Chereads / PANDU & NIKEN / Chapter 11 - SEBELAS

Chapter 11 - SEBELAS

"Fei Fei?" Pandu menelepon telepon kamar Niken.

"Ndu…" suara Niken kedengaran seperti barusan menangis.

"Kamu habis dimarahi ya? Sorry ya Fei… gara-gara aku, kamu jadi disemprot papa kamu."

"Nggak Ndu. Aku senang koq malam ini. Aku malah yang mau minta maaf, papaku kasar sekali sama kamu tadi."

"Udahlah, Fei. Aku udah biasa koq. Kamu jangan nangis dong… Aku belum pernah melihat kamu nangis seperti ini. Aku jadi merasa bersalah, kamu menangis karena aku."

"Aku nangis karena aku baru sadar, koq bahagia tu susah amat dapatnya. Untuk senang-senang barang semalam aja, aku mesti berbohong, mesti dimarahi habis-habisan sama papa. Kamu beruntung sekali, Ndu."

"Kamu welcome kapan aja ke rumahku, Fei."

Niken terdiam. "Aku dilarang keras ke rumahmu. Papa ngancam, kalo sampe kejadian malam ini terulang lagi, aku bakal dimasukin ke sekolah asrama. Mending mati aku daripada masuk asrama. Jadi malam ini adalah yang terakhir kali kamu melihat aku di rumahmu. Aku nggak berani lagi. Terima kasih buat malam yang indah tadi, Ndu. Aku nggak akan pernah lupa." kata Niken setengah terisak.

"Sudah… jangan nangis lagi, dong. Fei, aku percaya, di mana ada kemauan, pasti ada jalan. Kamu harus yang sabar. Percaya deh, banyak jalan untuk meraih kebahagiaan. Tinggal kita mau ambil kesempatan yang ada atau nggak. Aku pasti bantu kamu, kapan saja."

Mendengar itu, Niken seperti mendapat separuh kekuatannya kembali. "Benar juga yang kamu bilang, Ndu. Setidaknya aku masih punya kamu."

"Nah… gitu dong. Supaya kamu lega, sepertinya aku musti bilang sesuatu. Tadi, begitu aku pulang, aku langsung diinterogasi. Kayak kamu tu pacarku aja, Fei. Semua bilang kamu cantik. Malah Mas Adit bilang dia naksir kamu. Tapi kamu tadi memang manis deh, keliatan laen dari biasanya. Mungkin karena kamu pakai rok. Gimana? Sudah tambah oke sekarang?" tanya Pandu yang kata-katanya selalu terdengar manis di telinga Niken.

Niken tertawa kecil. "Ada-ada saja, ah. Tapi makasih Ndu. Aku udah nggak sedih lagi koq."

"Sungguh, nih?"

"Iya iya… Jangan kuatir. Bukan Niken namanya kalau nggak tahan banting."

"Ya udah, kalo gitu aku udahan dulu. Ngantuk nih… Aku mesti pulang trus langsung bobok."

"Pulang? Emangnya kamu ini di mana?" tanya Niken bingung.

"Di wartel non! Cari mati deh kalo aku telfon dari rumah. Rumah masih ramai sekali, lagi. Aku bisa habis digodain mereka seperti tadi. Mending jalan sedikit ke wartel." gerutu Pandu.

"Ya sudah, pulang sana. Makasih sekali lagi Ndu, dan maaf atas sikap papaku tadi."

"Nggak aku masukin hati koq. Selamat tidur, Fei Fei"

************************

Siang itu, saat jam pulang sekolah, Wulan terengah-engah menghampiri Niken yang sedang sibuk di theatre, mengurus gladi bersih buat acara panggung Gelar Seni besok.

"Nik! Niken!!" panggil Wulan sambil berlari menuju panggung.

"Ada apa, sih?"

Wulan sibuk mengatur nafasnya. Niken mengisyaratkan pada anak-anak soundsystem untuk istirahat sejenak.

"Pandu, Nik! Dia sama Jimmy ada di halaman parkir belakang, berantem kata anak-anak. Mereka pada ramai-ramai mau nonton di sana. Cepetan dong!"

"Hah?!" Niken spontan menaruh mapnya di tangga panggung, langsung lari menuju ke halaman parkir motor dan sepeda di belakang sekolah.

Belum sampai halaman parkir, dari jauh sudah terdengar suara ribut-ribut.

Niken mempercepat larinya. Wulan yang sudah kelelahan cuma bisa mengikutinya dari belakang.

Sesampai di situ, Niken tidak bisa melihat apa-apa, karena banyak orang berkerumun di situ. Susah payah dia berusaha menembus kerumunan ke arah tengah.

