Walaupun sekarang merasa terganggu oleh mereka setidaknya, aku perlu sekali menahan emosi supaya temanku maupun Dinaldha tidak ke pikiran aneh. Mungkin semua itu hanya ingin membuat sesuatu tapi, rencana yang kalian lakukan salah. Bisa saja sih, aku menyerahkan semua uneg-uneg yang ada dalam diriku.
Sayang sekali aku tak mampu untuk melakukan itu semua! Karena, masih sayang sama Dinaldha. Walaupun sudah menyakiti hatiku, setidaknya aku tidak pernah melakukan sebodoh sepertimu. Untuk apa melakukan hal-hal supaya Dinaldha merasakan apa yang kurasakan sekarang?
Biasanya, suka sekali salah paham bahkan membuatku ikut ke pikiran terus. Ya, sudahlah aku bakal memahami perasaan Dinaldha seperti apa? sayang sekali aku tak bisa bantu salah satu dari kalian. Karena, temanku adalah perjuanganmu. Sedangkan, Dinaldha adalah kekasihku penuh dengan misteri.
Tanpa adanya pemberitahuan bakal datang ke sini heh.... malah membuatku terheran-heran, dan bingung mengapa harus bekerja sama dengan perusahaan tempat aku bekerja? Itu doang, selebihnya hanya biasa-biasa saja. Asalkan, ada kejelasan sangat berarti dalam hidupku.
Mungkin ini adalah salah satu cara agar aku tidak terpengaruh oleh perkataan, karena dulu pernah kejadian entah tahun berapa. Kejadian pun sudah terlalu lama, buat apa harus mengingat ke masa-masa tidak begitu berarti dalam hidupku. Bila memungkinkan aku bakal senantiasa membantu, sekaligus berikan nasihat ke mereka.
Asal mendengarkan apa yang aku bicarakan nanti? Awas saja kalau misalkan, temanku masih mengungkit kejadian barusan. Karena, temanku satu ini belum tahu watak sesungguhnya seperti apa? sehingga aku perlu berhati-hati bicara dengannya. Tapi, di satu sisi merasa terganggu oleh perkataan Adikku tercinta.
"Kak, kabar Dinaldha gimana?"
"Memang kenapa tumben tanya kak, Dinaldha?"
"Iya, karena akhir-akhir ini jarang ke rumah."
"Mungkin sibuk sama kerjaannya, kenapa nggak telepon kalau ade kangen sama kak Dinaldha?"
"Nah, itu kenapa ade nggak ke pikiran."
"Tunggu dulu! Emang Ade punya nomornya?" tanya Fajar berusaha tersenyum padanya, padahal hatiku sudah hancur.
"Hehehehe .... nggak punya, Kak." ucap Adikku sambil tertawa bahkan kepala geleng-geleng.
"Aduh, Kakak kira punya."
"Nggak punya, Kak."
"Ya, udah nanti Kakak kirim nomor kak Dinaldha."
"Oke, siap Kak." ucap Adikku sambil tersenyum padaku.
Tak kusangka ternyata, Adikku memang kangen sekali sama kekasihku. Apakah Dinaldha akan merasakan kerinduan terhadap Adikku? Walaupun selama ini tidak memperhatikan kalian. Setidaknya, aku sudah tahu bahwa Adikku lagi kangen sama Dinaldha. Terus, cara mempertemukan kalian bagaimana?
Soalnya, aku sudah malas komunikasi dengan Dinaldha. Bukan bermaksud ingin mengakhiri hubungan kita berdua tapi, perlu hati-hati apabila salah ngomong bisa gawat. Bahkan menyakiti hatinya, biarkan aku saja yang pernah tersakiti oleh kekasihku.
Meskipun rada berat melakukan hal tersebut, apalagi mau menerima kekasihku kemungkinan sih bakal terjadi perang dunia ketiga. Dan, tetangga komplek pada tahu bahwa aku sudah punya pacar. Serba salan apabila menyembunyikan ujung-ujungnya, malah ketahuan juga.
Jadi, aku harus bilang apa lagi kalau misalkan Adikku bertanya soal kekasihku? Masa iya, harus mengatakan tidak sesuai fakta. Wah....makin bingung, dan susah cari solusi paling tepat seperti apa? jangan sampai kejadian setahun yang lalu, terulang kembali. Kemungkinan, perlu banyak berpikir deh.
