Chereads / PANDU & NIKEN / Chapter 12 - DUA BELAS

Chapter 12 - DUA BELAS

Kata-kata Pandu tadi walaupun memang benar adanya, terdengar begitu pedas di telinga. Jimmy mulai bergerak mendekati Pandu, bermaksud menjotosnya lagi.

Niken mencegahnya. "Jimmy, sudahlah. Rasanya kita berdua nggak ada harapan lagi. Aku akan minta mama untuk membatalkan semuanya."

"Niken? Jangan bilang begitu dong. Maafin aku, aku tadi termakan emosi. Kamu boleh berteman dengan Pandu, ayolah. Maafkan aku." bujuk Pandu yang kaget mendengar kata-kata Niken.

"Pergilah, Jimmy. Sudah nggak ada apa-apa antara kita." Muak sekali Niken melihat wajah Jimmy.

Merasa sudah nggak bisa berbuat apa-apa lagi, Jimmy lalu berkata, "Baiklah, Niken. Tapi aku nggak akan pergi sebelum bilang sesuatu yang aku mau bilang dari dulu. Kamu perlu belajar mencintai orang, Niken. Kalau nggak, kamu nggak akan pernah bahagia."

Setelah Jimmy pergi, Pandu duduk di trotoar dekat Niken. "Kamu nggak papa, Fei?"

Niken diam saja. Dia masih memikirkan kata-kata Jimmy barusan.

"Fei!"

"Hah? Apa? Kamu ngaget-ngagetin aku aja, Ndu!" Niken terkaget dari lamunannya.

"Kamu nggak papa, kan?" Pandu mengulangi pertanyaannya.

"Yang papa tu kamu. Tuh liat, bibirmu berdarah gitu. Nggak sakit, apa?" kata Niken sambil mengambil tissue satu lagi dari sakunya. Pelan-pelan luka di bibir Pandu dia bersihkan dengan tissuenya.

"Aduuh…!" Pandu mengerang kesakitan.

"Sakit ya? Salah sendiri, kenapa mesti berantem sama Jimmy? Sekarang yang sisa tinggal sakitnya, kan?"

"Pelan-pelan dong!" Pandu masih mengaduh-aduh.

"Ya ini udah pelan-pelan, tahu? Kamu tahan sedikit lah. Manja bener."

Baru kali ini Pandu melihat wajah Niken begitu dekat. Dari dekat gini jadi tambah jelas manisnya. Wajah Niken bersih tanpa noda sedikitpun. Nggak ada jerawat, bisul, atau kurap.

Niken jadi sadar Pandu dari tadi memperhatikannya.

"Kenapa?" tanyanya.

"Jujur aja, kamu manis sekali, Fei. Cowok yang berhasil dapetin kamu bakal beruntung banget. Aku juga nggak nolak kalo diberi koq."

"Heh! Kalo ngomong yang bener!"

"Duh! Jangan kasar gitu dong, perih nih!" kata Pandu memegangi dagunya.

"Makanya jangan macem-macem." kata Niken mengancam.

"Aduh, iya deh… Iya…" Pandu pasrah sambil memonyongkan bibirnya untuk dibersihkan lukanya.

Niken tiba-tiba teringat sesuatu, "Oh! Iya! Aku musti segera kembali ke theatre. Aku belum selesai ngatur gladi bersih buat besok. Aku mesti double cek ke Jabrique apa mereka jadi tampil. Kemarin sih mereka bilang jadi."

"Aku boleh ikut lihat gladi bersihnya?"

"Lihat nggak boleh. Harus ikut bantu angkut-angkut."

"Kalau nggak males, ya..." katanya sambil mengikuti Niken ke theatre.

Untung anak-anak masih sabar nunggu di dekat panggung. Juned, salah satu anak yang tugas MC besok, melapor. "Niken, anak dekorasi hari ini mau ngelembur sampe malem. Speaker-speaker ini mau ditaruh dimana?"

"Ditaruh di belakang panggung aja, jadi besok gampang ngeluarinnya lagi. Kamu udah latihan sama Heni?"

"Tuh di belakang panggung. Dia grogi banget, dia maunya semua naskah ditulis, katanya mau dihafalin di rumah. Aku udah bilang, itu nggak baik. Lupa satu nanti lupa semua. Mending rileks aja. Coba deh kamu yang ngomongin."

"Ya kamu yang sabar ngelatih dia. Maklum lah, dia kan masih kelas satu, baru pertama kali ini dia MC di panggung. Aku nggak akan pilih dia kalo aku nggak yakin dia mampu. Kamu mesti bisa bikin dia nyante, lebih percaya diri. Oke?"

"Oke deh." kata Juned menuju ke belakang panggung.