Benar saja, Pandu dan Jimmy ada di tengah-tengah kerumunan. Pipi Pandu merah kena jotosan. Ada darah di sudut bibirnya. Baju mereka kotor dan amburadul. Rambut keduanya acak-acakan.

"Stop, stop! Apa-apaan sih kalian ini?" teriak Niken, karena suasana masih begitu bising.

"Dia yang mulai." Telunjuk Pandu mengarah ke Jimmy.

"Aku nggak mau tau siapa yang mulai. Sudah, ayo ikut aku ke UKS."

Keduanya tidak ada yang beranjak dari tempat mereka berdiri masing-masing. Niken mengulangi lagi, "Mau ikut aku ke UKS apa nggak?"

"Aku nggak akan pergi dari sini sebelum masalah ini diselesaikan." kata Jimmy ngotot.

"Masalah apa? Dan bisakah itu diselesaikan dengan cara kayak gini?" tanya Niken.

"Kamu masalahnya!" tuding Jimmy. Niken tersontak kaget.

"Aku?" tanya Niken.

"Iya. Kamu, Niken. Dia menuduh aku yang enggak-enggak sama kamu kemarin malam. Katanya aku ngerebut pacarnya. Dia bilang, Niken itu hak miliknya dia. Nggak ada orang lain yang boleh sentuh dia. Aku bilang, Niken itu bukan hak milik siapa-siapa. Dan lagi, aku sama Niken cuma berteman. Eh… dia nggak percaya malah nantang." jawab Pandu emosi.

"Aku cuma bilang, kamu harus menjauhi Niken, dia milikku. Kamu ngotot nggak mau koq. Siapa yang nggak emosi?" balas Jimmy.

"Stop. Sudah cukup. Muak aku mendengarkan argumen kalian. Jimmy, Pandu benar. Aku sama dia cuma teman, dan aku belum menjadi hak milik kamu. Aku juga nggak mau Pandu jauhi aku." kata Niken membela Pandu, setelah mengetahui duduk permasalahannya.

"Ya sudah kalo memang maumu begitu. Tapi aku nggak berani tanggung-jawab kalo papamu sampai tahu kamu belain Pandu dalam masalah ini." kata Jimmy setengah mengancam.

"Tunggu!" kata Pandu. "Jangan bawa-bawa papa Niken di sini. Ini masalah antara kita. Kamu nggak boleh campur aduk begitu, dong!"

Anak-anak masih ribut. Niken merasa jengkel sekali. Apalagi setelah mendengar ancaman Jimmy tadi.

"Bubar! Semuanya bubar!" kata Niken dengan suara lantang.

Mereka semua lalu bubar jalan, Niken kalo sudah marah gempar, deh. Tinggal Jimmy, Pandu dan Niken yang ada di situ.

Niken merogoh saku bawahannya, lalu memberikan tissue, satu buat Pandu, satu buat Jimmy.

"Jim, aku bener nggak ada apa-apa sama Pandu. Kita cuma teman baik. Aku nggak pernah larang kamu bergaul dengan siapapun, kan? Kenapa kamu nggak beri aku kebebasan yang sama?"

"Niken, akuilah. Kita pun nggak pacaran. Status kita cuma sedikit lebih baik dari kamu dan Pandu. Kamu bisa bilang kamu nggak ada apa-apa sama Pandu. Tapi kamu juga bisa bilang kamu nggak ada apa-apa sama aku. Aku cuma ingin kamu hargai aku sedikit."

"Apa yang kamu mau? Pacaran sama aku? Aku udah bilang, aku nggak bisa pacaran sama kamu, karena aku nggak cinta sama kamu."

"Itu karena kamu nggak pernah mau berusaha untuk itu." sanggah Jimmy.

Niken diam saja. Demikian juga Pandu.

"Kamu sama sekali nggak pernah tersenyum kalo ketemu aku. Apapun yang aku lakukan, kamu nggak pernah terhibur. Belakangan ini aku perhatikan, kamu selalu ceria setiap ketemu Pandu. Siapa yang nggak jengkel?"

"Kami punya banyak kesamaan,…"

Belum sempat Niken melanjutkan kata-katanya, Jimmy sudah menyerobot. "Apa katamu? Banyak kesamaan? Yang aku lihat justru banyak perbedaan. Dia anak Jawa, Niken. Bukan chinese seperti kita."

Muka Niken memerah. Telinganya memanas.

Niken nggak bisa bilang apa-apa karena jengkel sekali, sekaligus malu sama Pandu.

Pandu yang lalu menyahut, "Benar sekali kamu, Jim. Kamu cuma punya satu kesamaan sama Niken. Sama-sama bermata sipit. Lain dari itu tidak. Niken berjiwa besar, berhati mulia, temannya banyak. Kamu? Jiwamu kerdil, hatimu busuk, temanmu cuma sebatas orang yang ingin memanfaatkan kekayaanmu!"