Tak bisa pungkiri hidupku benar-benar bingung mengenai hubungan kita berdua, enggak ke bayang deh selama menyakiti hatiku. Ada perasaan bersalah enggak ya, di dalam diri Dinaldha? Kalaupun ada pasti mendapatkan sambutan antusias dalam hal apa pun. Tetapi, selama aku menunggu dia tidak ada satu kata pun keluar mengatakan minta maaf kepadaku.
Di satu sisi aku malah curiga bahwa kalimat tersebut, sudah enggak berarti lagi di dalam diri Dinaldha. Ini baru kemungkinan ya, jangan langsung beranggapan bahwa aku serius mengatakan demikian. Kalaupun suatu hari nanti, tidak ada satu kalimat terucap. Maka aku sebisa mungkin untuk melupakannya.
Karena, sudah risih mendapatkan teguran tak kunjung selesai masuk ke dalam telingaku. Bayangkan selama 10 hari terus, aku hanya bisa jawab apa adanya. Mungkin sebanyak orang merasa aku enggak jujur bilangnya, dan ketika lagi berkumpul bersama teman lainnya. Pertanyaan sama persis ya, sudah lebih baik tersenyum dengan terpaksa.
Terkadang hidupku penuh misteri selama menjalani kehidupan di dunia, belum pernah merasakan kebahagiaan bersama pasangan. Lebih banyak sakit hati itu pun seluruh tubuhku harus tegar, agar kedua orang tuaku tidak khwatir kepadaku.
Walaupun selama ini, aku hanya bisa memendam rasa kecewa dalam diriku. Mungkin sahabatku sudah tahu apa yang terjadi ketika menjalin hubungan sama Dinaldha? Tapi, entah mengapa sahabatku tidak mengatakan secara jujur. Apa mungkin ada desakan dari Dinaldha? Padahal bilang saja, "Sebenarnya, gue kurang setuju loe berhubungan sama Dinaldha."
Hingga akhirnya, aku memilih segudang pengalaman yang pernah kujalani bersamanya. Asalkan, jangan pernah membahas soal masa laluku di depan teman sekantor. Awas saja kalau misalkan, ketahuan olehku tak segan-segan tak 'kan menerima telepon dari sahabatku tercinta.
Ini adalah risiko selama dia enggak bisa jaga rahasiaku! Itu pun ada pertimbangan sangat riskan ketika mendapatkan teguran entah dari siapa? Aku pun kurang tahu kalau misalkan, di dalam hatinya mempunyai rasa suka kepadaku. Selama ini, dia merasa bahwa aku hanya di anggap sebagai kakaknya.
Meskipun tahu seluruh tubuhku merasa ada yang kurang detail, ketika ia menjelaskan mengenai sebuah konsep. Walaupun konsepnya terlalu menonton benar-benar biasa saja tapi, aku akan menghargai kerja dari dia selama beberapa hari yang lalu.
"Jar, gimana konsep bagus nggak?"
"Hemmm ....mungkin perlu di kembangkan lagi deh, karena masih kurang kalau misalkan di tunjukan ke klien."
"Ouh ....gitu, kalau menunggu sekitar satu minggu gimana Jar?"
"Boleh aja sih, tapi gue harus bilang dulu ke atasan. Minta persetujuan apakah boleh diberikan waktu selama satu minggu atau nggak? Kalau aku sih, ya tapi perlu namanya persetujuan oke!"
"Oke, gue bakal menunggu."
"Sip!"
Mungkin semua orang bertanya-tanya, "Kenapa Fajar, selalu minta persetujuan ke atasan?" mereka tidak tahu dulu sebelum di angkat jadi karyawan tetap. Aku berusaha keras memberikan kontribusi agar perusahaan ini, dapat berkembang bagaimana perusahaan lain semakin maju?
Gangguan seperti itu, membuatku makin percaya diri melakukan sebuah kontribusi agar perusahaan ini dapat maju. Mungkin semua berkaitan mengenai itu, perlu namanya proses. Enggak boleh memakai dengan cara instan. Bahkan selama aku berpikir demi ada kemajuan pada akhirnya, sadar betul hidupku berasa tertekan ketika mendapatkan sambutan buruk padaku.
