Dari luar pintu kamar terdengar seseorang tengah mengetuk pintu tersebut. "Ya, tunggu sebentar." ujar Minchae dengan suara lumayan keras agar yang di suruh menunggu bisa mendengar suaranya.
"Nona, ini baju untuk anda." ujar seorang pelayan dengan celemek berwarna putih, serasi dengan baju hitam selutut yang di kenakan nya. Pelayan itu hanya menyerahkan baju itu lalu segera pamit setelah mempersilahkan Minchae mengganti pakaian nya.
••
"Seojun kemana, kenapa sampai sekarang ia masih belum kembali." Minchae yang sudah tidak betah terus terusan berada di dalam kamar akhirnya memutuskan untuk keluar tanpa mau menunggu Seojun lebih lama lagi. Ia juga tidak bisa memastikan kapan pria itu akan kembali menghampiri nya.
Seingat Minchae, tadi Seojun sedang menerima panggilan telpon dari seseorang tapi sampai sekarang batang hidung nya sama sekali belum kelihatan. Minchae jadi curiga Seojun lupa jika ia datang ke pesta ini membawa dirinya, lalu karena ada sesuatu yang cukup mendesak ahirnya Seojun memutuskan untuk pergi begitu saja tanpa teringat Minchae yang suntuk disini karena lelah menunggu.
"Kim Minchae."
Panggil seseorang di seberang sana, perasaan Minchae sudah tidak enak karena ia mengenal suara ini. Memang tidak ada kerjaan gadis ini, padahal tadi sudah berperang lidah dengan Seojun. Kian lama Soobin semakin mendekat, terlihat sekali gadis itu memang sengaja mencarinya bukan karena mereka tidak sengaja bertemu dan hanya berniat menyapa.
Minchae mendengar sebuah deheman Soobin, ia sudah mengira-ngira kalimat tidak penting apalagi yang akan di keluarkan oleh gadis itu. Perasaan tadi ia sudah mendengar semua saran menjengkelkan yang diucapkan oleh nya, jangan-jangan karena sekarang ia hanya sendirian jadi Soobin berani untuk menghampiri nya lagi.
"Ngg.. kuharap kau nyaman berbicara dengan ku. Karena mau tidak mau kita akan sering bertemu seperti hari ini." Ujar Soobin sembari menghentikan langkah kakinya tepat di hadapan Minchae.
Memangnya Minchae tidak tau tentang itu? dari dulu juga ia sudah sering mendengar ocehan menyebalkan nya yang selalu berusaha menyerang Seojun dan juga dirinya terutama perihal pernikahan. Jika boleh memilih ia tak ingin bertemu dengan nya, tapi jelas tidak bisa karena yang namanya kerabat pasti akan sering bertemu ketika ada acara besar dan mengharuskan seluruh keluarga besar untuk berkumpul.
Hanya saja Minchae di buat heran, kenapa Soobin tidak pernah kehabisan bahan obrolan yang mengusik pernikahan nya. Apakah karena iri atau apa?
"Iya tentu saja." Minchae hanya menimpali seadanya sembari matanya beberapa kali menatap jauh ke belakang Soobin, seakan mengisyaratkan bahwa ia sedang buru-buru menuju suatu tempat dan harus segera pergi dari hadapan nya. Padahal aslinya ia hanya ingin menghindari Soobin, ia ingin menyelamatkan telinganya agar tidak panas mendengar segala celoteh menjengkelkan dari kakak sepupunya.
"Kau tidak ada masalah kan dengan Seojun?" sungguh bebal, Soobin tidak mau melepaskan Minchae begitu saja. "Ya? apa maksudmu?" jawab Minchae berlagak tidak mengerti, ia mengatakan nya dengan nada sopan karena ia memang harus seperti itu.
"Jadi perempuan itu harus cerdas."
ujar Soobin lagi yang semakin membuat Minchae kebingungan dengan arah pembicaraan mereka.
"Bisa mengendalikan laki-laki juga merupakan sebuah kemampuan."
Belum sampai Minchae menemukan kalimat yang pas untuk menjawab ucapan itu tiba-tiba Soobin sudah melenggang pergi meninggalkan nya begitu saja, membuat Minchae mengeratkan pegangan nya pada dress yang ia kenakan.
