Chereads / Perawan Tua Untuk Tuan Muda / Chapter 26 - Terlalu Baik

Chapter 26 - Terlalu Baik

Shin keluar dari kamar mandi pribadi yang ada di dalam kamarnya sembari menggandeng pakaian kotor di lengan. Ia memperhatikan Jae di depan cermin rias sambil terus berjalan menuju tas besar yang ada di sisi lemari pakaian. Pria itu tengah menata rambutnya dengan krim khusus rambut. Dia akan pergi bekerja. Sebenarnya Shin tidak tahu pasti apa pekerjaannya. Yang ia tahu Jae memiliki hotel warisan ayahnya dan sekolahan tempat Sora bersekolah.

Sambil terus melamun, Shin membuka tas besarnya dan mencari pakaian gantinya dari sana. Tentu Jae telah menunjuk beberapa orang untuk memegang tanggung jawab sebagai pengurus di berbagai bidang usahanya. Lalu, apa yang Jae kerjakan sebagai sang pemilik? Dia tampak serius dengan rambutnya, menyapunya ke belakang dan ke samping sebagian. Ketika di rumah, dia membiarkan rambutnya kering agak berantakan dengan belahan di tengah menutupi kedua sisi pelipisnya seperti gaya gorden model zaman dulu. Sebenarnya Shin lebih suka melihat Jae dengan rambut seperti itu, terlihat lebih santai. Diam-diam, Shin memikirkannya dan mulai menyukai sesuatu dari suaminya.

"Nyonya."

"Hah?" Shin mendongak dan pria itu tiba-tiba sudah berdiri di depannya saja. "Apa kau memanggilku?" Ia menunjuk dirinya sendiri.

"Tentu saja, memangnya siapa lagi nyonya di rumah ini?"

Shin berdiri, merasa aneh saat Jae memanggilnya dengan sebutan itu. "Kau ... butuh sesuatu?"

"Ini, kenapa pakaianmu masih di sini? Kenapa tidak memasukkannya ke dalam lemari?"

Shin menoleh sejenak ke arah lemari pakaian di sisinya sambil memikirkan jawaban yang tepat. Lemari dari kayu jati itu memang sangat besar, tapi Shin merasa tidak memiliki hak dan tempat di sana.

Karena tidak juga menjawab, Jae beranjak membuka dua pintu lemari dan memperlihatkan bagian dalamnya yang kosong. "Lihat, kau masih punya banyak tempat di sini. Jika masih tidak cukup, kau bisa memakai tempatku. Atau kalau masih kurang juga, aku akan menambah satu lemari lagi."

"Tidak!" sela Shin segera dengan suara yang parau. "Pakaianku hanya ini."

Tertegun sejenak, "Hanya ini?"

Shin mengangguk.

Jae terlihat termangu-mangu menatap tas besar berisi pakaian Shin di lantai, apakah ini memalukan?

"Baiklah, kau tetap harus menyimpannya di dalam lemari. Dan ingat, semua fasilitas yang ada di sini, kau bebas menggunakannya. Rumahku, adalah rumahmu. Begitu pun dengan kamarku, adalah milikmu juga."

Shin tak mengangguk karena terbius keramahannya. Ia terdiam tak berkata-kata sebab ia merasa ucapan terima kasihnya saja tak kan cukup untuk membalas kebaikan pria itu.

"Dan, satu lagi!" Jae memegang kedua bahu Shin yang kaku dan memaksanya untuk berputar arah. Dia mengarahkan pandangan Shin pada salah satu pintu lemari yang ada di bagian paling ujung. "Di dalam pintu lemari yang ini, ada keindahan yang tersimpan di dalamnya. Jika kau penasaran dan siap untuk menemukan keindahan yang kau cari, kau bisa membukanya dan melihatnya sendiri di sana."

"Apa?"

Keindahan di dalam lemari?

"Tidak seorang pun yang tahu kecuali hanya aku."

Jae menepuk pundak Shin beberapa kali, sontak Shin menoleh ke arah tepukan itu karena merasa terpanggil, tapi karena Jae berdiri di sisi yang satunya, otomatis Shin memutar pandangan ke arah Jae untuk menemukan wajah pria itu. Pada saat itu, saat Shin menoleh, wajah mereka bertemu dan tiba-tiba dalam sekejap pipi Shin dan bibir Jae bertabrakan. Oh! Shin sontak terperanjat kecil tapi Jae masih menahan pundaknya dan membuat pandangan keduanya kembali bertemu di udara.

"Ini untukku yang akan pergi bekerja," bisiknya masih dengan merendahkan posisi wajahnya untuk dapat menatap mata Shin, seakan memberi tahu bahwa kecupan barusan memanglah disengaja, kemudian beranjak dari sisi Shin.

Oh, Tuhan?

Dia melakukannya lagi. Mencium Shin, mungkin sebagai cara dia mematahkan jarak ini. Shin tidak ingin marah. Ia bahkan tidak merasa telah dilancangi. Ketika Jae menyentuhnya, Shin merasa seolah-olah ... menjadi murni.

