Kalau misalkan, aku berusaha mengikuti jejak dari orang tuaku. Kapan aku bisa belajar mandiri? Sedangkan, temanku di mulai dari SD sampai Kuliah selalu bilang anak Ibu. Bahkan sampai membuatku kesal sama mereka. Seiring berjalan waktu aku perlu merenung sejenak, kenapa teman-teman selalu mengatakan demikian?
Memang enggak bisa apa berpikir secara realitis? Kalau sampai seperti ini, tak segan akan melakukan hal bodoh. Bila perlu mereka membuat harus minta maaf kapadaku! Terserah sih, harus mengatakan apa? karena, sampai sekarang masih bete bahkan sering melamun sejenak.
Tak 'kan biarkan urusan ini terganggu oleh pemikiran negatif bisa membuatku pergi dari sini, setiap hari merasa banyak pikiran. Hah.... sayangnya, untuk sekarang lebih baik berpikir positif dulu deh.
Untuk sekarang apa perlu ya, bekerja sama dengan Dinaldha? Persoalannya bisa saja, aku makin sayang padanya. Karena, sering kali aku melakukan seperti itu. Apabila hal ini beneran terjadi wah..... makin susah untuk melupakan kenangan bersama Dinaldha di Yogyakarta.
Sebenarnya, tahun sekarang aku harus pulang kampung halaman. Karena, rindu sekali sama suasana Kota Tasikmalaya. Itu pun kalau berkenan kedua orang tuaku, mudah-mudahan saja impianku bisa kembali ke Kota tersebut bisa tercapai. Jangan sampai Dinaldha tahu soal rencana ini, bisa-bisa ikut bersamaku.
Karena, dia asli orang sana. Kemungkinan sih, kalau diberitahu pasti ujung-ujungnya mau ikut juga. Ya, sudahlah daripada nanti terkena risiko cukup rumit. Lebih baik sembunyikan dulu terus, setelah balik ke sini baru kasih tahu yang sebenarnya. Paling utama adalah harus membawa oleh-oleh khas Tasikmalaya.
Apalagi makanan yang menurutku bisa membuatmu bahagia, senang, dan berusaha mengembalikan ingatan pertama kali ketemu sama Dinaldha. Tanpa adanya, rekayasa sama sekali yang membuatku berpikir secara positif. Dan, berusaha untuk melupakan sosok mantan terindahnya pacarku.
Bisa saja, pada saat ada dia aku langsung melarangnya. Sayang sekali aku tak mampu memarahi tanpa adanya, bukti yang beneran akurat sesuai fakta. Yang ada malah makin runyam berkaitan dengan masalah ini, terserah apa yang dibilang oleh teman-teman di Tasikmalaya.
"Jar, Jar, Jar!"
"Ini siapa yang panggil namaku? Sudah tahu aku lagi sama Dinaldha. Wah .....makin curiga terkait rencana teman sekantor, bakal melakukan apa lagi? Supaya Dinaldha, nggak nyaman berada di kantor ini." ucap dalam hatiku sambil lihat pintu masuk ruangan ini.
Ternyata, dugaanku benar sekali. Mereka ada dibalik pintu tersebut! Hingga akhirnya, saking tidak ke dengeran oleh telingaku. Mereka harus buka pintu tersebut tanpa adanya, bilang 'Assalamua'alaikum' dulu. Bahkan, pak manager langsung kaget begitu saja. Kalaupun hidupku seperti mereka wah.... terjamin deh, bakal langsung mendapatkan peringatan dari bapak manager perusahaan terkenal di Kota Yogyakarta.
"Fajar, lebih baik temui teman sekantormu. Soalnya, terganggu kehadiran mereka di ruangan ini. Dinaldha, mau kamu harus tegas kepada mereka. Terserah mau bilang pakai bahasa toxic juga tidak masalah! Karena, sekarang keputusanmu ada di benakmu bukan benakku."
"Kenapa Dinaldha, marah?" tanya dalam hatiku hanya bisa tersenyum.
"Fajar, kenapa diem setelah aku mengatakan demikian?"
"Hahahaha ....,"
"Malah ketawa padahal aku serius!"
"Oke, sekarang mau temui teman sekantorku." ucap Fajar hanya bisa tersenyum.
Selama berjalan menuju ke teman sekantorku, entah kenapa senang sekali? Semenjak meninggalkan sosok perempuan yang enggak bisa jaga hati pasangan sendiri. Mungkin hubunganku sama Dinaldha sudah terlalu lama, bahkan pikiranku seperti hilang entah ke mana pikiran sebelumnya.
