Chereads / Devara / Chapter 18 - The Going Forth Of a Demon

Chapter 18 - The Going Forth Of a Demon

Aldan pergi menemui pihak manajer supermarket bersama dua orang polisi kenalan nya. Kejadian yang terekam kamera hanya beberapa detik sebelum mobil tersebut menyerempet Ara dan Iki.

Serta posisi kamera yang jarak tangkap nya tidak begitu luas karena terpasang di pos tiket masuk yang sedikit jauh dari jalanan tidak membuat mereka menemukan plat mobil tersebut.

" Plat mobilnya gak keliatan " gumam Aldan.

" Coba ke ATM sebelah pak. Mereka juga ada CCTV nya siapa tau dapat gambar lebih jelas " ucap satpam supermarket tersebut.

" Yasudah terimakasih ya pak "

Aldan dan kedua rekan polisi nya keluar dari supermarket. Di saat yang bersamaan Aldan menerima telfon dari Topan.

" Lo dimana Al? Gue di depan TKP "

" Lagi jalan keluar bang. Ini mau ke ATM sebelah mau cek CCTV nya juga "

" Yaudah gue tunggu diluar "

" Ya "

Bertemulah Aldan dengan Topan dan Gavin. Mereka berlima pergi bersama-sama melihat CCTV yang ada di ATM.

Dan benar jarak sorot kamera lebih luas sehingga terlihat dua mobil yang sudah mengincar Ara dan Iki.

" Stop! " Teriak Gavin tiba-tiba.

" Anjir, suara lu di depan kuping gue Vin " celetuk Topan menoyor Gavin.

" Maap bang, ini... Mobil ini yang pernah coba serempet gue duluan sama Ara waktu itu "

Gavin menunjuk mobil satunya. Ia masih ingat betul seperti apa mobilnya dan apa warna nya.

" Coba di perbesar pak " meski tidak jernih namun plat kedua mobil dapat di baca. Mereka langsung mencatat plat mobil tersebut.

" Tolong copy ke flashdisk saya pak " ucap salah satu polisi kepada penjaga.

Setelah mendapat bukti mereka menyerahkan sisanya kepada pihak berwajib. Aldan, Gavin serta Topan kembali kerumah.

Keadaan rumah sudah sepi Shera meminta agar Belden, Rhaka, Efa, Iki, dan Danish pulang saja tidak perlu mengkhawatirkan Ara karena sudah ada dirumah. Lagi pula Iki juga membutuhkan istirahat yang cukup seperti Ara.

Mereka bertiga masuk kedalam kamar Ara dan melihat gadis itu masih tertidur lelap. Tangan dan kakinya terdapat perban dan plaster.

" Masalah ini jangan kasih tahu Dev dulu. Gue takut ganggu urusan dia disana " ucap Topan.

" Siap bang "

" Untuk selanjutnya biar gue yang dampingi pihak polisi menyelidiki kasus ini. Kalian fokus sekolah aja, gue masih punya banyak waktu sebelum masuk kuliah untuk menyelesaikan masalah ini "

Aldan dan Gavin hanya bisa mengangguk. Mereka bertiga keluar dari kamar Ara dan Aldan serta Gavin pamit untuk pulang.

" Fan " panggil Shera.

" Kenapa Mi? "

" Mami kasih tahu Mas Lukman sama Kakek kali ya? Kasus ini udah seperti terror " Topan tampak berfikir sejenak.

" I... Ya boleh aja. Tapi, aku gak yakin Ara senang akan hal itu " Shera menghela nafas berat.

" Iya sih... Tapi... Ini anak mereka hampir... Ah gitu lah pokoknya. Lagi pula udah lama juga mereka gak pulang ke Indonesia " Topan hanya mengangkat bahu, bingung lalu pergi ke kamarnya.

Pukul 2 dini hari Ara terbangun karena merasakan punggung nya sakit.

" Argh... "

Ia turun dari ranjang dan mencari keberadaan ponsel nya yang ternyata ada di meja sofa. Ia melihat kondisi layar ponselnya yang sudah retak namun masih bisa menyala.

Sambil berjalan keluar menuju ruang tamu untuk mengambil koyo di kotak P3K, Ara coba untuk menghubungi Dev. Namun, masih belum bisa tersambung. Itu artinya Dev masih di perjalanan atau tidak menyalakan ponselnya.

Setelah mendapatkan koyo Ara memakainya di kedua sisi punggung. Lalu bersandar di sofa, menarik nafas sejenak lalu melihat kondisi tubuhnya yang penuh luka.

" Something wrong " gumamnya lalu kembali ke kamar.

Di pagi hari seperti biasa Ara berangkat sekolah. Kondisinya belum pulih, jalan pun masih tertatih namun memaksa untuk masuk.

Aldan sudah ada di ruang tamu untuk berangkat bersama Ara ke sekolah. Setelah kejadian itu Shera memutuskan untuk memberitahu ayahnya seorang Letnan Jenderal tentang kasus ini.

Mendengar cucuk nya sedang menjadi target seseorang ia pun mengirimkan beberapa anak buah pribadinya untuk mengawal cucuknya. Dan ia juga membantu untuk menyelesaikan kasus ini.

Ada dua motor dan satu mobil yang mengikuti mobil Aldan. Sesekali Aldan melihat spion untuk melihat para bodyguard itu.

" Udah jangan di liatin mulu. Gua aja risih " celetuk Ara menyadari arah pandang Aldan.

Seperti yang Topan katakan Ara tidak akan senang jika berita ini terdengar ke telinga kakek nya apalagi orang tuanya. Dan ya beberapa hari ini mungkin ia akan bad mood.

