Chereads / KENANGAN BERSAMAMU DI YOGYAKARTA / Chapter 9 - Chapter 09 Temanku Sekilas Mirip Seperti Adikku

Chapter 9 - Chapter 09 Temanku Sekilas Mirip Seperti Adikku

Selama ini, kan kita berdua akur tidak ada masalah apa pun. Kenapa setelah aku minta dia untuk berpikir secara dewasa? Heh.... malah emosinya, tak bisa di kendalikan lagian apa susahnya mencoba berpikir dewasa. Seharusnya, seumuran seperti kamu bisa dilakukan daripada harus mempertahankan rasa ego dalam dirinya.

Padahal semua teman-temannya sering mengatakan seperti ini, "Mungkin ngomongan dari kita tidak bisa mengubah sikapmu, tapi di satu sisi kita ingin sekali kamu berpikir secara dewasa. Jangan seperti anak kecil lagi!" kalau aku ada di posisi Adikku pasti bakal menuruti permintaannya, demi kebaikan aku untuk ke depannya.

Bukan berarti aku mengabaikan perintah dari orang tua! Walaupun sampai sekarang dia enggak mau keluar dari kamar. Terus, aku harus apa agar Adikku mau keluar dari kamar? Masa iya, harus Panggil nama pacarnya? Soalnya, dia enggak pernah memperkenalkan sosok kekasihnya. Wajahnya pun aku tidak tahu!

Ya, sudahlah lebih baik tunggu besok pagi. Sambil sarapan pagi langsung mengantar dia ke Sekolah! Siapa tahu, kan selama perjalanan dia mau bersedia bicara denganku? Asalkan, dalam ingatannya jangan mengulik semalam. Nanti aku sebagai Kakaknya, tak bisa jawab pertanyaan dari Adikku tercinta.

Sering kali perdebatan seperti ini, tak 'kan usai apabila dia diam mulu selama perjalanan menuju ke Sekolah. Sumpah dah, dari tadi aku cuekin sama Adikku sendiri. Kalaupun nanti selepas pulang dari Sekolah masih seperti ini, dengan terpaksa aku harus mengalah demi memperbaiki hubungan kakak beradik.

Sekiranya, hanya sekedar diam selama berjam-jam. Lebih baik mengatakan secara jujur kepadaku, siapa tahu uneg-uneg dalam dirinya bisa terlepas? Bisa mampu mengendalikan emosinya cukup berat. Apalagi dia masih remaja perlu namanya, bimbingan dari orang tua maupun Kakaknya.

Tidak salah sih, Ibu benar-benar khawatir sama anak paling bungsu. Walaupun aku sempat iri, dengki, dan berusaha cari perhatian. Sayang sekali usahaku benar-benar sia-sia, bahkan tak selamanya bisa berbuat sesuatu dengan baik.

"Jar, kenapa belum berangkat ke kantor?"

"Tunggu dulu! Aku lagi liat Adikku sudah masuk Sekolah atau belum."

"Masuklah Jar, ngapain juga kamu ngantar dia ke Sekolah?"

"Ia, sih tapi aku kurang yakin sama dia. Karena, pernah ada panggilan dari wali kelas. Bahwa Adikku nggak pernah masuk Sekolah. Bayangkan aja, sama kamu setiap hari aku terkena teguran dari orang tuaku. Aku tak mampu berikan pengaruh positif ke Adikku,"

"Iya, sih aku pun pernah mengalaminya. Hanya aja, aku tak separah sepertimu. Fajar, bisa memperbaiki itu semua. Bahkan, aku percaya sama kamu bisa menghadapinya dengan cara berpikir secara jernih, dan menemukan solusinya. Supaya Adikmu bisa berubah,"

"Makasih ya,"

"Iya, sama-sama Jar."

Meskipun aku masih khawatir padanya tapi, aku sudah menitipkan ke salah satu orang yang dapat aku percaya. Terkadang risih mendengar informasi bahwa Adikku pernah terlibat tawuran, misalkan ketahuan oleh Ibu maupun Ayah. Bisa-bisa dapat hukuman enggak boleh keluar rumah selama dua bulan!

Biasanya, setelah pulang Sekolah Adikku sering curahan hati dari awal sampai akhir. Telingaku hanya bisa mendengarkan dia bicara sedangkan, pekerjaan cukup banyak sampai rela gadang demi Adikku tidak menangis. Alhamdulillah, itu semua bisa dilakukan dengan baik. Tak perlu mengorbankan sakit hati yang lagi di hadapi!

