Chereads / KENANGAN BERSAMAMU DI YOGYAKARTA / Chapter 18 - Chapter 18 Terjadi Perdebatan Antara Dinaldha Dengan Temanku

Chapter 18 - Chapter 18 Terjadi Perdebatan Antara Dinaldha Dengan Temanku

Biasanya, cepat kok hari ini benar-benar terlambat ambil keputusan. Apa mungkin seseorang tersebut salah satu teman kita? Jawaban hanya simple lebih baik ke sana. Siapa tahu 'kan seorang perempuan yang katanya karyawan Perusahaan ini? Tidak pernah ada yang mengetahui isi pikiran dia.

Bukan perempuan doang sih, pihak warung nasi perlu berikan klarifikasi sebelum viral di sosial media. Karena, takutnya orang-orang yang sudah membeli di warung ini. Merasa terganggu pertengkaran dari kalian! Ini hanya sekedar mengingatkan saja. Mau percaya perkataaanku ya, silakan. Setidaknya, sudah berusaha berikan yang terbaik untuk kalian berdua.

Please..... jangan menghujat aku di sosial media, apalagi sampai menggunakan bahasa binatang. Hal tersebut kurang baik termasuk bahasa yang keluar dari mulut kita maupun keluar dari orang lain, perlu mengatasi dengan bijak. Supaya tidak terpengaruh oleh warga sekitar sini.

Hampir lupa 'kan hari ini ada jadwal untuk menjemput Adikku tercinta! Heh.... malah keasyikan berbincang bersama teman kantorku, semoga pembahasan barusan dapat di mengerti oleh kalian berdua. Walaupun tahu betul masalah orang lain, kita enggak boleh ikut campur. Apalagi sampai mengenali kita siapa?

Pasti ke depannya dapat teror dari mereka! Bukan aku saja sih, termasuk temanku bakal banyak teror di sosial media. Karena, sudah ikut campur masalah orang lain. Bukan bermaksud ingin melindungi teman kita tapi, kenyataannya memang seperti itu. Kita enggak boleh ikut campur, apalagi masalah tak 'kan kunjung selesai.

Masalah aku dengan Dinaldha belum usai sampai sekarang! Karena, dia sulit di mengerti masih ada rasa ego dalam dirinya. Mungkin butuh sekali pertolongan dari orang-orang yang belum merasakan masalah. Itulah mengapa aku susah sekali mengambil keputusan? Sayang seluruh karyawan berpikiran seperti ini.

"Alah .....paling sentingan mana ada seorang teman bersedia menerima permintaannya? Kalaupun menerima dengan lapang dada sih, enggak masalah. Tapi, sebelum menjawab perlu berpikir sejenak. Karena, ini sudah kebiasaan aku dari kecil. Kalau misalkan, ada orang minta kepadaku mengubah sikap.

Kemungkinan sih, tak 'kan biarkan hal tersebut langsung menerima begitu saja. Keputusan dari kita sangatlah penting, tak ada jaminan kita hidup dengan tenang. Apalagi setelah mengenal kita melalui bayangan yang ada dalam pikiranku tapi, di satu sisi masih ragu. Apakah bisa melakukannya dengan bicara secara jernih, dan berusaha mencari sebuah bukti.

"Jar, karyawan yang tadi ternyata karyawan Perusahaan tempat kita bekerja. Berarti kamu orang paling tepat, dan benar-benar akurat. Sayang sekali tahun kemarin terkena musibah."

"Wah .....Serius?"

"Serius, Jar."

"Lalu, sekarang dia bekerja di bagian mana? Selama bekerja aku tidak pernah perempuan berusan?"

"Nah, kalau itu aku kurang tau hehehehe."

"Aku kira sudah tau ternyata, informasinya belum lengkap."

"Maaf ya, Jar sudah membuatmu khawatir. Meskipun rasa kekhwatiran selama ini ternyata, berdampak buruk. Semoga saja bisa melaksanakan kegiatan positif ini,"

"Aamiin, Jar."

Sayang sekali selama kulihat sepertinya kenal ya? Tapi, wajahnya enggak asing dari perlihatan dariku. Meskipun tahu temanku bakal mengatakan demikian, walaupun beda pendapat. Sebisa mungkin aku perlu pertolongan dengan cara sepertiku. Semoga saja berhasil walaupun seluruh ragaku terasa berat untuk dilakukan.

Sudah saatnya, meninggalkan kantor. Dan, langsung meluncur ke Sekolah Adikku tercinta. Meski pada awalnya, menolak bergegas pasti sering mendapatkan teguran dari pihak Sekolah. Karena, aku keseringan datang ke sana. Tanpa beritahu sama sekali membuatnya, kurang nyaman.

