Chereads / KENANGAN BERSAMAMU DI YOGYAKARTA / Chapter 3 - Chapter 03 Dia Mirip Pasanganku

Chapter 3 - Chapter 03 Dia Mirip Pasanganku

Lebih baik, aku menuruti permintaan Bunda. Daripada debat enggak jelas bayangkan saja, selama setahun yang lalu mungkin terlalu berlebihan. Saking enggak mau punya pasangan terlalu matre sedangkan, pacarku enggak begitu mementingkan harta. Seharusnya, Bunda mencari tahu luar dalam pacarku seperti apa?

Tidak semua orang tua bertindak seperti itu, asalkan sebagai anak berusaha menahan rasa ego dalam diri kita. Walaupun terasa berat untuk melaksanakan perintahnya! Hah .... sayangnya, sahabatku tidak ada di sini. Kalaupun ada pasti selama berjam-jam curahan hati, meskipun pada akhirnya enggak bakal kasih solusi sama sekali.

"Lihat tuh, kelakuan anak kita hanya diam seribu bahasa. Pasti lagi memikirkan sesuatu,"

"Iya, nggak apa-apa dong. Daripada main keluar rumah sampai terlarut malam, memang Bunda mau anaknya seperti itu?"

"Nggak mau Yah, tapi Bunda punya keinginan anak kita bisa bergaul seperti orang normal. Lah, Fajar dari kecil sampai sekarang diem mulu di rumah. Nggak pernah main bersama teman-temannya,"

"Hmmmm .... gini Ayah nggak bermaksud bela Fajar, tapi Bunda nggak perlu kekang segala harus menuruti permintaan Bunda."

"Tuh, kan mulai deh Ayah selalu aja bela anaknya. Yang perlu Ayah tahu ya, dengerin Bunda! Kalau sampai ada sesuatu Bunda nggak tahu. Tak segan-segan Ayah tidak boleh tidur di kamar!" ujar Bunda dengan berikan ancaman kepada Ayah,

Namun, selama aku melihat Ayah selalu melindungi agar tidak terpengaruh bicaranya Bunda. Mungkin ada maksud yang enggak bisa di jelaskan kepadaku, dan sekitar dua jam kemudian aura-aura terjadi perang dunia ketiga dalam rumah tangga bakal terjadi. Lebih baik aku menghampiri mereka.

"Ayah, Bunda stop! Nggak usah berantem apalagi sekarang sudah malam."

"Seharusnya, Bunda yang tanya ke Fajar. Ngapain di sini?"

"Ia, Fajar ingin memisahkan Ayah maupun Bunda. Agar tidak terjadi berantem,"

"Ouh, berantem? Mungkin Fajar, yang harus pergi dari sini! Daripada nanti Bunda makin marah sama, Fajar."

"Nak, lebih baik pergi dari sini. Fajar, nggak perlu ikut campur. Ini urusan orang tua," ucap Ayah sambil tersenyum kepadaku.

"Tuh, dengerin Ayah!" ujar Bunda dengan berikan tatapan marah kepadaku.

"Baik Bunda, Ayah." kataku sambil tunduk ke bawah lantai.

Walaupun sempat ingin sama mereka setidaknya, bisa memisahkan Ayah, dan Bunda. Mungkin semua tetangga komplek aku tinggal bakal berpikiran, "Orang tua Fajar, ada masalah ya? Soalnya, setiap malam selalu terjadi keributan. Bahkan ke dengeran sampai keluar rumahnya,"

Padahal bayangan tersebut selalu mengalir dalam imajinasiku, lalu aku harus melakukan apa? Sumpah dah, aku butuh pacarku mendengarkan masalah yang sedang kuhadapi sekarang. Setiap ada masalah pasti dia selalu menghilang, kadang pesan WhatsApp enggak pernah di balas.