Jae mengambil ponsel dan kunci mobilnya yang ada di atas meja lampu, kemudian berbalik ke arah Shin lagi. Dia berjalan sambil mengembangkan senyumnya yang lembut. Dia melempar kunci mobilnya ke atas lalu menangkapnya sambil bersiul dan Shin terpana melihat gayanya. Jae terlihat senang. Ketika melewati tempat Shin mematung, pria itu mengerling ke arahnya dan melempar sebuah senyuman yang membuat jantung Shin berdebar-debar.

*****

"Sora, ikutlah denganku. Aku akan mengantarmu sampai ke sekolahan."

Apa? Serius? Sora ternganga menatap sang kakak di sebelahnya. Ia terkejut senang, karena tidak percaya Kak Jae akan berangkat bersamanya!

Shin menyikunya, memintanya untuk tetap bersikap biasa. Namun, bagaimana bisa? Sora akan berangkat dengan pria yang digilai oleh orang satu sekolah! Waw! Sora menggigit kelima jari tangannya sebab tak tahan ingin meneriakkan kegembiraannya.

"Dan kau, Nyonya!"

Sora menegak begitu Kak Jae berbalik ke belakang menatap istrinya.

"Tetaplah di sini, akan ada tamu saat aku pergi nanti. Tolong temani mereka dengan baik dan jangan mengecewakan mereka."

"Apa? Tamu siapa? Kenapa aku? Apa aku bisa?" Kak Shin mendadak panik.

"Tentu saja, kau Nyonya-ku sekarang! Jadi belajar menemui tamuku adalah salah satu tugasmu juga!"

Jae pun berlalu bersama Kim.

Sora terbengong di tengah pintu utama bersama kakaknya. "Nyo-nya?" katanya menatap Shin tak percaya dengan sebutan baru itu. "Nyonya?" Ia mengulanginya sekali lagi diselingi tawa. "Apa itu panggilan sayang Kak Jae untuk Kakak? Manis sekali!" Sora tertawa geli.

"Diam kau!" Shin menceletuk karena merasa diledeki.

"Sora, apa kau sudah selesai?"

"Ah iya, Kak!" sahutnya pada Jae yang sudah bersiap di mobilnya. "Daah, Nyonya!" Ia melambaikan tangannya kepada Kak Shin, tapi malah mendapat cibiran geram dari sang kakak.

*****

Mereka tiba di sekolahan.

Sebelum turun dari mobil mewah milik Kak Jae dengan membawa kebanggaan tersendiri, kakak iparnya itu tiba-tiba mengulurkan lipatan uang untuknya.

"Terima ini."

"Oh? Untuk apa ini, Kak?"

"Untuk uang jajanmu."

"Hah? Tidak, Kak, tidak usah. Aku membawa bekal dari rumah. Kak Shin sendiri yang telah menyiapkannya untukku. Aku sudah terbiasa ...."

"Tapi ini dariku," sela Jae memaksa.

"Ngg ...."

"Aku kakakmu juga, kan?"

Tercenung sejenak, Sora pun tersenyum dan menerima uang itu. "Terima kasih."

"Baiklah, belajarlah dengan baik. Dan ingat, jika kau butuh sesuatu, katakan padaku."

Sora mengangguk cepat. Ia merasa terharu mendapatkan perhatian dari pria itu. "Apa ... Kakak akan langsung pergi?"

"Ya, aku harus mengunjungi hotel."

"Hey, anak kecil! Cepat turun dan masuk ke kelasmu, sebentar lagi bel masuk akan berbunyi!" celetuk Kim yang duduk di kursi belakang.

"Baiklah, sampai jumpa!"

Sora turun dari mobil dengan perasaan tidak rela. Ia memasuki gerbang sekolahnya dengan berat hati, sesekali menoleh ke belakang untuk melihat apakah mobil itu masih di sana. Sebenarnya Sora berharap Kak Jae akan masuk bersamanya. Walaupun tidak sebagai kakak iparnya, tapi sebagai pemilik sekolahan pun tidak masalah. Hanya berjalan berdampingan dengannya saja, Sora akan merasa sangat bangga dan ... mungkin terlindungi.

Seandainya ia sanggup berterus terang, saat-saat masuk ke sekolah adalah saat yang menyeramkan bagi Sora. Semua teman mengucilkannya. Mereka membully, menjauhinya karena gosip kutukan yang melekat pada diri Kak Shin telah tersebar hingga ke seluruh penghuni sekolah. Terlebih, hanya ia seorang murid yang tinggal di pemukiman kumuh Guryong. Akibatnya, Sora selalu diperlakukan tidak baik dan semena-mena. Sora tidak punya teman di dalam sana, tapi ia berusaha menutupinya dari Kak Shin karena merasa Kak Shin sendiri sudah terlalu dibebani oleh kutukan palsu yang selalu menerornya.

