Chereads / Temui Aku di Masa Depan / Chapter 2 - Halte

Chapter 2 - Halte

Bandung, 01 April 2019

Seorang wanita dengan tubuh berbalut sweater, celana panjang, sepatu sneakers putih, dan sebuah sling bag yang tersampir di pundaknya sedang duduk di halte bus depan Gedung Merdeka.

Jarinya sibuk menari-nari dengan lincah di atas benda pipih yang sedang ia pegang. Rambutnya yang tergerai bebas kerap kali melambai dengan indah saat angin datang membelai.

Ia sisipkan helai rambut yang sesekali menutupi pandangannya, sambil tersenyum tipis ketika memandang layar ponsel yang menyala.

Beberapa orang mulai berdatangan untuk ikut menunggu bus jurusan mereka, dengan berbagai aktivitas yang mereka lakukan untuk menghilangkan kejenuhan.

Wanita yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya itu sekarang semakin larut dalam dunia mayanya, tak peduli dengan apa-apa yang ada di sekitar dirinya.

"Garuda! Garuda! Ayo, Garuda, Neng!"

Sebuah bus jurusan Kampung Garuda berhenti persis di depan halte itu. Dari pintu belakang, seorang kernet bus bergelantungan dengan satu tangan, sementara tangan yang lain melambai-lambai untuk memanggil para penumpang yang akan naik bus itu.

Beberapa penumpang yang memang sudah menunggu bus tersebut segera mendekat dengan setengah berlari, menghentikan aktivitas yang sebelumnya mereka lakukan meski hanya memandangi jalanan.

Tetapi wanita yang sibuk dengan dunia mayanya itu masih tidak beringsut dari tempat duduknya. Panggilan kernet bus yang mengajak dirinya turut serta dalam bus itu pun hanya dibalas senyuman dan gelengan kecil olehnya.

Tak lama, sebuah bus kembali datang dengan jurusan yang berbeda. Sama seperti sebelumnya, seorang kernet muncul dari pintu belakang sambil meneriaki orang-orang yang berada di situ.

"Rajawali! Rajawali! Ayo, Neng, Rajawali!"

Bus yang ditunggu akhirnya tiba juga, membuat sebagian orang yang masih berada di halte segera beranjak untuk masuk ke dalam bus itu.

Tetapi, si wanita masih saja sibuk dengan ponselnya, tidak sadar jika apa yang ditunggu telah tiba tanpa ia tahu.

"Teh, masih mau duduk aja di sini?" tanya seorang pria yang sebenarnya sudah memperhatikan si wanita dari bus pertama tadi. Ia yang tahu bahwa wanita itu sedang terlena dengan handphone segera menyadarkan wanita itu.

"Eh, u-udah dateng bus-nya?" tanyanya sambil celingak-celinguk.

"Makanya jangan maen hp mulu." Pria itu berucap kemudian segera berjalan untuk masuk ke dalam bus.

Handphone yang tadi membuat wanita itu lupa dengan dunia nyata, kini ia masukkan ke dalam sling bag yang ia pakai dengan gerakan cepat. Setengah berlari menuju bus sebelum kernet menyuruh sang sopir melaju.

Wanita itu melangkah masuk ke dalam bus, mencari kursi yang masih kosong. Tidak ada! Kursi bagian depan sudah penuh, ia pun berjalan untuk duduk di bagian belakang.

Seorang lelaki duduk sendiri dengan earphone yang tersumpal di telinga, wanita itu pun mengucapkan permisi kemudian mengambil duduk di kursi dekat jendela yang masih kosong.

'Maura', sebuah nama yang tertera saat layar handphone kembali dinyalakan, menampilkan foto sepasang kekasih yang tersenyum dengan ceria.

"Ini kan cowok yang barusan nyadarin aku kalo bus udah dateng," batin Maura dalam hati.

Lelaki yang berada di sampingnya hanya diam tak bersuara, bibirnya kadang-kadang bergerak kecil untuk ikut melantunkan suara yang sedang ia dengarkan di telinga.

"... dengan kotak sejuta mimpi

Aku datang menghampirimu

Kuperlihatkan semua hartaku

Kita slalu berpendapat

Kita ini yang terhebat

Kesombongan di masa muda yang indah

Aku raja kaupun raja

Aku hitam kaupun hitam

Arti teman lebih dari sekedar materi ...."

Terdengar pengamen bernyanyi dengan suara mirip Salmantyo Ashrizky Priadi. Maura yang tadinya berniat ingin kembali memainkan ponsel kini mematung untuk menikmati suara dari sang pengamen.

