atau apapun tiba-tiba ada dua mobil yang ngehimpit motor gua.

Nah, sampe di belokan pas lampu merah ini satu mobil bener-bener mepet ke motor gua sampe mau ke trotoar lo bayangin, terus sempet nyenggol motor gua dan maka nya gue jatoh sama Ara "

" Lo gak liat orang nya? "

" Enggak Al, kaca nya item banget gak keliatan "

" Beberapa waktu lalu gue juga hampir di tabrak posisi nya lagi sama Ara juga. Tapi bersyukur gue sama Ara baik-baik aja malah gue sama Ara ngeliat muka pengemudinya "

" Pas lo anter Ara pulang? " Gavin mengangguk.

" Ada yang gak beres kayanya "

" Yaudah, kalian balik aja gue urus masalah ini " ujar Aldan.

" Yakin lo sendiri? " Aldan mengangguk.

" Yang penting anter mereka pulang dulu Vin. Di rumah tante Shera juga udah ada anak-anak disana "

" Lah, kalian udah kasih tau yang lain? " Tanya Iki.

" Yaiyalah Ki, masalah kaya gini. Tante Shera juga harus tau "

" Yaudah balik sekarang aja motor biar gue yang urus nanti gue panggil derek. Gue mau cek CCTV disini dulu "

" Siap "

Gavin menggendong Ara masuk kedalam mobil nya. Iki, Gavin serta Ara pergi dari tempat kejadian. Sesampai nya dirumah Ara masih dalam keadaan tertidur.

" Bu... Bu... Non Ara pulang " ucap ART.

Gavin masuk kedalam dengan posisi menggendong Ara ala Bridel Style.

" Yaampun... " Shera menutup mulutnya terkejut. Tidak hanya Shera tapi semua yang ada disana.

" Bawa ke kamarnya " Shera menemani Gavin ke kamar Ara. Sedangkan Iki di mintai penjelasan oleh Topan dan sahabat nya yang lain. Setelah dijelaskan semuanya langsung emosi.

" Aldan masih di TKP sekarang? "

" Iya bang "

" Yaudah gua susul kesana "

" Gue ikut " ucap Gavin. Karena ia menjadi korban sebelumnya dengan motif  yang sama siapa tahu dua kejadian ini ada hubungan nya.

Akhirnya Topan dan Gavin pergi untuk bergabung dengan Aldan.