Sedangkan, sahabatku selalu mengerti walau tak bisa berikan solusi maupun jalan keluar. Heh .... hampir lupa, kan aku enggak boleh membanding-bandingkan antara sahabatku dengan pacarku. Yang ada malah terjadi salah paham, menurutku mungkin dia tidak mau kehilangan yang sudah menjalin hubungan sampai sekarang.

"Fajar, bisa nggak tak perlu banding-bandingkan aku sama sahabat kamu?"

"Bisa, sayang."

"Lalu, kenapa barusan aku denger kamu lagi membanding-bandingkan?"

"Hmmmm ..... gini ya, sayang barusan kamu kali salah denger." ucap Fajar sambil berpikir cukup lama.

Pada saat itu, memang aku lagi membandingkan karakter pacarku dengan sahabatku. Padahal bicaranya di dalam hati loh, kenapa dia mendengar isi hatiku yang sebenarnya? Hah .... perasaanku kali ya, mana mungkin pacarku bisa baca isi hati? Terkadang hidupku tak bisa di tebak.

Setiap aku melangkah selalu berpikiran bahwa pacarku, "Kenapa sekarang posesif ya? Padahal sebelum berpacaran dengannya, enggak terlalu posesif. Malah saling mendukung satu sama lain, kalaupun sikap dia berubah. Pasti dari tatapan sudah kelihatan lah, ini tiba-tiba posesif tanpa berikan penjelasan sama sekali."

"Apalagi sekar ang baper sekali, itu bahasa sekarang aku benar-benar mengikutinya." Mudah-mudahan saja, perubahan dia enggak terlalu lama. Berharap hanya bertahan sampai beberapa minggu ke depan! Itu harapan dari lubuk hatiku yang sebenarnya.

Sekitar pukul 01.00 dini hari, ada suara kaki dekat pintu kamarku. Pasti Bunda akan marah karena, barusan ikut campur urusan orang tuaku. Dan ternyata, Ayah aku kira Bunda. Padahal jantungku sudah berdebar sangat cepat takut, di beri hukuman uang jajan bakal di potong selama sebulan.

Karena, aku sudah melakukan kebodohan membuat uang jajan di potong. Itu pun ada pembelaan dari Ayah sekiranya, aku salah tidak perlu memotong uang jajan segala. Bahkan aku setuju pernyataan dari Ayah. Heh .... malah membuatku kaget adalah Ayah di beri hukuman tidak boleh tidur di kamar selama sebulan juga.

Ini mah Ayah beneran takut sama Bunda, kalau enggak salah ada kalimat seperti ini, "Suami takut istri" padahal seorang Ayah adalah pemimpin rumah tangga. Lah, ini terbalik malah Bunda seorang pemimpin. Tak begitu yakin sih, nanti malah ke balik juga yang kerja kantor malah Bunda bukan Ayah. Terus, Ayah nanti selama di rumah melakukan apa? Memang tidak kesal apa banyak pembicaraan di luar sana?

Kalau aku sih, rada kesal dan berat hati untuk menerima omongan dari warga komplek. Meskipun tahu betul suasana hati seseorang belum tentu bakal sama denganku, tapi di satu sisi malah merasa yakin bahwa Ayah beneran takut sama Bunda. Kelihatan kok, dari larut wajahnya begitu ketakutan setelah bicara barusan.

Namun, masih ada yang mangganjal terkait bicara Ayah maupun Bunda.

Sekiranya, hanya mau menjelaskan terkait sesuatu masalah kalian. Lebih baik enggak usah terlalu lama masalah ini, karena aku malas melihat Ayah maupun Bunda sering bertengkar. Memang kedua orang tuaku tidak cape apa bertengkar terus? Sehingga terlalu berisiko apabila masalah ini, terdengar dari arah luar.