-
Kini langit semakin menggelap dan lampu-lampu mulai menyala menerangi penglihatan mata. Di lantai teratas, tepatnya di atap Minchae menghadap ke arah matahari yang akan segera terbenam. Warna siluet kekuningan sangat lah cantik sehingga bisa sedikit menghibur suasana hati Minchae yang cukup buruk. Ia menghadap ke arah barat menatap ke arah langit dengan tangan berpegangan pada pagar pembatas bangunan, angin semilir sore hari sangat sejuk meniup kecil anak rambut miliknya.
"Huftt.. Mengendalikan laki-laki merupakan sebuah kemampuan katanya?" ucapnya tiba-tiba setelah memastikan di sekelilingnya tidak ada seseorang yang bisa mendengar keluhan nya, ada beberapa orang di sini namun berada sedikit jauh di belakang sana.
Minchae mendengus, bagaimana bisa Soobin bicara semudah itu sedangkan ia tidak tau bagaimana keadaan Minchae yang sebenarnya. Sebetulnya Minchae bisa saja berusaha mengikis jarak diantara dirinya dengan Seojun, hanya saja ia ingat bahwa itu tak akan ada gunanya dan malah membuang-buang waktu saja. Karena selain sulit, hubungan pernikahan mereka juga tidak akan bertahan lama. Sekitar 2 lagi semua ini akan berahir tergantung keadaan di masa depan.
Di tengah-tengah Minchae yang sedang menggerutu, tak jauh dari tempat nya berdiri ada seekor kucing sedang mengeong dengan suara yang cukup hampa. Suara nya seperti sedang merintih sehingga tak butuh waktu lama bagi Minchae untuk segera menghampiri kucing tersebut.
Setelah mendekat benar saja, kaki depan sebelah kanan kucing tersebut terluka hingga mengeluarkan darah. Itu cukup mencubit hati Minchae sebagai seorang pecinta hewan. "Aigoo, kucing manis seperti mu siapa yang berani melukai?" ujar Minchae setelah berjongkok tepat di depan kucing itu yang tengah menatap sendu ke arahnya, seolah meminta bantuan.
"Kau sendirian juga ya. Pasti sulit untuk mu." lanjut Minchae mengajak bicara kucing manis berwarna abu-abu itu.
"Tunggu, setelah ku perhatikan dari dekat luka mu cukup parah. Astaga, bagaimana ini." mata Minchae bergerak kesana-kemari mencari seseorang yang mungkin bisa membantunya menolong kucing itu. "Permisi. Boleh kemari sebentar?"
Ada seorang pria dengan setelan jaz yang cukup rapih, sepertinya ia adalah salah satu pengawal dirumah ini mengingat saat baru menginjak kan kaki turun dari mobil, Minchae bisa melihat deretan pengawal yang menjaga dengan ketat depan rumah Tuan Kim.
"Ya, ada yang bisa saya bantu?" tawar pengawal itu dengan sopan. "Kucing ini kakinya terluka. Apa saya bisa mendapatkan obat untuk nya?" pinta Minchae sembari menunjukkan kaki kucing yang ia maksud dengan wajah prihatin.
"Ngg.. obat seperti apa yang di perlukan nona?"
"Apakah ada p3k? tolong bantu saya mendapatkan nya." ujar Minchae dengan mata memohon, ia benar-benar ingin segera mengobati kucing itu. Matanya memperlihatkan betapa tulusnya ia ketika mengucapkan setiap kata yang keluar dari mulutnya, pengawal itu sempat tertegun sebentar karena menyadari betapa baiknya hati Minchae.
-
Kain kasa, gunting, dan obat merah. Tiga benda itu berjejer di depan kotak obat alias p3k yang di minta oleh Minchae. Hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja kaki kucing itu sudah terbungkus rapihdengan kain kasa.
"Sudah selesai. Terimakasih sudah membantu." Minchae ahirnya selesai dengan kotak obat tersebut dan berniat ingin mengembalikan nya pada sang pengawal. "Tidak perlu berterimakasih. Kalau boleh tau apakah ini adalah kucing anda?"
"Oh bukan-bukan. Aku hanya kebetulan berdiri di dekat sana dan melihat kaki nya sedang terluka, jadi aku mencoba membantu mengobati lukanya."