Mungkin aku seperti dia pada saat, masih terlibat geng motor hampir bertahun-tahun. Hingga akhirnya ketahuan oleh orang tuaku sampai harus menyita sepeda motor kesayanganku! Wah.... dari lubuk hatiku sedih enggak bisa ke mana-mana, tidak ke bayang kalau Adikku bakal mengalami hal yang sama sepertiku.

Saat ini, memang terasa terbebani harus menghadapi permasalahan kedua orang tuaku, masalah sama pasanganku, dan terakhir Adikku tercinta kemarin marah padaku. Tanpa adanya, selesaikan terlebih dahulu langsung ke kamar.

Sayang sekali aku tak bisa bertemu dengan pasanganku, padahal tak semestinya bisa berpikir positif apabila dia ingin berjumpa denganku. Kalau sampai terjadi sesuatu hal yang mengakibatkan hubunganku hancur, gara-gara satu permasalahan sepele. Mungkin hal tersebut segera mungkin di selesaikan!

Setidaknya, untuk sekarang lebih baik menuruti permintaan pasanganku. Walau baru akhir-akhir ini, merasa terganggu oleh pemikiran terlalu berisiko untuk ambil keputusan yang menurutku kurang tepat. Bahkan, aku harus merelakan dia berjalan bersama lelaki lain. Meskipun itu, sudah buatku cemburu padanya.

Paling penting semua masalah dapat di selesaikan dengan baik! Terserah apa yang dikatakan oleh orang sekitar. Meski saat ini, merasa terganggu oleh itu. Tapi, aku mampu memakan waktu lebih lama untuk merenung sejenak. Biar bagaimanapun dia adalah seorang perempuan paling aku cintai.

"Jar, sepertinya kita salah jalan deh."

"Nggak kok, ini sudah jalan paling cepat sampai ke kantor."

"Coba deh, liat google map."

"Oke, tapi kamu aja ya yang liat google map. Hehehehe ...." ucap Fajar sambil ketawa.

"Hah? Aku?"

"Iyalah, masa orang di belakang kita."

"Maksudnya, gimana? Setahu aku di belakang nggak ada siapa-siapa."

"Hahahahah .... hahahahah .... pasti kamu takut ya, kan?"

"Makanya, jangan takuti aku dong." ucap seorang perempuan wajahnya ketakutan.

Baru kali ini, teman kantor lihat wajahnya takut banget. Padahal biasanya nih, paling berani itu pun perkataan dari teman kantor yang lain. Tidak sabar deh, ingin menakuti sebelahku ketika ulang tahun sebentar lagi. Walaupun bentrok sama jadwal aku ketemu sama pasanganku tapi, urusan mudah berikan alasan ada urusan keluarga.

Pasti pasanganku bakal percaya apa yang dikatakan olehku! Tidak pernah sekalipun membantah bahkan, sampai harus debat selama berjam-jam. Seperti apa yang dilakukan oleh Adikku tercinta semalam.

Tak habis pikir hidupku merasa terganggu oleh pemikiran sulit di mengerti oleh kebanyakan orang, termasuk aku sendiri dia kapan bisa berpikir secara dewasa? Mau keadaan apa pun tapi, cara berpikir secara dewasa. Enggak usah mengandalkan emosi bahkan, sampai memukul sampai babak belur.

Hah..... alhamdulillah, akhirnya sampai juga di Kantor. Temanku masih berpikiran bahwa di belakang ada sosok misterius, padahal aku bohong padanya. Jangan berikan ekspresi seperti itu dong, aku merasa bersalah sudah menakuti selama perjalanan ke Kantor. Mudah-mudahan saja, dia enggak marah padaku.

"Kamu nggak apa-apa?"

"Nggak apa-apa gimana aku takut, jar?"

"Takut sama siapa sih?"

"Nah, ini nih kebiasaan kamu suka pura-pura nggak tau."

"Bener loh, aku nggak tau."

"Malas hah!" ujar perempuan langsung berikan ekspresi bete.

"Iya, udah aku minta maaf." ucap Fajar sambil mohon-mohon padanya.

"Hmmmm ....,"

"Maafin nggak nih?"

"Tunggu pulang Kantor aja," ucap perempuan langsung buka pintu mobil langsung keluar.

Tuh, kan bener karakter seperti ini membuatku teringat kembali sama Adikku. Meskipun dalam dirinya merasa ada sedikit bisa berpikir secara dewasa. Tapi, sekilas sangat mirip seperti Adikku. Mungkin hanya perasaanku saja kali ya?