Mungkin itu hal yang sangat penting buatku, tapi di satu sisi aku perlu namanya perjuangan. Terserah mau di mulai dari mana? Walaupun harus mengatakan berulang kali ke karyawan lain, mungkin mereka belum terbiasa melaksanakan dari pagi sampai petang.
Aku malah bersemangat sekali ketika di suruh sama bos untuk lembur lah, kalian hanya minta untuk di percepat untuk pulang ke rumah masing-masing. Ayo! Ini, kan demi perusahaan supaya makin maju, dan enggak stuck melakukan sesuatu kurang kreatif berikan materi ke klien.
Suatu hari nanti, bakal mendapatkan pengaruh buruk terhadap perusahaan yang kalian melaksanakan kerja. Di satu sisi aku enggak bisa menjelaskan secara detail, dan berusaha menjaga perasaan teman sekantorku. Itu doang, selebihnya terserah kalian mau melakukan apa?
Asal ada persetujuan dari atasan! Jangan sampai mendapatkan teguran ketika meeting bersama bos. Di jamin deh, hidup kalian enggak bisa tenang bahkan, aku pun pernah merasakan tegurannya sangat kejam. Tidak ke bayang deh, kalian bakal terkena mental. Mungkin suatu saat nanti, aku bakal berikan motivasi seperti ini. Ketika mood kalian baik-baik saja!
"Jar, ayolah! Terima aja presentasi dari kita. Nggak perlulah minta persetujuan dari atasan, nanti malah makin lama menunggunya."
"Iya, sabar dong! Kalian 'kan sudah dewasa seharusnya, emosi seperti ini tak usah di keluarkan."
"Alah .... nggak asyik seharusnya, menerima presentasi yang sudah diberikan ke loe. Ini malah harus menunggu persetujuan dari atasan, gara-gara loe sudah di angkat jadi karyawan tetap. Terus, loe lupa sama kita."
"Heh! Nggak usah bilang bahwa gue udah di angkat jadi karyawan tetap. Tapi, ini 'kan sesuai peraturan perusahaan ini. Masa iya, gue harus langgar peraturan yang sudah di tetapkan?" tanya Fajar sedikit terpancing perkataan dari kalian.
"Iya, nggak apa-apa. Itu namanya bahwa loe perlu melanggar perarturan tersebut!"
"Udah-udah gue tidak mendengarkan kalian lagi!" ujar Fajar langsung menutup kedua telinga.
Sering kali aku terpengaruh oleh perkataan dari mereka, tapi entah mengapa aku maunya menuruti peraturan? Apa karena, sudah saatnya peraturan tersebut perlu di terapkan oleh kita? Walaupun kebanyakan orang suka sekali melanggar peraturan tersebut.
Ya, sudah kita tidak boleh mengikutki kelakuan seperti itu. Namanya di dalam dirinya tidak ada kalimat kesabaran, mungkin perlu di latih oleh seseorang yang bisa memahami dirinya. Kadang hidup kita tidak terlalu sempurna dibanding memaksa mengatakan kurang paham oleh kebanyakan orang, tapi aku lebih setuju presentasi ini dilihat langsung oleh bos kita.
"Oke, oke, oke gue punya ide gimana kalau presentasi kalian di liar langsung sama bos?"
"Hmmmm .....nggak deh, loe aja yang berhak liat."
"Lah, kenapa? Takut ya, kalian?"
"Kita takut sama bos? Nggaklah buat apa harus takut sama bos kita?"
"Kalau gitu ya, udah terima aja ide dari gue."
"Tapi, kalau liat sama bos berarti materi ini perlu di kembangkan lagi. Takutnya, nanti malah di suruh revisi. Sedangkan, kita sudah malas harus begadang mulu."
"Hahahaha ...hahahaha .....dasar teman sekantorku takut begadang mulu, namanya pekerjaan ya harus di selesaikan." ucap dalam hatiku sambil ketawa.
"Heh! Malah ketawa kita serius, Jar!"
Maafkan, aku ya sudah ketawa secara terbahak-bahak. Karena, lucu apabila kalimat tersebut di dengar oleh karyawan lain. Pasti bakal sama persis sepertiku, walau ada beberapa ada karyawan benar-benar cuek sama kita. Apalagi lihat sikapnya benar-benar dingin sekali, paling utama ketika rapat aku mah enggak sanggup rapat sama dia.