Chereads / Perawan Tua Untuk Tuan Muda / Chapter 20 - Malu-Malu Tapi Mau

Chapter 20 - Malu-Malu Tapi Mau

"Sora, kau sedang apa?" Jae mendatangi gadis itu di ruang tamu dan melihatnya tengah mengisi sebuah buku sembari duduk di atas sofa. Dia juga meletakkan beberapa buku di atas meja.

"Ough! Kak Jae ... aku sedang mengerjakan PR." Kaget, adik Shin itu malah buru-buru mengemasi buku-bukunya ke dalam tas.

Jae mencegah, "Tetaplah di situ saja, tidak apa!"

"Oh? Ngg, baiklah ...." Sora kembali ke posisi duduknya dengan sungkan.

Sementara Jae duduk di sofa lain. "Kau sudah melihat kamarmu?"

Sora mengangguk. Wajahnya berubah cerah. Sepertinya dia suka dengan kamar barunya.

"Baguslah. Kau bisa meminta Bibi Tin untuk membantumu menata barang-barangmu di sana."

"Tidak usah, Kak. Pakaian dan barang-barangku hanya sedikit, aku bisa melakukannya sendiri." Dia gadis yang sopan.

"Ya sudah kalau begitu. Lalu ... apa yang kau kerjakan itu?"

Sora menatap buku yang dipeluknya setelah Jae menunjuknya. "Ini ... tugas Matematika," katanya, bersamaan Shin datang.

Kakak Sora itu tidak berhenti dan bergabung bersama mereka. Dia menuju ke meja makan dan langsung membantu Bibi Tin menyiapkan makan malam.

Bibi Tin, wanita tua yang telah bekerja untuk Jae selama puluhan tahun sebagai asisten rumah tangga yang mengurus segala keperluan Jae setiap hari. Dia yang mengerjakan semua pekerjaan rumah sejak Ayah masih hidup. Kini Jae membawanya untuk tinggal bersama di rumah barunya ini. Bibi Tin adalah orang yang berpengaruh dalam kehidupannya. Jae telah menjelaskan itu pada Shin ketika mereka baru tiba. Shin, dia mulai mengerjakan apa yang harus dia lakukan sebagai seorang nyonya di rumah ini meski sudah ada Bibi Tin yang melakukannya.

"Ah! Aku sangat suka dengan matematika. Itu adalah mata pelajaran favoritku," serunya sengaja untuk menarik perhatian istrinya, dan itu berhasil.

"Benarkah?" Mata Sora berbinar.

"Aku sangat menguasai pelajaran Matematika. Kemarilah, aku akan membantumu. Aku bisa menjawab semua soal-soalmu dengan mudah!"

"Sungguh?"

"Kau masih tidak percaya juga?"

Sora terkekeh. "Bukan begitu ...."

"Akan aku buktikan, aku bisa mengisi semua soal itu dengan benar!" Jae berpindah tempat duduk ke sisi adik iparnya.

Jae mengambil alih kitab dari tangan Sora. Mulai menjelajahi tiap soal yang tertera pada satu halaman sambil berpikir dan menggali ingatannya. Selain untuk mengakrabkan diri, Jae tidak hanya membual. Ia benar-benar membuktikan bahwa ia memang ahli dalam memecahkan soal Matematika dengan rumus tertentu. Ia berhasil membuat Sora terkagum-kagum.

"Waah, cepat sekali!"

"Nah, yang ini ...."

"Kakak benar-benar jenius!"

"Tentu saja, aku selalu meraih peringkat pertama berturut-turut."

"Hebat sekali! Coba yang ini, Kak!"

"Eh? Kenapa jadi aku yang belajar?"

"Oh?"

Jae tak dapat menahan senyumnya melihat Sora tergelak. Dia gadis yang supel dan ceria.

"Dengar, karena kau tinggal denganku mulai hari ini, maka mulai besok kau harus melaporkan setiap kejadian tidak wajar yang terjadi di sekolahmu padaku! Oke?"

"Siap!"

"Berapa nomor teleponmu?"

"Aku tidak punya ponsel."

"Apa? Anak tiga tahun saja sekarang ini sudah bermain gadget, tapi kau tidak punya handphone?"

Sora menggeleng malu.

Jae termenung sejenak, berpikir, memahami kondisinya, lalu mendesah tenang ... "Tapi ... kakakmu punya, kan?" Ia mengalihkan pembicaraan dengan sebuah kerlingan genit.

"Aakh, bilang saja kalau sebenarnya Kakak ingin tahu nomor telepon Kak Shin!"

Jae menyeringai dan sekali lagi mereka terkekeh bersama. Jae mengalihkan pandangannya ke arah meja makan dan mendapati sang istri menghapus senyumannya. Oh? Lalu buru-buru berpaling, berpura-pura sibuk untuk berlaku seakan tidak pernah melihat apa-apa. Bagaimana bisa Jae bersikap sama? Ia melihat wanita itu tersenyum. Jae merasa senang. Dia bisa tersenyum.

"Sebentar." Jae beranjak dari duduknya meninggalkan Sora menuju meja makan. Ia mendatangi Shin dan berhenti tepat di hadapannya.

Shin menoleh, menatapnya dengan bimbang.