"Nah, itu dia!"

"Eh, Sora! Kenapa baru sampai? Apa kau sengaja terlambat untuk menghindari piketmu?"

Sekelompok teman perempuannya telah menunggunya di koridor.

"Tapi ... kemarin aku baru saja piket."

"Sudah kukatakan, setiap hari akan menjadi tugasmu untuk menggantikan piket kami! Apa kau lupa itu?"

"Tapi hari ini aku harus pergi ke perpustakaan."

"Sudah, jangan terlalu banyak alasan, lakukan saja tugasmu!"

Mereka lebih dari lima orang dan masing-masing menyerahkan sapu juga beberapa alat bersih-bersih lainnya kepada Sora dengan paksa. Setiap hari mereka melakukannya pada Sora. Sora tidak bisa menolaknya karena jika itu ia lakukan, itu sama artinya ia mencari masalah. Mereka berkelompok dan Sora tidak akan sanggup melawannya seorang diri. Tidak ada satu pun orang di sekolah yang mau membelanya, bahkan para guru tidak pernah serius menanggapi persoalannya.

Sampai Kak Jae datang ...

"Sora, apa ada masalah?"

Semuanya pun berubah.

Teman-teman Sora itu terbelalak begitu tiba-tiba Jae datang dan berdiri di belakang Sora, menyapa Sora dengan akrab. Sora berbalik untuk menemukan wajah si pemilik suara dan langsung merasa tenang sekaligus girang. Bagaimana Kak Jae bisa kemari? tanyanya dalam hati, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Kak Jae sekali lagi. Pandangannya menurun melihat sapu, serbet, pembersih kaca ada di tangan Sora. "Kenapa membawa alat pembersih sebanyak itu?"

"Ah, Kak Jae!" Salah seorang teman Sora menyahuti. "Kami baru saja akan bekerja bakti membersihkan kelas. Iya kan, Sora?" Dia mengambil sapu dari tangan Sora diikuti yang lainnya. Mereka berpura-pura baik di depan Jae.

Namun senyuman mereka yang kaku malah membuat Kak Kim curiga. "Benarkah, Sora? Apa ... mereka tidak mengganggumu?"

"Ngg ...?"

"Tentu saja tidak, Paman! Kami berteman baik dengan Sora!" Mereka berusaha mendekati Sora dan tiba-tiba bersikap akrab.

"Oi? Kalian memanggilku apa?" Kim tersinggung.

"Oh? Tuan Jae?" Ketika Kepala Sekolah datang menegur kehadiran Jae yang tiba-tiba, mengalihkan suasana.

"Kepala Sekolah."

"Sejak kapan Anda tiba? Kenapa tidak memberi kami kabar? Apa ... kunjungan Anda kali ini berhubungan dengan laporan yang kemarin? Tapi kita baru saja—"

"Tidak," potong Jae segera menjelaskan tujuannya datang. "Aku hanya mengantar adikku."

"Eh? Adik?"

"Ya, Sora ini adalah adikku."

Semua yang ada di situ, termasuk Kepala Sekolah pun serentak menoleh ke arah Sora dengan wajah terkejut mereka. Semuanya terbelalak, ternganga dan tercengang-cengang begitu Kak Jae mengakui Sora adalah adiknya. Lain halnya dengan Sora, ia merasa sangat terharu. Sungguh, ia tidak pernah bermimpi untuk bisa bertemu dengan pria itu, tapi sekarang dia bahkan menganggap Sora seperti adiknya! Sora tidak percaya akan menjadi adik dari seorang Jae yang tampan dan menjadi idola di sekolahnya.

"Tapi Sora ... bukankah dia ...."

"Anda tentu telah mendengar kabar bahwa aku sudah menikah dengan kakaknya, kan?"

"Ngg, itu—"

"Tidak perlu menjelaskan apa pun." Lagi-lagi Kak Jae menyela perkataan Kepala Sekolah. "Aku tidak punya banyak waktu. Sebaiknya Anda kerjakan tugas Anda dengan sungguh-sungguh. Hukum bagi mereka yang bersalah dan beri keadilan untuk mereka yang ditindas. Jika Anda tidak bisa menggunakan jabatan Anda dengan baik, maka aku yang akan turun tangan sendiri." Kak Jae memperingatkan, didukung oleh anggukan dari Kak Kim.

"I-iya, Tuan! Maafkan saya jika Anda melihat hal yang buruk terjadi di sini."

Kak Jae mengabaikan Kepala Sekolah dan memilih untuk memandang Sora. "Sora, kau harus laporkan padaku langsung jika seseorang berusaha mengganggumu."

"Baik, Kak!"

Setelah itu Kak Jae pergi bersama asistennya, meninggalkan perlindungan bagi Sora. Kak Shin, Kakak beruntung mendapatkannya. Keputusan Kak Shin dengan menerima pinangannya, adalah hal yang benar, hanya itu yang bisa Sora pikirkan.

*****