Karena Ara tidak suka bodyguard itu terlalu dekat dengan nya jadi mereka memantau di luar sekolah memperhatikan setiap kendaraan yang masuk dan stand by untuk segala kemungkinan yang akan terjadi.

Saat sedang mengambil makanan Ara mendengar seseorang berbisik tentang nya.

" Liat, gak bisa ngelawan gue sekarang. Udah cacat begitu, bitches! "

Prang!!

Sendok untuk mengambil ayam kecap di lempar ke wajah Clara bersama dengan daging ayamnya. Semua langsung terkejut dan suasana kantin langsung hening seketika.

" WHAT?! FUCK, WHAT ARE YOU DOING BITCHES! "

" YOU'R FUCKIN' BITCH!! Lo pikir gua gak denger apa yang lo bilang tadi HAH?!! " Ara terus melangkah maju sedangkan Clara terus melangkah mundur.

Di mata Clara terlihat jelas percikan api dari mata Ara. Sepertinya kali ini ia salah memilih waktu untuk menyerang.

" Apa salah gua sama lo sampe harus selalu cari masalah sama gua HAH?!! "

Byur!!

Ara menyiramkan air putih dari gelas salah satu murid ke wajah Clara lagi. Ara yang mereka lihat saat ini bukan lagi manusia melainkan iblis. Hingga tidak ada yang berani menghentikannya.

" KENAPA DIEM? JAWAB GUE BRENGSEK!! " Bentak Ara menggelegar sampai guru dan kepala sekolah yang berlarian di koridor mendengar teriakan Ara.

" Lo mau ribut sama gua?! Nantangin gua iya?!! Oke... " Dengan kasar Ara menarik tangan Clara menuju lapangan.

Dua orang guru yang berlawanan arah dengan nya menyingkir ketika ingin menghentikan Ara karena melihat ekspresi wajah Ara.

Saat itu Clara benar-benar takut. Cengkraman kuat ditangan nya serta tatapan Ara tadi membuatnya takut. Sesampainya di tengah lapangan Ara melepas cengkraman di tangan Clara dan kini mereka berdua berhadapan.

" Mau main tonjok atau jambak rambut ? Atau... Mau pakai alat tajam? " Ara menyeringai. Sisi lain Ara saat ini tak pernah Clara lihat sebelumnya. Ara terlihat seperti seorang psycho.

" Ki... Al tahan Ara... " Efa sudah menangis karena khawatir. Aldan, Iki, Gavin, serta dua orang guru masuk kedalam lapangan untuk menenangkan Ara.

" Ara kamu dengar saya. Kamu lagi emosi tarik nafas dan tenang... "

" SHUT UP!! " Bentak Ara.

" Bapak tahu apa tujuan perempuan brengsek ini selalu mengganggu saya? " Ara menunjuk Clara dengan jari telunjuknya.

" Dia mau melihat sisi saya yang ini... Tapi kenapa saat saya menunjukkan nya dia takut? Dia ingin menguji dirinya sendiri untuk berhadapan dengan saya. Dan sekarang saya turuti jadi jangan ikut campur " setelah itu Ara langsung berlari ke arah Clara siap memukulnya.

" AAAAA!!! "

BUGH!!

Pukulan keras itu berhasil memukul dada Gavin dan membuatnya tersungkur ke tanah. Padahal Gavin sudah membawa Kicking-pad bantalan tendangan yang digunakaan ketika taekwondo untuk menahan pukulan Ara namun ternyata energi nya jauh lebih besar.

Gavin terbatuk dan merasa sakit di bagian dada. Untung tangan Ara mengarah ke sisi kanan jika tidak, maka tepat mengenai jantung nya dan kemungkinan akan terkena serangan jantung.

" Gavin... "

Ketika Ara lengah semua guru langsung berbondong memegangi Ara.

" Gue gak apa...apa " jawab Gavin lalu melihat Clara yang lari ketakutan.

Setelah kejadian itu Ara langsung dibawa ke ruang kepala sekolah bersama beberapa dewan guru.

" Apa yang kamu fikirkan tadi Ara? Kamu bisa membuat Clara atau bahkan Gavin mati karena pukulan kamu? " Tanya Kepala Sekolah dengan nada normal.

" Don't judge me. What did i do because of that bitch "

" Ara! "

" Kenapa? Karena saya mengatakan bitch? Clara yang mengatakan nya duluan di kantin. Ketika orang lain menyebut saya bodoh, pembuat onar i'll forgive her. Tapi, kata brengsek dan bitch sudah melukai harga diri saya tidak ada tawar menawar selain melawan "

" Bagaimana kalau Clara atau keluarganya melaporkan kamu atas kasus kekerasan? Atau ancaman? " Tanya kepala sekolah lagi. Ara tersenyum miring.

" Maka saya akan mengajukan tuntutan percobaan pembunuhan kepada perempuan itu " Ara menekankan suaranya.

" Ara, kamu sakit ya? Bicaranya udah ngaco begini " celetuk salah satu guru.

" Malam ini saya akan memberikan hadiah kepada seluruh warga sekolah Pramah. Tapi saya ingatkan untuk jangan terkejut. Saya pastikan setelah kalian menerima hadiah dari saya, orang yang seharusnya kalian tatap dengan tatapan itu bukan saya. Orang yang seharusnya kalian adili bukan saya, tapi perempuan itu "

Mereka langsung menurunkan menundukan pandangan mereka. Melihat mereka semua diam Ara pun keluar dari ruangan itu dengan meninggalkan bekas cukup menohok atas kalimatnya untuk mereka.