"Mber!" panggil Niken. Yang dia maksud Hengki, yang panggilan akrabnya memang 'comberan'. Itu gara-gara waktu perploncoan awal masuk SMA dulu, dia memaki diri sendiri waktu jatuh di comberan. Kebetulan salah satu orator berdiri di dekatnya. Dengan alasan itu comberan di SMA Angkasa, termasuk barang langka, harus dicintai. Terus dia disuruh duduk di comberan, sambil minta maaf karena sudah memaki-maki comberan. Sejak itu dia dipanggil comberan.

Hengki itu yang dia tugaskan penanggung jawab tim dekorasi panggung.

"Mber, kata Juned, anak-anak dekor mau ngelembur yah? Kamu yakin betul mereka mau ngelembur? Aku nggak mau mereka nanti mengomel di belakang lho…"

"Bener koq, Niken. Mereka malah merasa nggak enak sendiri karena belum selesai sampe hari H minus satu. Mereka yang minta untuk diijinkan kerja sampe selesai. Tapi kayaknya nggak bakal sampe malem, koq. Paling sore nanti udah kelar semua."

"Baiklah kalo gitu. Aku nanti bilang Mas Manto, yang jaga sekolah."

"O, iya, Niken. Sandra baru aja pulang. Dia kan kamu tugasi mengatur jalannya acara gladi bersih hari ini. Baru aja selesai setengah jam yang lalu. Dia pesan ke aku, dia harus pulang cepetan. Tapi pelaksanaan nggak jauh beda dari jadwal. Nggak molor-molor. Semua band pendukung termasuk Jabrique juga sudah dia hubungi. Semua oke."

"Bagus. Endang jadi menari besok?"

"Wah, nggak tau. Sandra nggak bilang. Aku sih denger kalo dia sakit. Eh, Wulan tadi pesan, dia mau beli makanan buat anak-anak, nanti balik kemari lagi. Tanya ke dia deh, mungkin dia tau."

"Oke. Aku nanti pulangnya sesudah anak dekor kelar, koq."

"Nggak usah, Niken. Kamu pulang aja. Kamu dari pagi tadi udah di sini terus. Suara kamu aja udah serak-serak banjir begitu. Ntar besok nggak layak tampil lho…"

"Nggak papa. Aku nggak bisa tenang sebelum segalanya selesai. Kalo pulang bisa-bisa aku balik ke sini lagi. Lagian aku kan bisa bantu-bantu."

"Silahkan aja. Eh, Ndu. Kita butuh tambahan tenaga dari regu perlengkapan. Kita lagi dalam rangka mau mindah-mindahin perlengkapan band dari panggung, biar anak-anak dekor kerjanya lebih leluasa."

"Siap boss. Ruangan ini juga perlu dibersihin, apalagi sesudah kalian selesai ndekor nanti pasti tambah banyak sampahnya. Aku siap bantu sampai kelar nanti."

"Makan makaaaaaaann…" teriak Wulan. Dengar kata makan, anak-anak menghambur ke arah Wulan dan dengan suka rela membawakan kantong-kantong plastiknya berisikan nasi goreng itu.

"Nggak salah kamu di seksi konsumsi, Wulan. Kamu nggak pernah biarin kita-kita ini kelaparan…" puji Pandu.

Wulan menyeret Niken menjauh dari yang lain. "Nik, si Endang gak jadi nari besok. Acaranya diganti Sulis yang setelah dipaksa-paksa mau juga manggung komedi sendirian."

"Oh… ya sudah… Sebenere nggak usah diganti juga kita udah cukup punya banyak acara koq."

"Nik, tadi Jimmy sama Pandu gimana? Sudah gencatan senjata?" tanya Wulan dengan nada kuatir.

"Ruwet dah, Lan. Jimmy keterlaluan banget. Akhirnya aku suruh dia pergi. Acara perjodohan akan aku batalkan."

"Separah itu, heh?"

Niken mengangguk.

"Si Pandu suka sama kamu?"

"Nggak. Siapa yang bilang?" tanya Niken heran.

"Lha tadi, kenapa mereka berkelahi?"

"Itu mah karena Jimmy yang kelewat cemburu aja."

"Nik, kalo misalnya, ini cuma misalnya lho ya. Misalnya Pandu suka sama kamu, kamu mau nggak sama dia?"

"Nggak. Aku kan udah bilang, aku nggak mau pacaran."

"Sungguh, nih?" tanya Wulan.

"Sungguhan. Kenapa sih? Kamu naksir dia yah…? Aaah… Wulan naksir Pandu rupanya yah?" goda Niken.

"Bukan aku. Ratna. Dia tadi nangis waktu dengar Pandu berantem sama Jimmy gara-gara kamu. Tau sendiri lah si Ratna. Cengengnya minta ampun. Dia pake acara mendekam di UKS segala lho. Nangis sehabis-habisnya di situ. Kalo kamu nggak keberatan, aku mau kamu bilangin ke Pandu soal Ratna. Soalnya dia kayaknya masih di UKS sekarang ini. Nggak mau keluar-keluar. Nggak mau makan segala. Siapa tau Pandu bisa bujuk dia… Tolong Nik…"