Tanpa berkata, Jae meraba kedua mata Shin dengan kelima jarinya dengan gerakan mengusap ke bawah hingga Shin terkesiap dan mengerjap, lalu mengecup kening wanita itu dalam sekejap mata. Shin membelalak menerima kejutan dari Jae sekali lagi.

"Aku tidak ingin kau ragu-ragu ketika memandangku. Karena aku tidak hanya untuk kau dengarkan atau kau lihat saja. Kau boleh melakukan apa pun padaku. Kau mengerti?" ujarnya menatap dekat ke dalam mata Shin yang termangu kaku.

Setelah itu Jae pergi dan masih sempat melihat Sora terbelalak menyaksikan Jae mencium kakaknya. Tidak bermaksud apa-apa, Jae hanya ingin membuat wanita itu terbiasa dengan suaminya ini. Sebab Shin terlihat masih ragu, takut dan juga malu. Sedangkan sejak memutuskan untuk menikahinya, Jae merasa sudah sangat siap.

Jae beranjak menuju ke lemari es yang ada di mini bar di depan ruang dapur. Mini bar itu adalah tempat favoritnya di rumah, tempat serba guna yang ternyaman untuk minum ataupun bekerja. Jae panik ketika membuka lemari es dan tidak mendapati apa yang ia cari ada di dalam sana.

"Bibi! Bibi!" Suara Jae yang keras menyita perhatian Shin dan Sora.

Bibi Tin keluar dari dapur. "Iya, Tuan?"

"Aku menyimpan kue di sini. Di mana sekarang?" Ya, kue pemberian Shin kemarin, kue cokelat berbentuk hati yang Shin buat khusus untuknya. Jae yakin menyimpannya di dalam lemari es yang sama dan tidak memantaunya sama sekali karena sepanjang hari sibuk dengan acara pernikahannya. Rencananya, Jae akan memakannya sekarang, tapi ia sudah tidak melihatnya di dalam kulkas, baik itu satu kue saja ataupun hanya kotaknya.

"Ngg? Tuan Kim memakan semuanya."

"Apa?" Jae memekik mengagetkan semuanya.

Matanya beralih cepat begitu Kim datang. Jae menghampirinya dengan gusar.

"Hey, Kim! Kau menghabiskan semua kue yang ada di lemari es?" Jae marah. "Benar itu?"

Kim mengingat-ingat, "Kue cokelat? Yang berbentuk hati itu? Iya, Tuan. Ada apa?"

"Ada apa kau bilang? Apa kau tahu, itu adalah milikku!" Jae berteriak-teriak berang, menggelagapkan asistennya.

"Oh? Tapi ... kue itu sudah ada sejak kemarin, aku pikir tidak ada yang mau memakannya. Kue seperti itu tidak akan bertahan lama, jadi daripada dibuang nantinya, aku memakannya saja, Tuan."

"Dan kau memakan semuanya!" Jae menyela kesal.

"Bagaimana lagi ... kuenya sangat enak," kata Kim polos, semakin menyulut penyesalan dalam hati Jae.

Jae semakin terbakar. "Kau ini! Aku merasa sayang untuk memakannya, tapi kau malah menghabiskan semuanya!"

"Kenapa sayang untuk dimakan?"

"Kau harus mengembalikannya! Ayo, kembalikan! Dasar asisten kurang ajar! Baru kali ini aku mempekerjakan orang tidak tahu diri sepertimu!" Terlalu kecewa, membuat Jae berubah seperti anak kecil. Ia mencekik leher Kim dan memaksanya untuk memuntahkan kue milik Jae.

"Agh, agh! Aduh, aduh, Tuan!!"

Bibi Tin, Shin dan Sora sontak mendekat untuk menghentikan kebrutalan Jae. Ia terus menekan-nekan leher Kim dan mengguncangnya karena kesal sekali. Ia sangat marah. Ia tahu kue yang telah dimakan Kim itu tidak akan bisa kembali, tapi ia tidak bisa merelakannya sebab ia belum mencicipinya sama sekali. Kue itu dibuat khusus oleh Shin untuk Jae, Jae sangat menyayanginya dan tidak ingin merusaknya dengan memakannya. Kim tanpa rasa bersalah berani mengakui bahwa dia yang telah menghabiskannya. Dia juga bilang kuenya sangat enak. Keterlaluan! Lancang sekali!

"Tuan, Tuan, hentikan!!" Bibi Tin melerai, dan akhirnya Jae melepaskan leher Kim dari jeratan tangannya.

Jae mengentak tangannya dengan kesal sembari mengempaskan napas memburu. Ia menatap Kim yang terbatuk-batuk dengan tatapan penuh amarah. Mungkin Jae bisa memberikan apa pun yang Kim minta, tapi untuk kue itu, Jae tidak akan pernah rela!

"Tu-Tuan, itu hanya kue, kan?" Suara Shin menegun Jae seketika.

Jae memandang sang istri dan kemarahannya langsung menyurut.

"Aku akan membuatkannya lagi untukmu," ujar Shin langsung tahu apa yang sebenarnya membuat Jae sampai semarah itu.

Jae tersudut begitu Kim mendengus dengan wajah berubah cerah seakan mulai mengerti apa yang membuat kue itu begitu berarti bagi Jae. Sementara Sora dan Bibi Tin tersenyum kecut, meledeknya tanpa bersuara. Sial, gara-gara Kim, Jae malah mempermalukan dirinya sendiri. Jae menggaruk tengkuknya kemudian berlalu pergi.

*****