Niken jadi bingung. Dia nggak mengharapkan jawaban seperti ini dari Edi.
"Seandainya cici masih hidup sekarang, apa yang bakal kamu lakukan?" tanya Niken kemudian.
"Oh, Niken, seandainya saja aku dapat kesempatan kedua, aku akan bilang bahwa aku juga mencintainya sepenuh hatiku, aku akan minta ampun, telah menyakiti hatinya. Tau nggak, Niken? Aku hampir saja ikut bunuh diri seminggu setelah Tasya dikubur, setelah aku menyadari bahwa aku juga mencintainya. Terus kakakku yang menyadari ada yang nggak beres, aku masuk terapi. Terapi itu benar-benar menolongku, lah. Sekarang aku bisa hidup normal lagi. Aku sekarang banyak mendekatkan diri pada Tuhan. Banyak orang yang datang padaku minta nasehat. Setiap kali ada yang meminta nasehat tentang cinta, aku selalu mengatakan, kesempatan itu datang hanya sekali. Renggut kesempatan itu dan jangan lepaskan lagi." jawab Edi mantap.
"Edi, aku yakin cici bahagia di alam sana melihat kamu sudah berubah. Cintanya juga telah kau balas. Rasanya kamu sudah cukup meminta maaf. Sorry anggapanku tentang kamu selama ini begitu jelek."
"Wajar aja, Niken. Aku sangat mengerti, koq. Aku memang bajingan, bejat dan tidak tahu diri. Semua kata-kata jelek lah. Cocok buat aku. Aku bahkan nggak mengerti kenapa gadis semanis Tasya bisa mencintai bajingan seperti aku. Aku benar-benar merasa beruntung pernah merasakan cinta tulus Tasya."
"Baiklah, Edi. Rasanya udah cukup keterangan yang aku perlukan dari kamu." kata Niken lega.
"Niken, makasih kamu mau meneleponku. Aku sudah lama menunggu kabar dari keluarga Tasya. Aku sudah lama ingin minta maaf. Pernah aku datang ke rumahmu, belum sempat bilang apa-apa, sudah diusir satpam. Kalo kamu butuh bantuanku, apa saja, aku pasti dengan senang hati membantumu, Niken." janjinya.
"Nggak perlu, Edi. Kata-katamu tadi sudah sangat membantuku keluar dari kepompongku. Terima kasih, Edi. Selamat siang."
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆
Di kamarnya, Niken tidak bisa tidur malam itu. Dia sibuk memutar otaknya, bagaimana cara membuktikan bahwa Jimmy-lah pelaku pencurian gelang itu. Dia harus bisa membuktikan bahwa Pandu tidak bersalah. Tapi bagaimana caranya?
Kalau Jimmy pelakunya, berarti Jimmy ada di kelas 1D pada saat anak-anak sudah berkumpul di lapangan. Untuk balik lagi ke lapangan, Jimmy harus melewati kelas 2C, di mana Pandu dan Niken berada sebelum upacara mulai. Kapan dia menaruh gelang dan uang itu di laci Pandu?
Niken berpikir lagi, mereka adalah dua orang terakhir yang memasuki lapangan, karena segera sesudah mereka masuk ke barisan, upacara segera dimulai. Niken nggak memperhatikan apakah Jimmy ada di lapangan waktu itu. Tapi yang jelas, Jimmy tidak mungkin sempat mengambil gelang di kelas 1D, lantas ke kelas 2C, menaruh gelang dan uang di laci Pandu, sebelum Niken masuk ke kelas 2C. Jam tujuh kurang 5 menit dia sampai sekolah. Anak-anak baru saja mulai berbaris karena bel baru saja berbunyi. Kalau asumsinya betul, Jimmy pasti ada di kelas 1D waktu Niken menaruh tasnya. Waktu akan menaruh gelang dan uang di laci Pandu, Jimmy pasti melihat Niken dan Pandu di kelas. Jadi dia mengurungkan niatnya. Dia baru bisa menaruh uang itu setelah Niken dan Pandu keluar dari kelas. Karena pintu besar ke arah lapangan dari arah 2C ditutup segera sesudah Niken dan Pandu lewat, Jimmy harus lewat pintu kecil samping kantin.