Bahkan, semua tetangga Komplek bakal tahu apa yang lagi terjadi di dalam rumah ini? Mungkin Ayah maupun Bunda tidak tahu isi pikiran mereka apa? walaupun dari lubuk hatiku selalu mengatakan, "Aku sebagai anaknya merasa kecewa, dan tidak mau tinggal lagi sama mereka. Walaupun dari kecil kebahagiaan telah usai,"

Sayangnya, aku hanya bisa memendamkan rasa kecewa ini. Meski tahu persis di luar sana masih banyak orang tuanya akur seperti tidak ada masalah, dan aku harap semua mengenai orang tua bisa mendidik anaknya lebih baik. Mungkin suatu hari nanti, bakal merasakan betapa bahagia ketika kedua orang tuaku akur.

Tak ada salahnya apabila ada perselisihan di antara mereka walaupun, cukup berlebihan ribut di tengah keramaian itu membuatku malu. Apalagi sampai berteriak segala wah.... terjamin deh, hidupku tidak bakal tenang masih membahas masalah yang belum terselesaikan. Dan, sekarang pun masih berantem.

Aduh, kapan ya kedua orang tuaku akur? Please... deh, urusan yang sudah berlalu stop! Enggak usah di bahas lagi. Yang ada malah membuatku stres bahkan, bisa melampiaskan rasa khawatir ini, beritahu ke siapa ya? Kan, aku lagi punya masalah juga sama kekasihku. Mana mau dia mendengarkan curahan hati?

Bukannya, membaik malah berujung kekecewaan. Dan, satu hal yang perlu aku jelaskan padanya. Meski perlu adanya kesabaran dari lubuk hatiku, walau rada berat ketika berjuang membahas permasalahan kita. Apalagi semenjak mantan terindah berasal dari Yogyakarta. Membuatku makin was-was, khawatir, dan gelisah pikiranku bukan kamu saja. Melainkan pekerjaanku benar-benar belum selesai sampai sekarang.

Sebenarnya, ada niat untuk kasih kejutan. Heh... sayangnya, tak bisa begitu saja menerima dengan lapang dada. Walaupun begitu sulit untuk menerima kenyataan bahwa dia bakal bersama mantan lagi dan, aku harus melakukan apa supaya kamu mau denganku?

Terkadang aku belum sepenuhnya yakin punya pemikiran seperti itu, apalagi semenjak ada masalah aku sudah jarang komunikasi dengannya tapi, ada satu permintaan menurutku paling tepat sih. Karena, bicara dari dia sampai detik ini pun masih ingat. Benar-benar tidak bisa di lupakan sama sekali!

"Jar, gimana kondisi orang tuamu?"

"Biasalah, ribut setiap hari. Padahal masalah sepele loh,"

"Ya, namanya juga masalah pasti ribut dong. Masa harus berantem pelan-pelan aneh?"

"Iya, bener sih. Tapi, aku sudah malas tinggal sama mereka."

"Heh ..... nggak boleh gitu jar, harus bisa selesaikan masalahnya. Pasti kamu bisa menyelesaikan aku sangat yakin,"

Hah.... kenapa ya, setiap bicara sama teman? Pasti selalu membela orang tuaku. Bukannya, membantuku untuk selesaikan seperti apa? kadang pernah kesal juga sama dia. Pada waktu itu, lagi mengerjakan tugas Sekolah. Heh.... malah aku yang mengerjakannya sedangkan, temanku malah bersantai-santai.

Pertimbangan sangat sulit untuk di tebak, bahkan setiap mau ambil keputusan mendadak bingung. Namun, setiap hari selalu bersamanya. Tapi, entah kenapa masih punya firasat kurang baik? Memungkinkan aku perlu sejenak deh. Jangan dulu berkumpul sama mereka! Hah.... sayangnya, hidupku sudah terlalu rapuh semenjak tahu pasanganku mengingat kenangan bersama mantan.

Dan, aku rasa seperlunya saja deh ngomong sama mereka. Jangan terlalu sering yang ada malah bahas itu-itu saja, pusing harus jawab apa? please.... hidupku benar-benar perlu namanya healing kalau zaman sekarang, walaupun aku kurang tahu healing mau ke mana? Karena, tabunganku sudah mulai menipis.