Bandung, kota besar penuh kenangan, kota indah penuh cerita, tanah Pasundan tempat kelahirannya. Sudah tiga tahun ia berada di Bandung, di kota yang selalu menjadi tempat untuk ia 'pulang'.

Lagu barusan mengingatkan Maura pada sahabatnya, sahabat yang sudah lama tidak ia jumpai. Maklum, karena kesibukannya membantu sang Ibu berjualan, ia jadi tak memiliki waktu untuk bepergian. Meski Ibu mengijinkan, tetap saja ia tidak mau.

Saat ini, Ibu tidak berjualan, ia pun berniat untuk menemui sahabat yang telah lama tidak ia jumpai. Duduk di dalam sebuah bus untuk menuju ke Kampung Rajawali.

Jalanan kota Bandung terlihat lebih ramai kini, terdapat para manusia dengan berbagai kegiatannya. Berbagai warung makanan, toko baju, dan rumah-rumah menjadi penghias di pinggir jalan.

Kernet mulai berjalan untuk mengambil ongkos, semua penumpang serempak mengeluarkan beberapa lembar uang lalu diserahkan pada kernet itu, tak terkecuali Maura dan lelaki yang duduk di sebelahnya.

Pengamen yang baru saja selesai menyanyi itu pun berjalan untuk menghampiri para penumpang, dengan sebuah kaleng yang ia pegang, mengharap uang recehan mengisi dengan penuh.

Maura merogoh tas kecilnya, mengambil uang ribuan untuk di masukkan ke dalam kaleng. Bus terasa melaju dengan lambat, pengamen tersebut turun, kemudian ada beberapa penumpang yang masuk ke dalam bus.

Dipandangnya setiap objek yang terlihat di balik kaca jendela, menatap dengan rasa gembira dan haru.

Gembira karena akan bertemu dengan teman lamanya, juga haru karena bisa kembali menetap di kota tempat pertama ia menatap dunia.

"Memang bener ya, kalo hp itu bisa buat seseorang lupa dunia sekitar."

Maura menengok, pandangannya teralihkan pada lelaki yang sedari tadi duduk membisu di sampingnya.

"Kamu ngomong sama saya?" tanya Maura saat menyadari bahwa suara tadi berasal dari mulut pria itu.

Tanpa menoleh ke arah Maura, ia masih saja menatap ke depan. "Maen hp jangan berlebihan, nggak baik," ucapnya tanpa menjawab pertanyaan Maura.

"Saya nggak tau kalo ada bus yang dateng." Maura menjawab dengan santai meski hatinya merasa malu. Memang akhir-akhir ini waktunya sering tersita karena benda pipih itu.

"Wajar aja nggak tau, karena Teteh nggak fokus," ucapnya lagi. Ia terlihat gereget karena wanita di sampingnya bisa begitu lupa sekitar saat sedang menjelajahi dunia maya.

Maura hanya diam, tak menjawab ucapan pria itu. Ingin menjawab tapi bingung menjawab apa, lagian ia memang salah. Tidak menjawab tapi rasanya bibir ingin sekali berbicara.

"Makasih udah ngasih nasehat. Tapi semua orang pasti pernah melakukan kesalahan." Akhirnya kalimat itulah yang terlontar di bibir Maura.

"Dan jangan mengulangi lagi kesalahan yang sama," sambar lelaki itu. Ia membuka ponselnya, menyentuh sebentar lalu mematikannya lagi. Ia habis membesarkan volume untuk kembali larut dalam lagu yang ia dengar.

Lain hal dengan Maura, bukannya membuka handphone, ia kembali menatap jalanan yang ada di sisi kanannya. Memperhatikan dengan seksama setiap sudut yang terlihat.

Waktu terus berlalu, ucapan pria tadi masih terngiang-ngiang di telinga hingga membuat Maura berjanji untuk tidak melakukan hal seperti tadi.

Malu rasanya melakukan hal yang membuat orang lain sampai memberikan nasihat, apa lagi orang yang tidak dikenal. Walau orang itu berniat baik, tetapi rasa malu masih ada di hati Maura.

Keheningan antara keduanya membuat mata Maura menjadi sayu. Setelah puas menatap kota Bandung, matanya terasa lelah kini.

Ditambah suara bus yang sedang melaju dengan pelan dan bising kernet meneriaki para penumpang untuk naik, setelah beberapa penumpang sudah turun.

Perlahan Maura memejamkan mata, mendekap tas kecilnya dan menyenderkan kepala untuk mencari kenyamanan.

Bus kembali melaju dengan kecepatan normal. Pandangan Maura semakin gelap, hingga akhirnya dia benar-benar larut terlelap sembari menunggu bus sampai ke tempat tujuan.

Bersambung ....