Tambah lagi gangguan dari teman sekelasnya, makin terasa rasa bingung dalam hati Adikku. Walaupun begitu aku tetap berusaha berikan nasihat, dan mengertilah hidup di dunia tidak mudah seperti kita beli sesuatu. Terkadang hidup dia berasa sekali kehilangan kasih sayang dari kedua orang tua!

Sebenarnya, bisa saja membuat rekayasa seperti itu. Tapi, setelah berpikir kembali membuatku makin bimbang, dan bingung sekarang harus bilang apa padanya. Setiap orang punya kekurangan itu perlu mengerti, bahwa hidup enggak seperti jalan. Semua yang terlibat sekarang belum tentu, dapat pertolongan dari warga sini.

"Jar, katanya mau jemput Adikmu?"

"Coba loe liat warung itu!" ujar Fajar langsung berikan tangan kanannya mengarah ke warung.

"Iya, terus masalah apa?"

"Lah, masa loe nggak memahami maksud gue apa?"

"Lagian buat apa mengurus hidup orang lain?"

"Ia, karena kasihan aja sama ceweknya. Seperti nggak bisa menyelesaikan masalah,"

"Bilang aja loe suka, kan sama cewek itu?"

"Hah? Gue suka sama cewek itu? Nggaklah gue hanya ingin bantu tapi, takutnya dia berpikiran aneh ke gue." ucap Fajar sambil lihat temanku masih duduk berasa seperti bos.

"Ya, udah kalau emang loe mau bantu. Ya, silakan asal jangan bawa gue."

Nah, inilah temanku paling enggak bisa mengajak kebaikan. Apabila mengajak ke sebuah tempat yang bisa cuci matanya, langsung bersemangat banget. Aku kira enggak tahu apa isi pikiran temanku? Makanya, jangan terlalu banyak tonton acara luar negeri.

Sayang sekali aku tak bisa bujuk temanku, dan pikiranku masih terbayang kelakuan teman kelasnya Adikku sulit di kendalikan. Apabila bertemu langsung membawa ke tempat yang sepi, membuat aku makin khawatir.

Mudah-mudahan saja sih, selama perjalanan ke sana tidak terkena macet. Kalaupun terkena macet minta Adikku langsung pulang saja, jangan menunggu teman dulu. Yang ada malah cowok kurang ajar makin enggak bisa di kendalikan. Oleh karena itu, handphone tidak boleh main game supaya batrei tidak cepat habis.

"Assalamua'alaikum, Jar jadi nggak jemput Adikmu?"

"Wa'alaikumsallam, jadi emang kenapa? Tumben kamu tanya."

"Cie .....cie ,,,,.cie Fajar, sekarang udah berpaling ke cewek lain nih!" ujar teman kantorku mengejek aku.

"Maksud kalian apa? kok, bilang cie ke kita?" tanya Suci dengan tatapan serius.

"Gini, Suci sahabat kamu sekarang lagi jatuh hati sama cewek yang di sana."

"Bener apa yang dikatakan oleh teman kamu?"

"Heh ....," ucap Fajar enggak bisa menjawab pertanyaan sahabatku.

"Kenapa tidak menjawab? Biasanya, kalau nggak jawab berarti bener."

"Ayo! Jar, jawab! Masa pertanyaan sesimple tak mampu jawab?" tanya teman kantorku masih berusaha mengejekku.

"Sumpah ya, temanku nyebelin banget." ucap dalam hatiku dengan tatapan ikut serius.

Heh.... malah makin runyam kedatangan Dinaldha datang menghampiriku, dalam keadaan tak bisa berkutik sama sekali. Awas saja kalau misalkan, berikan pertanyaan jebakan seperti sahabatku. Untungnya, Suci enggak tahu kalau aku masih jadian sama Dinaldha. Karena, masih menunggu waktu paling pas untuk jelasin semua.

"Heh! Ada Dinaldha, kesini mau ngapain?"

"Iya, terserah gue mau ngapain. Bukan urusan kalian paham!"

"Bisa nggak jadi seorang cewek murah senyum?" tanya temanku langsung berikan ekspresi kurang suka sama pasanganku.

"Lah! Kenapa loe ngatur hidup gue? Apa urusan loe minta gue untuk senyum ke loe?!"

"Sudah dong, jangan ribut di sini." ucap Fajar berusaha menenangkan Dinaldha mulai terpancing perkataan temanku.