Saking ingin membahagiakan pasangan! Harus rela mengeluarkan uang sebanyak itu. Please... kalau mau beli sesuatu pakai uang sendiri, karena aku butuh sekali uang yang selama ini tersimpan. Heh.... malah menghabiskan dalam kurun waktu satu hari, bayangkan mau taruh di mana lagi?

Semua hal yang berkaitan tentangku pasti dia tahu semua! Padahal aku sudah berusaha lebih keras, agar tentangku tidak di ketahui oleh dia. Heh... tetap saja, berusaha sekuat tenaga sekalipun ujung-ujungnya malah tersiksa harus jawab pertanyaan dari dia. Sebenarnya, aku sudah bingung nih.

Teman sekelasku malah mendesak, "Please .... kenapa sih, harus ikut campur segala?" pertanyaan seperti ini membuatku bingung, dan berusaha memahami maksudnya apa? tetap saja dalam pikiranku, "Nih, orang kenapa ya semenjak tau selalu menyuruhku jangan ikut campur? Lantas, aku harus gimana?"

Selama berpikir itu, masih membayangkan apabila pasanganku bertemu dengan mantan terindah. Lalu, memunculkan benih-benih cinta tumbuh dalam hatinya. Wah.... itu sih, membuatku makin penasaran lalu, selepas itu timbul perpecahan antara kita berdua.

Apakah selama ini masih sayang sama aku atau enggak? Kalaupun masih sayang tidak usah bertemu segala. Apalagi tanpa minta izin membuatku makin heran, dan bingung meski tahu risikonya sudah sejauh mana? Tak ada salahnya mencari cara lain. Agar perasaan yang selama ini untukku, malah berpaling ke mantan terindahnya.

"Jar, kalau bisa nih nanti ketemu ya sama pasanganmu.:"

"Ngapain harus ketemu sama pasanganku?"

"Lah, katanya lagi ada masalah?"

"Iya, sih tapi 'kan ....."

"Tapi, kenapa Fajar?"

"Aku belum terlalu yakin dia bakal mendengarkan apa yang aku bicarakan?"

"Jangan pesimis dong, harus optimis." ucap teman sekelasku sambil tersenyum padaku.

"Aku sudah berusaha optimis tapi,"

"Tapi, tetap pesimis maksud kamu seperti itu?"

"Nah, ya." kataku sambil melihat mata teman sekelasku tanpa berikan senyuman balik.

Sumpah cuaca hari ini mendung sepertinya, mau turun hujan deh. Setidaknya, untuk sekarang jangan terlalu lama bicara. Karena, kendaraan umum suka sekali berhenti dulu. Kalau pakai GO-Jek aku rasa tidak perlu deh. Supaya keuanganku tetap stabil untuk satu bulan, apalagi sekarang sudah akhir bulan.

Sedangkan, gajiku baru cair sekitar tanggal 05. Itu pun, belum tahu apakah sesuai tanggal atau di tunda dulu? Padahal uang itu untuk di kirim ke orang tuaku. Supaya keadaan sekarang lebih baik dari sebelumnya, mungkin butuh waktu lama.

Sedangkan, sekarang aku benar-benar banyak masalah. Bukan soal keluargaku melainkan pasanganku juga masalah benar-benar rumit hah... pokoknya tidak bisa di jelaskan dalam waktu dekat ini, meski teman sekelasku banyak bertanya soal ini.

"Jar, nanti jangan lupa video call untuk kegiatan selanjutnya!"

"Baiklah, aku nggak bakal lupa mengenai rencana itu."

"Sip!"

"Ya, udah aku pulang dulu ya."

"Iya, aku pun mau pulang kok."

"Siap!" ujar Fajar langsung berikan senyuman padanya.

Tak begitu lama ada seorang perempuan begitu mirip dengan pasanganku, pada awalnya hanya mirip doang. Heh.... setelah menyadari itu pasanganku adalah dia menoleh ke arahku, tanpa berikan senyuman sama sekali.