Hingga akhirnya, Adikku maupun Dinaldha bakal rasakan kekesalan dalam diri masing-masing. Kalau aku sih, masih sabar untuk menunggu solusi paling tepat. Terkadang agak risih apabila aku tak bisa tegas kepada Dinaldha, persoalannya dia terlalu dekat sama mantan terindahnya.
Sempat bertanya mengenai mantanku apakah boleh komunikasi lagi atau enggak? Heh.... ternyata, tidak boleh dong. Itu, kan namanya egois. Seharusnya, Dinaldha boleh aku pun boleh dekat lagi mantan. Please..... jangan mementingkan diri sendiri, pikirkan juga perasaan kekasihnya bagaimana?
Awas saja kalau memang dalam hati Dinaldha punya rasa suka terus, ingin mengembalikan kekecewaan bersama mantan terindahnya. Aku pun bakal melakukan hal yang sama seperti Dinaldha lakukan! Walaupun sejauh ini masih memikirkan dengan teliti, dan detail agar keputusan yang diambil tepat.
Bahkan, enggak membuat Dinaldha merasakan sakit hati. Setelah lihat aku berjalan berdua dengan perempuan lain! Itu sih, lebih menyakitkan dibanding mendengarkan kalimat putus terlontar dari bibirnya. Mungkin melakukan seperti itu, tidak semudah apa yang dikatakan oleh teman sekantorku.
"Jar, lebih baik putus aja deh."
"Ini lagi kenapa menyuruh gue putus sama, Dinaldha? Alasannya, kenapa?"
"Liat dong, barusan gue bilang 'Heh ....ada Dinaldha, di sini?' seharusnya, nggak boleh marah dong. Berarti dalam benak kekasih loe tidak sepenuhnya sayang bahkan, sekarang lagi bersama mantan. Gue begitu yakin!"
"Sumpah ya, loe terlalu ikut campur urusan kisah cinta gue dengan Dinaldha. Oh, sekarang gue tau kenapa loe bersikeras ingin gue putus sama Dinaldha? Loe suka 'kan sama Dinaldha?" tanya Fajar dengan tatapan serius, dan langsung to the point.
"Hah? Gue suka sama kekasih loe? Nggaklah buat apa suka sama dia. Sekiranya, suka palingan bentar menjalin hubungan dengan sosok cewek penuh amarah!"
"Loe nggak boleh ngomong seperti itu, kejadian semacam loe katakan bisa aja kejadian loh." ucap temanku satu lagi.
"Kenapa sih, semua orang mengatakan seperti itu?"
"Iya, loe sudah membuat Fajar sakit hati mendengar ucapan dari loe!"
"Oke, gue minta maaf Jar."
"Iya, gue sudah memaafkan." ucap Fajar masih berusaha kuat menahan emosi dalam diriku.
Terkadang agak susah mengambil keputusan selama berbincang dengan temanku, tapi di satu sisi agak ragu bakal terjadi pertengkaran. Lebih baik langsung bilang, "Iya, udah gue sudah memaafkan kesalahan loe." Seharusnya, bilangnya seperti itu. Kenapa aku bilang membuat temanku berulang kali minta maaf.
Terus, sekarang Dinaldha di mana? Kalaupun nanti mau di pertemukan kembali denganya. Sebisa mungkin harus bertindak tegas, supaya kekasihku tidak memperdulikan sosok lelaki mengakunya mantan terindahnya.
Karena, sering kali ucapan maupun hati enggak sebanding yang ada dalam pikirannya. Mungkin terlalu dini mengatakan yang sebenarnya, apalagi lihat tatapan dari temanku berasa punya firasat bahwa dia suka dengan Dinaldha. Apalagi sekarang sangat kebingungan memikirkan hal ini?
Ya, sudah lebih baik mengalir seperti air sungai begitu lancar. Nah, hubunganku dengan Dinaldha akan seperti itu. Siapa tahu, kan berjalan sesuai rencana? Walau tak semudah aku pikirkan sebelumnya. Jika, rencana ini bisa dilakukan dengan baik dan lancar. Insya Allah bakal traktir teman sekantor kecuali, temanku yang beneran suka sama kekasihku.
Karena, itu risikonya kalau memang punya rasa suka. Kalaupun rela melupakan perasaannya, boleh deh kita baikkan lagi seperti dulu lagi. Namun, untuk sekarang kita musuhan dalam arti tidak lakukan kekerasan di perusahaan ini. Yang ada malah kita terkena teguran dari pemilik Perusahaan ini.
"Jar, serius udah memaafkan kesalahan dia?"
"Heemmmm ....mungkin sih, karena gue nggak yakin sama dia."