Bingo! Ya. Besok dia harus bertanya sama ibu yang jaga kantin, apa dia melihat Jimmy lewat situ setelah upacara dimulai.
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆
"Jadi ibu tidak melihat Jimmy, anak kelas 2A itu lewat sini?" tanya Niken menegaskan.
Ibu kantin menggeleng. Niken memutar otaknya lagi. Bagaimana mungkin? Apa teorinya salah?
"Tolong diingat-ingat lagi, Bu. Ibu tahu Jimmy, yang tinggi, kulitnya putih, kurus, sipit, kan?"
"Iya. Ibu sering lihat dia beli makanan di kantin."
"Dan dia nggak lewat sini kemarin pagi?"
"Endak."
"Ibu yakin?" tanya Niken sekali lagi.
"Yakin. Mata ibu masih awas." Ibu kantin terlihat jengkel karena Niken berkali-kali menanyakan hal yang sama.
"Sayang sekali. Ibu kenal Pandu? Pandu diskors gara-gara tingkah Jimmy." keluh Niken.
"Pandu yang ganteng itu? Pandu yang pernah pidato di lapangan tentang cinta itu? Dia anak yang baik sekali, satu-satunya anak yang sering beri persenan, padahal ibu tahu dia bukan dari golongan orang kaya."
"Iya. Pandu yang ganteng itu." kata Niken tersenyum, ingat efek aksi balas dendamnya. "Pandu, dia difitnah sama Jimmy, dijebak seakan-akan dia mencuri gelang."
Ibu kantin menggeleng-geleng. "Astaga-naga… Anak sebaik Pandu tidak mungkin mencuri gelang."
"Itu juga keyakinan saya, Bu. Saya tahu Pandu tidak bersalah. Tapi saya nggak punya bukti untuk melepaskan Pandu dari hukumannya."
"Kalau Jimmy lewat sini, memangnya bisa membantu Pandu?"
"Bisa sekali. Karena itu berarti membuktikan teori saya bahwa Jimmy terlambat mengikuti upacara, dan dia orang terakhir yang masuk lapangan upacara dari arah gedung kelas. Padahal saya tau persis, Jimmy nggak terlambat datang, malah dia datang pagi-pagi, karena saya papasan dengan dia jam setengah tujuh kurang."
"Sebetulnya,… Jimmy memang lewat sini…" kata ibu kantin ragu-ragu.
"Dua kali malah. Dia lewat sekali, lalu balik lagi, memberi sejumlah uang, lalu memaksa saya untuk berjanji tidak mengatakan kepada siapa-siapa kalau dia datang terlambat. Katanya, dia bisa dihukum kepala sekolah kalau ketahuan terlambat." lanjut ibu kantin.
"Jadi benar Bu? Jimmy betul-betul lewat sini?"
"Iya. Saya nggak berani bilang karena Jimmy sudah memberi banyak uang. Seratus ribu rupiah." kata ibu kantin jujur.
Niken lalu merogoh sakunya. Dia cuma punya punya dua puluh ribu rupiah hari itu.
"Ini Bu…" kata Niken seraya memberikan uang itu pada ibu kantin.
"Jangan,…" ibu kantin menolak. "Saya cuma ingin menolong Pandu. Dia anak baik. Tolong kalau ketemu Jimmy, kembalikan uang ini." kata ibu kantin malah memberikan uang seratus ribu pada Niken.
"Jangan, Bu. Jimmy punya banyak uang di gudangnya. Saya ingin ibu terima uang ini juga. Saya cuma bawa segini hari ini…"
Ibu kantin menatap mata Niken. Niken mengangguk-angguk.
"Salam buat Pandu kalau ketemu, yah? Semoga keterangan dari saya membantu."
"Saya usahakan, Bu."
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