Kalau bilang ke teman pasti bakal memiliki pendapat yang sama, termasuk rencana yang akan dilakukan oleh mereka bakal enggak jadi. Namun, sampai saat ini masih mampu berpikiran positif. Bila ada sesuatu hal yang sangat mendesak, boleh kok bilang padaku masalah apa?
Asalkan, jangan melakukan hal bodoh beritahu ke media sosial. Yang ada malah pengikutku makin penasaran, bahkan mempertanyakan berkaitan dengan hubunganku dengan Dinaldha.
Sumpah kalau misalkan, mengingat kenangan dulu. Mereka selalu berikan support sampai rela ke rumah orang tuaku di Tasikmalaya. Tapi, kedua orang tuaku sudah pindah ke Kota Yogyakarta. Mungkin pekerjaan Ayah pindah ke sini! Dan, aku pun harus ikut sama mereka.
Sehingga perpisahan sama teman-teman terasa berat sekali, membuatku enggak tega untuk beritahu ke mereka. Jika, hal-hal memungkinkan bisa dilakukan oleh mereka ya alhamdulillah banget. Enggak perlu terjadi sesuatu yang bisa membuatmu tersakiti oleh perkataanku!
Karena, mereka tidak tahu apa-apa. Walaupun sampai tahun sekarang, teman-teman enggak tahu masalah yang kualami apa? Namun, bila perlu sampai aku yakin bisa menyelesaikan masalah cukup berat untuk diselesaikan sendiri. Jika, benar membuat temanku makin frustrasi bagaimana? Itu yang perlu di pikirkan oleh mereka.
"Jar, pasanganmu kok harus bicara seperti itu?"
"Ya, harus kamu dong bilang ke dia. Kenapa harus ngomong seperti itu?"
"Malah tanya balik ke aku, kan kamu pasangannya. Masa nggak tau isi pikiran pasanganmu apa?" tanya teman sekantorku langsung berubah ekspresinya.
"Ia, karena aku nggak bisa baca pikiran." ucap Fajar dengan singkat.
"Oke, deh. Terserah deh, apa yang dikatakan oleh kamu."
"Tuh, kan mulai deh suka gini. Apabila aku nggak kasih tau perihal kenapa, Dinaldha bicara seperti itu?" tanya dalam hatiku hanya bisa tersenyum dengan terpaksa.
"Nah, sikap sesungguhnya dari Fajar. Secara tiba-tiba melamun nggak jelas," ucap temanku sambil menaruh tangan kanannya di pundakku.
"Fajar, sudah belum bicara sama teman sekantormu?" tanya Dinaldha langsung berjalan ke arah kita.
Wah.... kalau Dinaldha sudah berjalan kaki ke sini, makin gawat nih pasti dia akan memarahi temanku. Awas saja kalau misalkan, bicaranya membuat mereka tersinggung. Bisa-bisa akan menghindar dariku, tanpa berikan sedikit bicara denganku. Mungkin semua hal bisa di atasi dengan cara pakai uang.
Menurutku kurang pantas untuk di tiru oleh generasi muda zaman sekarang! Kalaupun suatu hari nanti. Dinaldha akan merasakan apa yang dirasakan oleh teman sekantorku? Please.... cukup sekali saja, sehingga enggak ada masalah lagi. Aku sebagai pasangan Dinaldha, berhak minta maaf karena sudah membuatnya marah, bete, dan tidak tahu harus ngomong apa?
Jika, hal-hal negatif yang terjadi dalam dirinya. Berhak kasih tahu supaya dalam dirinya, bisa mengubah sikapnya, dan berharap kelakuan yang dulu enggak ada dalam benak Dinaldha. Mereka pun harus melakukan obrolan positif bersama pasanganku!
Agar tidak terjadi kesalahan pahaman di antara mereka! Please.... untuk sekarang jangan dulu terjadi sebuah pertengkaran.
"Heh! Kalian temannya Fajar, bukan?"
"Iya, emang kenapa?"
"Seharusnya, sebagai teman berhak kasih tau hal-hal positif ke Fajar. Bukan menyuruh untuk merencanakan sesuatu negatif kepadaku!"
"Jar, kenapa pacarmu bisa tau soal ini?" tanya temanku sambil bisik-bisik.
"Nah, Fajar pun nggak tau." ucap Fajar sambil geleng-geleng kepala.
"Aduh, gimana nih rencana kita?"
"Nanti di pikirin lagi,"